Laman

Guru Pahlawan Tanpa Tanda Jasa, Masih Relevankah??

Guru pahlawan tanpa tanda jasa

Jagoan Banten - Jika mendengar kata pahlawan, otak seakan mengajak pada beberapa peristiwa pertempuran heroik semasa merebut dan mempertahankan kemerdekaan. Mereka yang gugur dalam perlawanan menghadapi penjajah itulah yang biasa kita sebut pahlawan.

Mengapa mereka disebut pahlawan? Pahlawan bagi kebanyakan kita berarti orang yang dengan sukarela mengorbankan apapun milikinya termasuk nyawa sekalipun untuk membela kebenaran atau kepentingan orang banyak. 

Definisi ini tentu akan berbeda untuk setiap kepala. Bergantung bagaimana sudut pandang yang melatarbelakanginya. 

Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, pahlawan berarti orang yang menonjol karena keberanian dan pengorbanannya dalam membela kebenaran atau pejuang yang gagah berani. 

Dari definisi di atas pahlawan memang erat kaitannya dengan sifat berani dan sikap rela berkorban untuk membela yang menurutnya benar. 

Kebenaran itu sendiri bersifat relatif semisal dalam kelompok mafia seseorang rela mati demi membela kelompoknya. Pada saat ia tewas, bagi kelompok tersebut ia di anggap pahlawan.

Begitu juga para pejuang yang melawan penjajahan bangsa asing misalnya, dari sudut pandang kita mereka merupakan pahlawan yang ingin melawan penindasan, tapi bagi bangsa penjajah itu mereka dianggap pemberontak. 


Apakah guru bisa dikategorikan sebagai pahlawan? 


Untuk menjawab pertanyaan ini, coba kita identifikasi apakah sifat pahlawan ada pada diri guru. 


Dahulu, guru ikut berjuang melawan penjajah melalui pendidikan dengan membangun jiwa-jiwa nasionalis dengan tujuan akhir Indonesia Raya. Segenap jiwa raga diarahkan untuk tujuan itu.

Bukan tanpa resiko, bangsa asing atau penjajah tentu tidak senang jika penduduk pribumi semakin cerdas karena itu akan sangat mengancam kedudukan mereka. 

Semasa awal kemerdekaan, guru juga harus berjuang keras untuk membangun kesadaran dan jiwa kebangsaan melalui pendidikan. Semangat nasionalisme, cinta tanah air dan persatuan Indonesia menjadi fokus utama yang disemaikan melalui pendidikan di sekolah-sekolah. 

Dengan melihat besarnya perjuangan guru pada masa itu untuk kepentingan bangsa dan negara, jadi wajar jika guru disebut sebagai pahlawan. Hanya saja pahlawan ini tidak diberikan tanda jasa atau medali penghargaan. Maka muncullah sebutan guru sebagai "pahlawan tanpa tanda jasa".

Dalam perkembangannya, pada masa Orde Baru guru terus dipuja dengan sebutan pahlawan tanpa tanda jasa. Perjuangan guru melalui pendidikan seolah tidak kenal lelah dan tidak berorientasi imbalan melainkan sebuah pengabdian hanya untuk negara.

Walau pada masa ini guru disebut-sebut sebagai pahlawan, alternatif pendapat menyatakan bahwa sebutan pahlawan tanpa tanda jasa merupakan bagian dari propaganda pemerintah agar para guru tetap bersemangat memajukan pendidikan bangsa ditengah minimnya upah yang mereka terima.

Propaganda ini persis seperti yang dilakukan Presiden Soekarno saat ia mengatakan bahwa Indonesia dijajah 350 tahun oleh Belanda. Tujuannya agar terpantik semangat nasionalisme untuk menghadapi para penjajah. Padahal faktanya Indonesia tidak dijajah selama itu. 

Atau sama halnya ketika Jepang memuji para pekerja Romusha dengan sebutan pahlawan pekerja. Kenyataannya bagaimana?

Terkait gaji guru, sebuah lagu Iwan Fals yang berjudul Oemar Bakrie mungkin bisa mewakili betapa profesi guru dianaktirikan yang digambarkannya dengan kalimat "gaji guru seperti dikebiri". 

Gaji guru saat itu benar - benar jauh dari kata cukup. Saya berani mengatakan demikian karena saya merupakan anak seorang guru. Saya tahu persis kehidupan seorang guru di masa Orde Baru. 

Gaji satu bulan tidak cukup untuk hidup seminggu. Untuk bertahan hidup dengan cara gali lobang tutup lobang. Bahkan sudah sangat biasa makan beras tidak layak makan yang dibagikan oleh Bulog.

Profesi guru bukan profesi yang membanggakan. Para orang tua malu memiliki menantu seorang guru. Begitu juga di mata kaum muda, profesi guru menjadi pilihan terakhir saat tidak adalagi pilihan pekerjaan yang cocok.

Kampanye guru sebagai pahlawan tanpa tanda jasa terus digaungkan agar guru tetap bersemangat dengan kondisi seperti itu. 

Dan saya kira, wajar guru disebut pahlawan dengan melihat besarnya pengorbanan untuk negara. Tapi saya tidak terlalu suka sebutan tersebut terus digaungkan hanya untuk menutupi ketidakmampuan pemerintah mensejahterakan kehidupan guru.

Kesejahteraan guru mulai membaik sejak adanya Reformasi. Terlebih pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). 

Almarhum bapak saya yang seorang guru pernah mengatakan, para guru di Indonesia harus sangat berterima kasih kepada Pak SBY. Perjuangan PGRI disambut baik pada masa ini yang ditandai hadirnya Undang-Undang Guru dan Dosen.

Guru dianggap sebagai sebuah profesi yang membutuhkan keahlian khusus. Tidak semua orang bisa menjadi guru kecuali mereka yang memenuhi syarat-syarat tertentu. Jika terpenuhi, maka guru layak diberi sertifikat Pendidik. Artinya dia berhak menjadi seorang guru profesional.

Sebagai sebuah profesi tentu saja kesejahteraannya pun harus layak. Kesejahteraan guru meningkat drastis dengan adanya tunjangan sertifikasi. Tunjangan ini diberikan kepada mereka yang sudah mendapat sertifikat pendidik.

Masih di era SBY, gaji guru setiap tahun mengalami kenaikan disesuaikan dengan tingkat inflasi. Tambahan penghasilan dengan adanya gaji ke 13 atau gaji ke 14 juga ikut meningkatkan pendapatan guru setiap tahunnya. Guru mulai merasakan hidup layak dan sejahtera hingga sampai saat ini.

Saat ini, guru juga menjadi salah satu profesi yang banyak diminati. Hal ini dibuktikan dengan membeludaknya pelamar saat dibuka lowongan menjadi guru oleh pemerintah.

Guru merupakan profesi yang dibayar dengan profesional. Berkerja sebagai guru bukan atas dasar sukarela. Tidak perlu juga keberanian lebih untuk menjadi seorang guru karena tidak adanya ancaman dari siapapun atau situasi apapun. 

Lalu masih layakkah disebut pahlawan tanpa tanda jasa?


Oia dong, guru berkontribusi mencerdaskan kehidupan bangsa. Berarti banyak jasanya pada negara. Jadi wajar guru disebut pahlawan tanpa tanda jasa. 

Wah kalau begini, nelayan pun harus disebut pahlawan tanpa tanda jasa. Mereka dengan gagah berani melaut hanya untuk memenuhi kebutuhan protein bangsa. 

Begitu juga para petani. Jasa mereka untuk kehidupan bangsa sangat banyak. Bayangkan tanpa petani. Apa yang kita makan merupakan hasil pertanian. Jadi kontribusi mereka terhadap bangsa besar juga. Mereka pahlawan tanpa tanda jasa jugakah?

Bagaimana dengan dokter? Urusan kesehatan masyarakat jadi tanggungjawabnya. Kontribusi mereka juga sangat besar untuk negara. Dokter pahlawan tanpa tanda jasa jugakah?

Dan masih banyak profesi lain yang berkontribusi besar terhadap bangsa. Apakah mereka juga disebut pahlawan tanpa tanda jasa?

Saya kira, dengan melihat hal di atas, sebutan guru sebagai pahlawan tanpa tanda jasa sudah tidak relevan lagi. Seperti diuraikan sebelumnya, pahlawan identik dengan sifat berani dan rela berkorban serta memberikan kontribusi yang besar untuk negara.

Saat ini, untuk menjadi guru tidak butuh keberanian, malah banyak yang mau jadi guru. Guru juga tidak berkorban banyak, karena pekerjaannya sudah dibayar layak oleh pemerintah selayaknya sebuah pekerjaan profesional. Dan jika guru memberikan kontribusi besar untuk negara, profesi lain juga sama. 

Walau demikian, dalam kasus tertentu, guru mungkin masih bisa dikategorikan sebagai pahlawan semisal guru di daerah tertinggal atau para guru honorer yang mendapat upah rendah. 

Untuk menjadi guru di daerah tertinggal dan terdalam, dibutuhkan keberanian lebih karena medan yang tidak bersahabat. Sifat rela berkorban untuk bisa memajukan pendidikan ditempat itu pun pasti sangat dibutuhkan. Pengorbanan jauh dari keluarga, hidup dalam keterbelakangan, jauh dari keramaian, dan sebagainya. 

Begitu juga dengan guru honorer. Walau upah tidak sepadan, mereka tetap bertahan untuk terus mencerdaskan kehidupan bangsa. Karena pengorbanan dan kontribusinya pada negara, mereka ini pantas disebut pahlawan tanpa tanda jasa. 


Simpulan


Sebutan pahlawan tanpa tanda jasa untuk guru semasa kemerdekaan atau sebelumnya mungkin layak diberikan karena butuh keberanian lebih serta pengorbanan luar biasa untuk menjadi guru dalam mencerdaskan anak bangsa. 

Semasa orde baru, stereotip guru pahlawan tanpa tanda jasa lebih pada propaganda pemerintah untuk menutupi ketidakmampuan dalam mensejahterakan guru. 

Guru dipuja sebagai pahlawan agar mereka tetap bersemangat menjalankan perannya untuk mencerdaskan anak bangsa ditengah minimnya upah yang mereka terima. 

Saat ini, dengan melihat kelayakan upah yang diterima guru serta bentuk penghargaan lain, sepertinya ungkapan guru sebagai pahlawan tanpa tanda jasa sudah tidak relevan terutama untuk guru PNS bersertifikat pendidik yang sudah mendapat tunjangan sertifikasi.

Tapi, sebagian diantara guru tersebut memang masih pantas disebut pahlawan terutama guru di daerah terdalam terluar serta para guru honerer. 

Tidak penting sebuah label pahlawan, yang terpenting niat dan tekad tetap untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Kesejahteraan hidup dari penghasilan layak merupakan bonus semata. 

#Opini

11 comments:

  1. Mantap ulasannya

    ReplyDelete
  2. Wah mantap uraian nya. Apa yang disampaikan menurut saya memang beralasan. Tidak bisa dibantah. Tinggal penyamaan persepsi dan membuka mata lebih lebar akan konteks guru saat ini yg sda mendapatkan apresiasi yang cukup dari pemerintah 🙏

    ReplyDelete
  3. Bgus banget ulasannya bli Ilalang. Sekarang sebutan guru yang mengajar dan mendidik di sekolah bukan lagi, Pahlawan Tanpa Tanda Jasa. Guru era sekarang sudah menjadi PAHLAWAN PEMBANGUN INSAN CENDEKIA, sebagaimana dalam perubahan Hyme Guru.
    Salam literasi
    Indahnya PGRI berbagi.

    ReplyDelete
  4. Woow mantab artikelnya lanjut slmt hari guru

    ReplyDelete
  5. Luaar biasa idenya..
    Guru yg layak disebut pahlawan adalah para honorer yg mengabdi belasan tahun dg gaji yg jauh dari layak...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Benar Bu, mereka layak disebut pahlawan walau sebenarnya sebutan itu tidak dibutuhkan mereka, mereka butuh keseriusan pemerintah untuk bisa membantu mereka jadi guru profesional dengan gaji yang layak melalui pengangkatan menjadi PNS misalnya

      Delete