Laman

Cerpen : Antara Aceh Dan Banten

   Antara Aceh Dan Banten   

Oleh Ilalang

Namaku Muhamad Idris. Aku asli Aceh. Tapi nasib menghantarkanku ke lembaga pemasyarakatan di Banten. Ini ceritaku. Bagaimana aku bisa sampai disini.

Aku mulai kisah dari bagaimana aku bisa sampai ke Jawa. Dahulu, aku pergi merantau ke Malaysia. Hampir 10 tahun aku disana. Berbagai pekerjaan sudah aku lakoni di sana, mulai jadi kuli bangunan, jaga toko, sopir truk pengangkut tanah sampai jadi operator alat berat. 

Selama aku di Malaysia, aku sanggup menafkahi keluarga. Sebagai operator alat berat penghasilan aku cukup lumayan. Dibayar 13 RM atau sekitar Rp 40.000 per jam. Sehari bekerja bisa sampai 10 jam. Artinya dalam sebulan penghasilan sebagai operator alat berat 390 RM atau sekitar Rp 12 jt. 

Karena kerinduan yang mendalam terhadap keluarga, aku akhirnya memutuskan untuk pulang ke Aceh. Lama di Aceh, aku bingung mau kerja apa. Akhirnya aku memutuskan untuk jadi supir taksi online. 

Penghasilan angkutan online tidak terlalu bisa diharapkan. Karena banyaknya mobil yang beroperasi sehingga penghasilanku tidak menentu. Ini yang membuatku mempertimbangkan pekerjaan lain. Dan mulai terpikir untuk kembali bekerja di Malaysia.

Setelah aku meminta ijin pada orang tua beserta istri dan anakku, aku berngkat kembali ke Malaysia. Tapi sungguh malang, setelah menyebrang ke perbatasan Malaysia, aku dan kawan - kawan lain ditolak masuk. Ini karena beberapa kawan yang berangkat bareng pasportnya bermasalah atau di blacklist sehingga aku juga ikut kena imbasnya. 

Biasanya aku ke Malaysia via Batam. Lewat tempat itu tidak pernah ada masalah. Tapi kali ini aku lewat Dumai. Dan kali ini pula gagal ke Malaysia. 

Karena ditolak masuk ke Malaysia (posisi diperbatasan), maka aku kembali naik feri pulang ke Indonesia. Malam itu aku tidur di Feri bersama beberapa kawan lain. 

Sesampai di pelabuhan, aku telpon keluarga. Aku kabarkan bahwa aku gagal ke Malaysia. Aku minta ijin pada keluarga untuk pergi ke Jakarta saja.

"Hallo mak, lun hang leupah tamang Malaysia karena lun di tolak mak, mak ijin lun ke Jakarta, nangon idih?" kata ku.

"Jut mak ijin mise hane adua di kampong" jawab mamakku. 

Atas ijin mamak, aku pun pergi ke Jakarta. Sebelum ke Jakarta, aku menemui seorang kawan yang ada di Banten, tepatnya Rangkasbitung, Lebak. Saat itu aku dijemput di Cilegon dan dibawa ke rumahnya. 

"Bang Idris tinggal di rumah saya saja dulu sebelum ke Jakarta" kata temanku. 

"Ya sudah aku mau sambil lihat-lihat pekerjaan yang cocok untukku disini" jawab ku. 

Hampir satu minggu aku tinggal dirumah teman tersebut. Sampai suatu hari dia bilang bahwa dia sudah dapat pekerjaan di sebuah klinik. Aku pun diajak untuk ikut kerja bersamanya. 

"Bang Idris, alhamdulillah saya sudah dapat kerjaan di klinik, jadi bagaimana kalau rencana kita ke Jakarta kita tunda saja, bagusnya abang ikut kerja sama saya saja" ajak temanku.

"Ya sudah jika memang baiknya begitu" jawabku.

Ilustrasi klinik

Kemudian aku bekerja di sebuah klinik di Rangkasbitung bertugas sebagai supir antar karyawan membagikan brosur. Selama satu bulan setengah saya melakukan pekerjaan itu sampai akhirnya saya diminta menjadi petugas jaga pendaftaran sekaligus ikut praktek memberikan pengobatan. Padahal aku tidak memiliki ijin resmi dari pemerintah. Aku hanya memiliki ijin dari pemilik klinik.

Selama lima bulan aku jalan profesi itu sampai akhirnya aku dipercaya mengelola klinik tersebut. Oia, klinik yang tadi aku ceritakan merupakan klinik herbal yah, bukan klinik seperti umumnya yang dikelola resmi oleh dokter. 

Suatu waktu, saat memarkirkan mobil, karena kerusakan sistem yang ada di mobil, aku tidak bisa mengendalikan mobil tersebut hingga menabrak rumah orang. Rumah itu pun hancur dibagian depannya.

Pemilik rumah meminta pertanggung jawaban. Aku minta bantuan kepada teman-teman di klinik. Tapi respon mereka negatif. Satu persatu mereka pergi dan resign dari klinik. Sampai akhirnya aku berjuang sendiri untuk mempertanggung jawabkan kelalaianku.

Akhirnya aku menjalankan operasi klinik itu sendiri. Pemilik klinik sudah sangat mempercayakan kliniknya padaku.

Suatu ketika aku bertemu dan berbincang dengan seorang kawan yang mempunya toko kosmetik. Penghasilannya lumayan. Padahal kalau diperhatikan toko tersebut tidak terlalu ramai. Ada sebuah kejanggalan disini. Tentu aku penasaran bagaimana bisa ia mendapatkan hasil yang besar itu.

Selidik punya selidik, akhirnya aku tahu bahwa penghasilan tersebut diperoleh dari penjualan beberapa obat terlarang seperti eximer, tramadol, dan tri X. Barang-barang itu dijual secara ilegal.

Eximer sebenarnya merupakan obat penenang saat akan operasi. Sedangkan tramadol merupakan obat pereda rasa sakit. Dan Tri X atau thrihexifenidil sebenarnya adalah obat untuk gejala parkinson.

Semua obat tersebut seharusnya dijual berdasarkan resep dokter. Namun toko kosmetik milik temanku menjualnya secara bebas dan pembeli menyalahgunakan obat itu. 

Penyalahgunaan obat dengan cara meminum melebihi dosis semisal meminum 5 sampai 10 butir sekaligus. Atau bahkan lebih. Tujuannya adalah untuk mendapat efek tenang atau efek lain yang diinginkan pengguna. 

Saat itu aku masih tidak terlalu peduli dan awam akan hal itu. Tapi aku pun rasanya tertarik menjual obat-obat terlarang ini. Walau harga relatif murah, tapi peminatnya cukup banyak.

Aku menjual obat-obat itu di klinik yang dipercayakan pada ku tanpa sepengetahuan pemilik. Aku dapatkan obat-obat itu dari teman lain yang memiliki pekerjaan yang sama.

Kebanyakan pembeli obat-obatan itu merupakan remaja tanggung atau mereka yang masih berusia muda. Tapi tidak jarang pula yang sudah berumur.

Ilustrasi toko kosmetik

Karena hasil yang menggiurkan aku pun memberanikan diri resign dar klinik untuk membuka toko kosmetik. Didalamnya tentu aku menyisipkan menjual obat-obat itu. Modal awal aku ambil dari tabunganku selama di Malaysia. Sekitar 40 juta-an. 

Di toko kosmetik yang pertama aku buka, aku mendapatkan omset sekitar Rp 800 ribu per hari. Di bulan kedua, omset dari toko ini mencapai 1.9 juta. Angka yang luar biasa. Disana aku pekerjakan tiga orang karyawan. Aku sendiri lebih fokus dengan urusan mencari penyedia dan pemasok barang.

Karena kesuksesan di toko pertama, aku buka toko kosmetik kedua. Dari toko kedua omset bisa mencapai 3.7 juta. Dan aku kembali buka toko ketiga dengan omset 2.5 juta . Jika aku total dari semua toko, omset kotor di atas 200juta sebulan. Setelah dikurangi berbagai biaya, aku bisa meraup keuntungan sekitar 140juta-an.

Selama enam bulan berjalan, penghasilan yang aku terima sangat besar. Sampai suatu waktu aku mengajak karyawan kepercayaan ke showroom mobil untuk memilih mobil yang akan dibeli.

"Menurutmu, mobil mana yang pas untukku?" tanyaku pada karyawan yang ku ajak ke showroom.

"Yang ini cocok buat Bang Idris" jawabnya sambil menunjuk sebuah mobil MPV. 

"Ya sudah sekarang kamu pilih mana yang kamu suka!" kata ku. 

"Saya yang ini saja Bang" jawabnya sambil menunjuk mobil orange yang masuk kelas LCGC. 

"Ok, nanti kita ke sini lagi, kita beli secara cash mobil yang kita mau" kataku.

Kami pun kembali ke toko kami dan terus bekerja seperti biasa agar mobil - mobil impian itu bisa didapatkan. Dan kami pun berhasil memiliki mobil-mobil impian kami.

Penghasilanku memang cukup besar saat mengelola tiga toko kosmetik itu. Sangat jauh jika dibandingkan penghasilanku sebagai operator alat berat di Malaysia. 

Karena uang yang aku miliki cukup banyak, aku kepikiran untuk membuka warung grosir yang dibuka 24 jam. Orang sini menyebutnya warung Madura. Yang membedakan dengan warung lain adalah jumlah barang lebih lengkap dengan harga lebih murah dan buka sehari penuh. Warung ini pun berhasil aku buka dan mendapatkan penghasilan lebih dibanding sebelumnya.

Selain buat membuka warung tersebut, aku juga gunakan uang itu untuk senang-seang semisal membeli shabu dan pesta minuman keras bersama teman. Aku jadi memiliki kebiasaan baru. Aku jadi pecandu shabu. Begitu juga minuman keras. 

Oia, tapi aku tak pernah sekali pun mengirim uang hasil dari toko kosemtik itu untuk keluargaku di Aceh. Aku tidak ingin keluarga ku menikmati uang dari hasil kerja tersebut. Paling aku membeli barang semisal hp atau laptop dan aku kirim ke sana.

"Dor..dor..dor" pintu digedor.

"Keluar!! " suara orang dari luar kamar.

Waktu itu masih pagi sekitar pukul 6 pagi dan aku masih dalam keadaan tertidur. Karena teriakan itu aku kebangun dan membuka pintu. Didepan pintu kontrakan ada sekitar 12 orang pakai baju preman dengan senjata lengkap ada yang laras panjang dan pistol.

"Selamat pagi" ucap salah seorang dari mereka. 

"Pagi pak" jawabku.

"Bisa bicara sebentar" jawabnya.

"Iyah nggak apa-apa pak, dalam rangka apa?" tanya ku

"Kamu cuci muka dulu saja dulu" kata orang itu.

Setelah cuci muka aku kembali keluar dan mereka memperkenalkan diri bahwa mereka adalah polisi. Mereka tunjukan surat penangkapan untukku. Aku lemah. Aku pasrah saat itu.

Setelah itu aku dibawa untuk menunjukan tempat penyimpanan obat-obat yang biasa aku jual. Ternyata mereka sudah tahu tempat penyimpanan atau gudang obat miliku. Itu ulah cepu. Cepu merupakan panggilan penghianat yang membocorkan informasi kepada polisi. 

Polisi - polisi itu tidak memiliki kunci masuk. Kunci ada di aku. Aku pun diminta membuka gudang tersebut. Mereka masuk dan menemukan obat-obatan yang aku simpan. Semua akhirnya dijadikan barang bukti oleh mereka. 

Aku kemudian di bawa ke markas polisi yang khusus menangani peredaran obat terlarang. Disana aku diminti keterangan dalam sebuah acara pemeriksaan. Hasilnya berupa berita acara pemeriksaan (BAP) yang menjeratku sebaga pelanggar hukum. Aku disangkakan pasal peredaran obat berbahaya dengan ancaman 15 tahun penjara

Sebelumnya saat aku diamankan polisi, beberapa barang miliku seperti satu unit mobil, satu unit motor, tiga unit handphone, kartu atm, jam tangan, cincin dan kalung emas di ambil sebagai barang bukti.

Dari hasil pengembangan, aku baru tahu bahwa penangkapan ini berawal dari karyawan di warung madura yang aku kelola. Mereka diluar sepengetahuanku menjual obat-obatan yang sama yang dibeli dari toko kosmetik milikku. Dari situ merembet sampai akhirnya polisi menemukan dalangnya, yaitu aku.

Ilustrasi penjara

Aku menjalani hukuman sebagai tersangka di markas polisi sekitar satu bulan yang kemudian dipindahkan ke rumah tahanan (rutan) untuk disidangkan. 

Selama menjadi tahanan polisi aku tidak mengalami penyiksaan fisik yang berarti dibanding tahanan lain. Polisi sempat memberikan tekanan dengan memberikan pukulan sepatu ke muka ku agar aku menunjukan bandar besar atau dari mana aku peroleh barang. Tapi ku katakan mereka sudah pergi ke luar negeri. Hanya itu yang aku terima.

Selama lima bulan aku tidak memberi kabar ke keluarga bahwa aku dipenjara. Setelah itu baru aku kasih kabar lewat telpon yang disediakan pihak rutan.

Aku ceritakan pada keluarga kalau aku sekarang ditahan. Reaksi keluarga sangat terkejut dan tidak menyangka sama sekali. Mereka hanya tahu bahwa aku sedang bekerja di Banten.

Mamakku pingsan saat mendengar aku dipenjara. 

"Iban keadaan nya, sehat keh, hanai poh poh?" tanya mamakku saat sudah tersadar.

"Hana ma, lun sehat" jawabku. 

"Dihukum padid tun?" tanya mamak.

"Ancaman jih lima belas tahun" timpalku. 

"Na ureng tuereh proses, jinau?" tanya mamak lagi.

"Hana ma" jawabku.

"Katulih alamat be lengkap" kata keluarga ku yang lain. 

Setelah aku beri alamat lengkap, beberapa hari kemudian keluarga datang dari Aceh untuk mengurus proses hukum yang sedang menjeratku. 

Akhirnya aku disidangkan dengan berbagai bukti yang memberatkan dan meringankan akhirnya aku divonis 4 tahun. 

Kini aku resmi menyandang status narapidana. Aku pun dipindahkan dari rutan ke lapas.

Aku pun menjalani hari- hari di lapas dengan penuh penyesalan. Memang benar aku mudah memperoleh uang saat itu, tapi uang itu lenyap seketika bahkan uang keluarga pun terpakai untuk mengurusku. Lebih dari 140juta biaya untuk mengurusku.

Aku minta maaf sama keluarga karena ulahku mereka jadi direpotkan. Aku tak ingin lagi usaha dari cara-cara seperti itu. Lebih baik bekerja keras karena uang yang didapat lebih berkah. 

"Doakan aku agar aku bisa menjalani hukuman dengan tenang dan doakan aku menjadi lebih baik" kata ku pada semua teman dan keluarga. Aku berjanji dalam hati, setelah semua ini berakhir aku akan kembali bekerja keras untuk keluargaku. Bukan dengan cara tidak halal, tapi dengan curahan keringat agar apa yang aku dapat lebih berkah dinikmati.

#cerpen #belajarmenulis

1 comment: