Dalam beberapa kesempatan mengikuti ulangan semester, banyak diantara siswa selalu mendapat skor nilai rata - rata rendah. Terkait hal ini, muncul beberapa spekulasi tentang penyebab rendahnya nilai siswa tersebut antara :
1. Siswa malas atau enggan belajar
2. Guru belum maksimal menyampaikan materi yang di ajarkan
3. Tingkat kesulitan soal yang tinggi
4. Kurangnya bimbingan orang tua dirumah
5. Pembelajaran yang tidak efektif di sekolah
Terlepas dari beberapa penyebab yang disebutkan di atas, saya melihat rendahnya nilai siswa terkait dengan sistem pelaksanaan ulangan semester itu sendiri. Beberapa fakta terkait dengan sistem pelaksanaan ulangan semester di lingkungan kerja saya adalah sebagai berikut :
1. Soal ulangan disusun oleh kelompok kerja guru berupa KKG atau MGMP
2. Tidak seluruh anggota kelompok tersebut dilibatkan atau berpartisipasi dalam penyusunan soal
3. Soal yang dihasilkan diserahkan kepada dinas pendidikan untuk dicetak atau diperbanyak
4. Sekolah menerima soal dari dinas pendidikan untuk diujikan kepada siswa di sekolahnya
Lalu apa yang salah dengan sistem tersebut?
Seperti diuraikan dalam permendikbud nomor 23 tahun 2016 tentang standar penilaian, penilaian adalah proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk mengukur pencapaian hasil belajar peserta didik. Sedangkan ulangan adalah proses yang dilakukan untuk mengukur pencapaian kompetensi peserta didik secara berkelanjutan dalam proses pembelajaran untuk memantau kemajuan dan perbaikan hasil belajar peserta didik. Ulangan sendiri berbeda dengan ujian. Ujian biasanya terkait dengan penyelesaian dari suatu satuan pendidikan.
Selanjutnya, masih dari permendikbud yang sama, penilaian pendidikan dasar dan menengah terdiri atas penilaian oleh pendidik, penilaian oleh satuan pendidikan, dan penilaian oleh pemerintah. Pada posisi penilaian hasil belajar oleh pendidik atau satuan pendidikan, penilaian disebut sebagai ulangan. Sedangkan penilaian yang dilakukan oleh pemerintah akan disebut ujian, semisal Ujian Nasional. Maka dalam konteks ulangan semester, pendidiklah yang seharusnya berperan melakukan penilaian atas hasil belajar peserta didiknya, agar ia bisa memantau kemajuan belajar peserta didik dan melakukan tindak lanjut yang diperlukan. Namun, jika soal yang disusun dalam mengukur pencapaian kompetensi dibuat oleh dinas pendidikan, ini berarti bahwa penilaian pendidikan dilakukan oleh pemerintah, bukan oleh pendidik.
Terkait dengan prinsip penilaian, terdapat beberapa prinsip yang harus dijadikan acuan dalam melakukan penilaian antara lain :
1. Shahih
2. Objektif
3. Adil
4. Terpadu
5. Terbuka
6. Menyeluruh
7. Sistematis
8. Beracuan Kriteria
9. Akuntabel
Dari beberapa prinsip tersebut, jika mengacu sistem seperti di atas, sepertinya akan terbentur pada prinsip shahih, objektivitas dan keadilan. Faktanya, penyusunan soal ulangan semester yang ada tidak diujikan terlebih dahulu untuk mengukur validitas dan reliabilitasnya - atau mungkin saya tidak tahu. Terkait hal ini, saya menyangsikan bahwa soal yang digunakan benar - benar mengukur apa yang seharusnya diukur.
Terkait prinsip objektif dan adil, jika soal disusun oleh dinas pendidikan dengan meminta bantuan hanya pada beberapa perwakilan unsur guru dalam kelompok kerja guru yang ada untuk menyusunnya, maka soal yang dibuat pasti akan sangat subjektif dan tidak adil bagi guru atau siswa di sekolah lain. Saya coba ilustrasikan seperti ini :
Bayangkan seorang guru akan menjelaskan tentang gajah. Guru pada sekolah A memfokuskan pembelajaran terkait unsur fisik gajah seperti belalai, gading, telinga dan sebagainya . Sedangkan pada sekolah B, guru justru tidak memfokuskan pada ciri fisik gajah, ia memberikan pembelajaran terkait berbagai jenis gajah dan asal gajah tersebut. Pada sekolah C, guru lebih memfokuskan pada berbagai makanan gajah. Dan pada sekolah D yang terkenal dengan fasilitas yang lengkap, siswa diarahkan untuk mempelajari berbagai aspek dari gajah mulai dari ciri fisik, jenis, makanan dan sebagainya tentang gajah walau terbentur dengan waktu yang minim. Suatu ketika, guru dari sekolah C diminta oleh dinas pendidikan untuk membuat soal ulangan. Sudah dapat dipastikan, soal yang dibuat akan terkait dengan berbagai jenis makanan gajah. Jika soal seperti itu yang digunakan, bagaimana nasib peserta didik dari sekolah A atau B yang belum pernah mempelajarinya. Mungkin bagi peserta didik di sekolah D masih sanggup untuk menjawab walau tidak sesempurna yang ada di sekolah C.
Memang benar setiap guru seharusnya beracuan pada kompetensi dasar yang telah dirumuskan dalam standar isi. Tapi perlu disadari, penjabaran dari kompetensi dasar oleh satu guru dengan guru lain tidak akan pernah sama persis. Kompetensi dasar cakupannya masih sangat luas. Setiap indikator pencapaian kompetensi yang disusun satu guru pasti akan berbeda dengan yang disusun oleh guru lain. Dalam pelaksanaan pembalajaran yang dilakukan untuk pencapain kompetensi itu pun pasti sangat beragam. Pun demikian dengan fokus materi dalam pembelajaran yang dilakukan. Beberapa perbedaan inilah yang kemudian menjadi masalah saat soal yang diberikan kepada peserta didik diseragamkan oleh dinas pendidikan.
Dari uraian di atas, saya coba ingin mengatakan bahwa rendahnya nilai siswa pada ulangan semester tidak sepenuhnya salah siswa atau pembelajaran yang dilakukan guru - walau keduanya sangat mempengaruhi hasil belajar. Sistem penilaian yang dilakukan pun ternyata memiliki andil sebagai penyebab rendahnya nilai siswa. Instrumen soal yang diseragamkan untuk proses pembelajaran yang berbeda dengan daya dukung yang berbeda pula menyebabkan instrumen tersebut kehilangan prinsip kesahihannya, objektivitas serta keadilannya. Maka sudah sepatutnya sistem penilaian pada ulangan semester yang selama ini dilakukan untuk di evaluasi kembali.
Seharusnya, penilaian yang menjadi ranah tugas pendidik dilakukan oleh pendidik itu sendiri. Artinya, instrumen disusun oleh pendidik sesuai dengan pembelajaran beracuan kompetensi dasar yang ia lakukan di sekolah. Dan seandainya penilaian tetap diseragamkan antara satu sekolah dengan sekolah lain pada ulangan semester, hendaknya instrumen yang disusun melibatkan seluruh unsur pendidik yang berkepentingan dengan tidak lupa menguji validitas serta reliabilitas dari instumen itu sendiri. Namun jika tidak sanggup melibatkan semua unsur yang berkepentingan, bisa saja instrumen disusun perwakilan pendidik dengan kisi - kisi soal yang bersifat spesifik telah diketahui oleh pendidik lainnya sebelum melakukan pembelajaran sehingga pembelajaran selain berfokus dalam pencapaian kompetensi, pembelajaran juga tidak meluas kepada hal lain yang tidak akan diujikan.
Namun jika ulangan semester tetap mengacu pada sistem yang ada, maka guru harus lebih bekerja keras untuk bisa melaksanakan pembelajaran dengan mengacu pada kompetensi dasar secara lebih mendalam dan luas sehingga semua indikator pencapaian kompetensi yang ada tercapai. Guru juga harus jeli meramu pembelajaran yang ia lakukan agar tidak fokus hanya pada beberapa indikator pencapaian kompetensi saja.
Demikian tulisan tentang mengapa nilai ulangan semester siswa rendah. Mohon maklum jika masih terdapat persepsi yang salah dengan tulisan sederhana ini. Silahkan berikan komentarnya pada kolom komentar dibawah.
No comments:
Post a Comment