Banyak di antara kita lebih memilih jadi penulis buku dibanding penulis blog. Alasannya pun beragam, mulai dari motif ekonomi, bentuk aktualisasi diri, penyaluran hobi, sampai hanya sebagai syarat kenaikan pangkat misalnya.
Beberapa alasan mengapa saya lebih senang menjadi penulis blog antara lain :
Pertama, penulis blog tidak terikat kontrak dengan apapun dan siapapun selain UU ITE sehingga bebas mengemukakan ide atau pikiran-pikiran menggunakan bahasa sesuka atau sebisa penulis. Tidak ada pula yang akan menghakimi tulisan kita entah baik atau buruk.
Kedua, tulisan diblog bisa beragam tema dengan kemasan bahasa populer dan tulisan relatif singkat padat.
Ketiga, tulisan diblog jadi jejak digital yang selalu ada selama fasilitas ini tersedia.
Keempat, saat ini era-nya digital, orang lebih senang membaca lewat internet dibanding buku.
Kelima, menerbitkan buku itu relatif ribet, mulai dari menyusun naskah, swasunting, menyiapkan kelengkapan dan lain sebagainya.
Dan buku yang dibuat belum tentu laku dipasaran sehingga cita-cita berbagi kebaikan melalui tulisan kandas pada buku terbengkalai.
Kecuali kalau memang buku kita berkualitas dan dibutuhkan banyak orang. Mungkin lain cerita. Namun rasanya saya belum sanggup membuat buku seperti itu.
Beda halnya dengan blog, jangkauannya lebih luas. Selama ada akses internet, pasti bisa dibaca di mana pun dan kapan pun selain tentu dengan tidak mengeluarkan biaya untuk membelinya.
Itu beberapa alasan saya kenapa lebih memilih blogger ketimbang jadi penulis buku. Saya tidak butuh populeritas. Saya hanya ingin membagikan kebaikan melalui tulisan.
Mungkin pemikiran saya ini berbeda halnya dengan salah satu narasumber kelas menulis KSGN yang bernama Rita Wati, S.Kom. Ia memilih jadi blogger sekaligus penulis buku.
Sampai saat ini ia aktif mengelola blog pada tiga domain: blogger.com, wordpress.com dan kompasiana.com.
Selain penulis blog, Ia juga berhasil menulis tiga buku solo yang salah satunya berkolaborasi dengan Prof. Richardus Eko Indrajit. Selain itu ia juga sukses menjadi bagian dari penulis beberapa buku antologi.
Bagaimana kisahnya bisa menjadi penulis blog dan penulis buku, berikut pemaparannya.
Bermula Dari Blog
Bu Rita Wati memulai ceritanya ketika tahun 2001 terinspirasi dari teman satu kos yang sudah menjadi penulis buku. Tapi saat itu ia masih bingung harus memulai dari mana dan mau menulis apa. Akhirnya keinginan menulis buku pun kandas.
Pada tahun 2005, ia kembali bersemangat untuk menulis. Medianya melalui blog karena tahun tersebut blog memang sedang booming. Tapi karena terkendala akses internet yang harus bolak balik warnet, kembali semangat menulisnya kandas.
Blog yang ia kelola pun seolah sudah penuh sarang laba-laba karena tidak pernah dirawat. Dan lebih parah, ia berpikir bahwa ia tidak memiliki bakat dalam dunia tulis menulis.
Tahun 2011 ia mencoba mulai menulis lagi di blog. Bulan pertama mampu membuat enam postingan, bulan berikutnya tiga postingan, dan lambat laun ia mulai jenuh dan kembali mengabaikan blog yang dibuatnya.
Berlakunya kurikulum 2013 yang menghapus pelajaran TIK membuat ia merasa resah. Ia merupakan seorang guru TIK. Tentu saja kebijakan ini akan mengancam posisinya sebagai guru TIK.
Ia ungkapkan keresahannya tersebut dalam sebuah tulisan bahasa Inggris yang diikutsertakan dalam sebuah lomba di UNDHIKSA. Peserta lomba merupakan guru-guru bahasa Inggris. Walau bukan guru bahasa, ia tetap ikut lomba tersebut sekedar ungkapkan unek-unek hati karena temanya pas tentang kurikulum 2013.
Diluar dugaan, Rita Wati berhasil menjadi finalis dalam lomba tersebut. Tapi rupanya ini juga tulisan terakhir sebelum akhirnya kembali vakum menulis.
Pandemi Covid-19 melanda Indonesia yang memaksa aktivitas pembelajaran tatap muka di sekolah dihentikan menjadi belajar dari rumah. Hikmahnya Bu Rita Wati mulai kembali menulis di blog untuk menyediakan sumber belajar bagi siswa. Lagi-lagi beberapa waktu kemudian semangatnya kembali kandas.
Sampai suatu ketika, semangatnya terpantik saat mengikuti webinar, Ketum PGRI Pusat Prof. Unifah mengatakan bahwa setiap ada pelatihan menulis peserta dari Bali hanya sedikit dibanding daerah lain.
Dari sini, ia termotivasi untuk bergabung ke dalam kelas menulis Komunitas Sejuta Guru Ngeblog (KSGN) yang diprakarsai Wijaya Kusumah (Om Jay).
Walau sebenarnya ia sudah mengetahui kelas menulis ini sejak lama, namun ia baru bergabung pada gelombang 10.
Mulai Aktif Menulis
Sejak bergabung dengan kelas menulis KSGN Gelombang 10, Bu Rita Wati mulai aktif menulis. Hal ini dipicu karena ada kewajiban membuat resume untuk setiap pertemuannya dan dimuat dalam blog milik sendiri.
Dari motivasi inilah, semangat menulis semakin menggebu dan mencoba ikut beberapa kegiatan menulis ditempat lain yang sampai mendapat beberapa hadiah menarik.
Kebiasaan menulis dengan membuat resume di kelas menulis KSGN membuat keterampilan menulis semakin terasah. Belum lagi berbagai tips yang dibagikan narasumber yang diikuti semakin membuat Bu Rita Wati konsisten dalam menulis.
Menerbitkan Buku
Setelah berhasil menulis 20 resume di blog, tantangan baru muncul. Bu Rita Wati harus bisa menerbitkan buku. Ia pikir cukuplah 20 resume jadi sebuah buku. Tapi ternyata Om Jay memberi tambahan 10 pertemuan lagi.
Awalnya ia berpikir tak perlu untuk kembali meresume. Tapi semangatnya kembali terpicu. Ia menulis lagi resume itu. Sampai akhirnya ia ditawari salah seorang narasumber untuk menjadi kurator. Ia pun menerima tawaran itu.
Berikutnya ia mendapat tantangan dari Prof. Richardus Eko Indrajit untuk menulis buku selama satu bulan. Awalnya iya ragu. Tapi kemudian tantangan ini ia terima di menit-menit terakhir.
Hasilnya, dari kumpulan resume dan aktivitas menulis lain termasuk jawaban atas tantangan Prof. Eko, ia berhasil menerbitkan tiga buku solo dan beberapa buku antologi.
Sampai saat ini, ia terus aktif menulis di blog dan juga menulis buku. Dua hal ini ia bisa lakukan seiring sejalan.
Penutup
Saya kira kisah Bu Rita Wati tersebut cukuplah memotivasi bagi blogger yang juga ingin menulis buku.
Kalau mau jujur, sampai saat ini saya masih ragu apa akan menerbitkan buku dari hasil resume yang saya buat ini atau terus berkarya lewat blog. Walaupun keduanya bisa dilakukan bersamaan.
Apa yang terjadi pada Bu Rita Wati semoga bisa jadi memotivasi khususnya bagi saya untuk bisa menerbitkan buku. Walau pun hati ragu.
Jika saat ini belum tertarik untuk menulis buku tak apa, toh nanti suatu saat karena tuntutan, misal mau naik pangkat ke IV c, mau tidak mau harus menulis buku. Dan bagi sy ingin sekali menulis buku bukan krn materi tp untuk dikenang, koleksi hahaha...
ReplyDeleteSemangaaatt ibuuuu...hehe
ReplyDelete