Cerpen : Tukang Ojek Yang Malang (Based On True Story)

"Hallo assalamualaikum" suara di ujung telpon

"Waalaikumsalam, ada apa Pak Haji?" tanya Suhada.

"Mang, mesin air di rumah rusak, coba Mamang ke sini, ke rumah Pak Haji"

"Emang rusak apanya Pak Haji"

"Air tidak keluar, padahal suara mesin normal"

"Baik Pak Haji, saya ke sana"

Dengan motor Mio miliknya, Suhada bergegas berangkat dari tempat biasa dia mangkal.

Suhada merupakan seorang tukang ojek yang biasa mangkal disekitar pasar Rau, pasar Induk yang berada di wilayah Kota Serang. 

Selain mencari nafkah dari ngojek, dia juga biasa menerima jasa reparasi mesin air. Kadang jika ada yang meminta, dia juga menjadi pemborong pembangunan rumah. Penghasilan dari pekerjaan serabutan ini, lumayan untuk menghidupi keluarganya. 

Hanya saja, Suhada memiliki kebiasaan buruk. Dia suka mabuk-mabukan dan main perempuan. Terlebih kalau ada hiburan malam, uang yang diperoleh ia hamburkan untuk biduan.

Sekitar sepuluh menit, Suhada pun memasuki komplek rumah Pak Haji. Sekitar 200 meter dari rumah Pak Haji, tepatnya diperempatan jalan, ia melihat seorang gadis dengan usia sekitar 29 tahun menangis tersedu-sedu seorang diri. Ia abaikan gadis tersebut dan langsung menuju rumah Pak Haji.

"Assalamualaikum" kata Mang Suhada. 

"Waalaikumsalam, masuk Mang masuk, ayo langsung saja sini ke belakang, tolong cek mesin airnya Mang" jawab Pak Haji sambil membukakan pintu. 

Suhada mengikuti Pak Haji ke belakang rumah dimana mesin air itu terpasang. 

"Tuh Mang, suaranya normal tapi air tidak naik" kata Pak Haji. 

"Coba saya periksa" jawab Suhada.

Dengan cekatan Suhada memeriksa mesin air tersebut. 

"Wah, ini mah harus diangkat Pak Haji, harus dibenerin total, tapi kunci-kunci ada di rumah anak buah saya, saya ke sana ambil kunci dulu yah" pinta Suhada. 

Suhada bergegas menaiki motornya. Diperempatan tadi, perempuan yang menangis itu tiba-tiba berusaha menghentikannya. 

"Mang ojek, mang ojek..."teriak perempuan itu. 

Suhada pikir, lumayan lah, sekalian sambil menyusul anak buahnya, ia bisa sambilan ngojek. Perempuannya juga cantik. Naluri Suhada tergoda kalau melihat perempuan bening.

"Kemana neng?" Tanya Suhada. 

Perempuan itu cuma diam sambil terus terisak - isak menangis dan langsung naik di jok motor Suhada.

"Neng mau kemana? Saya mau ke Pasar Rau, neng mau diantar kemana?" tanya Suhada lagi.

Perempuan itu cuma melanjutkan tangisnya tanpa menjawab. 

"Neng, Mamang mau ke Pasar Rau nih, neng mau ikut ke sana tah?" tanya Suhada mendesak. 

"Iya" jawab perempuan itu.

Akhirnya Suhada membawa perempuan itu menuju Pasar Rau dimana anak buahnya berada. 

"Neng udah sampai, turun dimana?" tanya Suhada. 

"Nggak mau" jawab perempuan itu. 

Ya saya harus jemput anak buah nih, ada kerjaan.

"Nggak mau"

"Aduh Neng jangan buat Mamang bingung"

"Nggak mau, pokoknya nggak mau turun"

Dari jauh anak buah Suhada melihat mereka berbincang.

"Wih, cewek baru tuh boss?" tanya Haerudin, anak buah Suhada. 

"Bukan, nih cewek nggak mau turun, padahal saya ada kerjaan, saya ke sini mau jemput kamu" jawab Suhada

"Emang ada kerjaan di mana bos?"

"Di rumah Pak Haji, di Persada, kamu ada motor nggak?"

"Waduh nggak ada bos"

"Terus bagaimana, ini perempuan nggak mau turun?"

Sementara perempuan itu masih terus menangis di atas dan terdiam duduk di motor Suhada. 
"Ya sudahlah, digayor saja" kata Suhada. 

"Gimana ntar kalau ada polisi?" tanya Haerudin.

"Udah tenang saja, Haer ditengah, yang pake helm saya sama perempuan itu saja" jawab Suhada. 

Dengan mengambil jalur sepi, mereka bertiga kembali ke rumah Pak Haji. Suhada yang menjadi supir, ditengah Haerudin, dan paling belakang si perempuan tersebut. 

Sampai di tempat pertama perempuan itu naik, Suhada meminta ia turun. Dan akhirnya perempuan itu mau menuruti permintaan Suhada. 

Suhada dan Haerudin melanjutkan ke rumah Pak Haji dan mengerjakan proyek mereka mereparasi mesin air. 

Belum selesai bekerja, tiba-tiba suara telpon kembali berdering. Suhada segera mengangkat telpon.

"Hallo, ini tukang ojek yang bawa adik saya yah?" suara diujung telpon.

"Adik yang mana?" tanya Suhada bingung.

"Perempuan muda yang kamu bawa sambil nangis" kata suara itu.

"Oh iya benar, tadi saya bawa perempuan nangis, tapi sudah saya antar pulang"

"Posisi kamu di mana sekarang?"

"Saya dipangkalan ojek di Persada, emang kenapa?"

Suhada jawab seperti itu memang rumah Pak Haji dekat dengan pangkalan ojek, dan lokasi ini tidak jauh dari rumah perempuan itu.

"Sudah nggak usah banyak tanya, nanti orang saya ke sana, jangan kemana - mana" 

Sekitar lima menit kemudian seorang berbadan tegap datang.

"Pak, di tunggu Kakak saya di rumah, ayo ikut saya" katanya.

"Oia" jawab Suhada.

Suhada pikir dia akan dapat bayaran karena sudah antar perempuan muda itu.

Sesampainya di rumah orang yang dimaksud, Suhada diminta masuk. Didalam seorang laki-laki bertubuh gempal dan agak botao dibagian depan sudah menunggu dengan memasang wajah garang. 

"Duduk kamu!" dengan nada keras. 

Terlihat disebelah laki-laki itu perempuan yang tadi di bawa Suhada. 

"Kamu apain adik saya? Kamu perkosa adik saya yah" katanya. 

"Nggak pak, saya nggak apa-apain adik bapak"

"Jangan bohong kamu, jangan berbelit-belit, sekarang kamu tanda tangan saja ini!"katanya sambil menyodorkan kertas dalam map yang sudah disiapkan.

"Apaan ini pak, saya tidak perkosa adik bapak, saya tidak mau tanda tangan"

"Sudah kamu jangan berbelit-belit, apa perlu kamu saya bawa ke kantor polisi, cepat tanda tangan!"

"Tapi saya tidak melakukan apa-apa terhadap adik bapak"

"Kamu kok ngeyel, sudah cepat tanda tangan, saya sudah ngalah beliin materai, saya juga tanda tangan" 

"Saya nggak mau pak, saya tidak melakukan apa-apa dengan adik bapak" 

"Kalau begitu saya akan panggil orang saya, saya masukin kamu ke penjara" 

"Ya silahkan pak, saya tidak pernah merasa melakukan apa-apa terhadap adik bapak"

Karena Suhada tidak mau juga tanda tangan, laki-laki gempal itu menelpon seseorang. 

Sekitar lima belas menit kemudian datang sebuah mobil merk Kijang Jantan. Turun dua orang berbadan tinggi. Yang satu rambut dikuncir, dan pakai anting. Keduanya bertato. 

"Masuk kamu anjing!" bentak salah seorang dari mereka. 

Suhada pun menuruti apa yang mereka minta. Suhada naik di belakang mobil ditemani laki-laki gempal. Sedangkan satu orang dari mereka bawa jadi supir mobil, dan satu lagi bawa motor Suhada dibelakang. 

Ternyata Suhada dibawa ke markas polisi. Terlihat jelas papan nama tempat tersebut. Suhada diminta turun dan masuk ke sebuah ruangan. 

Diruangan tersebut terdapat empat orang, dua laki-laki, dan dua perempuan. Laki-laki gempal dan dua orang yang jemput Suhada pergi meninggalkan Suhada ditempat itu.

"Kamu apain adik komandan saya?" tanya seorang laki-laki diruangan tersebut. 

"Nggak pak, saya nggak apa-apain" jawab Suhada. 

"Bohong kamu, anjing!" sambil memberikan tonjokan pada rahang kiri dan kanan. 

"Duduk kamu anjing!" teriak laki-laki itu. 

Setelah duduk, Suhada mendapat tamparan berulang di pipinya.

"Ngaku kamu anjing!" teriaknya lagi. 

"Nggak pak, nggak ngelakuin apa-apa"

Kesal mendengar jawaban Suhada, laki-laki itu menendang tubuh Suhada sehingga ia terpental dari tempat duduknya. Kursi yang ia duduki ikut terpental. 

"Anjing kamu, nggak mau ngaku juga!" teriak laki-laki itu. 

"Anjing, ngaku kamu!" teriak laki - laki lain yang ada diruangan tersebut.

"Bangsat kamu anjing, nggak mau ngaku juga" teriak seorang perempuan yang diruangan tersebut sambil melayangkan pukulan ke muka Suhada. 

Suhada hanya terdiam menahan sakit. Ia terus jadi bulan-bulanan di ruangan tersebut.

Bersambung....

No comments:

Post a Comment