Teori belajar mutlak dikuasai guru sebagai salah satu unsur kompetensi pedagogik seperti yang diamanatkan Permendikbud nomor 16 tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru.
Teori belajar adalah teori yang mempelajari perkembangan intelektual (mental) individu terkait uraian tentang 1) apa yang terjadi dan diharapkan terjadi pada intelektual, dan 2) kegiatan intelektual anak mengenai hal – hal yang bisa dipikirkan pada usia terntentu.
Terdapat dua aliran teori belajar yaitu teori belajar tingkah laku (behavioristik) dan teori belajar kognitif. Teori belajar behavoristic (tingkah laku) merupakan suatu keyakinan bahwa pembelajaran terjadi melalui hubungan stimulus (rangsangan) dan respon (response). Sedangkan teori belajar koginitif beranggapan bahwa kegiatan belajar bukan sekedar stimulus dan respone yang bersifat mekanistik, tetapi lebih dari itu, kegiatan belajar juga melibatkan mental yang ada dalam individu yang sedang belajar.
Terdapat dua aliran teori belajar yaitu teori belajar tingkah laku (behavioristik) dan teori belajar kognitif. Teori belajar behavoristic (tingkah laku) merupakan suatu keyakinan bahwa pembelajaran terjadi melalui hubungan stimulus (rangsangan) dan respon (response). Sedangkan teori belajar koginitif beranggapan bahwa kegiatan belajar bukan sekedar stimulus dan respone yang bersifat mekanistik, tetapi lebih dari itu, kegiatan belajar juga melibatkan mental yang ada dalam individu yang sedang belajar.
Bebarapa tokoh yang mendukung teori belajar behavoristic antara lain Thorndike, Skinner, Pavlov dan Bandura. Sedangkan tokoh teori belajar kognitif antara lain Vygotsky, Van Hiele, Ausubel, dan Brunner.
Edward Lee Thorndike adalah tokoh teori belajar tingkah laku yang mengemukakan beberapa hukum belajar yang dikenal dengan sebutan law of effect. Menurutnya, belajar akan lebih berhasil bila respon terhadap stimulus segera diikuti dengan rasa senang atau kepuasan. Teori belajar Thorndike disebut juga sebagai teori koneksionisme dengan beberapa hukum sebagai berikut:
1) Hukum kesiapan (law of readiness), menjelaskan kesiapan anak melakukan kegiatan yang melahirkan kepuasan
2) Hukum latihan (law of exercise), menyatakan bahwa jika stimulus-respon sering terjadi hubungan semakin kuat, begitu juga sebaliknya, maka hukum ini menganjurkan proses pengulangan
3) Hukum akibat (law of effect), asosiasi stimulus dan respon akan meningkat jika diikuti kepuasan yang lahir dari adanya ganjaran.
Selanjutnya Thorndike mengemukakan hukum tambahan sebagai berikut :
1) Hukum reaksi bervariasi, melakukan trial dan eror untuk sampai pada respon yang tepat
2) Hukum sikap, selain stimulus respon, belajar ditentukan keadaan diri baik kognitif, emosi, social dan psikomotor
3) Hukum aktivitas berat sebelah, respon diberikan hanya pada stimulus tertentu saja sesuai persepsi
4) Hukum respon melalui analogi, menghubungkan situasi baru dengan situasi lama
5) Hukum perpindahan asosiasi, proses peralihan dari situasi lama ke situasi baru dengan menambahkan sedikit demi sedikit situasi baru
Selain menambahkan hukum baru, Thorndike merevisi hukum sebelumnya sebagai berikut :
1) Hukum latihan ditinggalkan karena tanpa pengulangan belum tentu memperlemah stimulus respon
2) Hukum akibat direvisi karena sebagian saja yang benar
3) Syarat utama stimulus respon bukan kedekatan, tapi kesesuaian
4) Akibat suatu perbuatan dapat menular pada bidang atau individu lain
Teori Belajar Pavlov disebut juga teori klasik dengan konsep pembiasaan (conditioning). Menurut teori ini, anak akan belajar jika dibiasakan.
Burhus Frederic Skinner mengemukakan teori belajar yang menilai pentingnya ganjaran dan penguatan pada proses belajar. Ganjaran merupakan respon yang menggembirakan dan merupakan tingkah laku yang sifatnya subjektif, sedangan penguatan merupakan suatu yang dapat meningkatkan respon serta dapat diamati dan diukur. Penguatan terdiri dari penguatan positif dan penguatan negative. Penguatan positif menghendaki adanya pengulangan perilaku pada anak seperti dengan memberikan pujian. Sedangkan penguatan negative menghendaki agar anak tidak mengulangi perilaku yang dilakukan seperti memberikan teguran, peringatan atau sangsi.
Teori Belajar Bandura mengemukakan bahwa anak belajar dengan cara meniru. Bandura memandang tingkah laku manusia bukan semata reflex otomoatis atas stimulus, melainkan akibat reaksi yang timbul sebagai hasil interaksi dengan lingkungan. Teori belajar Bandura disebut juga sebagai teori belajar social dengan berdasar pada tiga konsep : 1) reciprocal determinism, 2) beyond reinforcement, dan 3) self regulation / cognition.
Lev Semenovich Vygotsky merupakan tokoh penting dalam konstruktivisme social. Teori belajar Vygotsky menyatakan bahwa individu akan menggunakan pengetahuan siap dan pengalaman pribadi yang telah dimilikinya untuk membantu memahami masalah atau materi baru. Ia juga menyatakan bahwa siswa dalam mengkontruksi suatu konsep perlu memperhatikan lingkungan social. Terdapat dua konsep penting dalam teori Vygotsky yaitu Zone of Proximal Development (ZPD) dan scaffolding. ZPD merupakan jarak antara tingkat perkembangan actual (kemampuan memecahkan masalah mandiri) dan tingkat perkembangan potensial (kemampuan memecahkan masalah dengan bimbingan orang dewasa). Sedangkan scaffolding merupakan pemberian sejumlah bantuan kepada siswa selama tahap-tahap awal pembelajaran, kemudian mengurangi bantuan dan memberikan kesempatan untuk mengambil alih tanggungjawab yang lebih besar setelah ia sanggup melakukannya.
Teori Belajar Van Hiele menguraikan tahap – tahap perkembangan mental anak dalam geometri. Van Hiele menyatakan bahwa terdapat 5 tahapan pemahaman geometri yaitu pengenalan, analisis, pengurutan, deduksi dan akurasi.
Teori Belajar Ausubel memberi penekanan pada proses belajar yang bermakna dan pentingnya pengulangan sebelum belajar dimulai. Menurut teori ini, terdapat dua dimensi dalam belajar yaitu pertama, terkait dengan cara informasi atau materi diterima oleh siswa melalui penerimaan atau penemuan, dan kedua terkait bagaimana siswa dapat menghubungkan informasi yang diterima pada stuktur kognitif yang telah ada meliputi fakta, konsep, dan generalisasi yang telah dipelajari dan diingat siswa.
Ausubel membedakan bentuk belajar menjadi belajar hapalan dan belajar bermakna. Pada belajar hapalan, siswa menerima atau menemukan materi kemudian menghafalkan materi tersebut. Sedangkan pada belajar bermakna, materi yang ia terima atau temukan dimasukan ke dalam struktur kognitif yang telah ada. Terdapat dua syarat belajar bermakna, yaitu 1) materi yang dipelajari bermakna secara potensial karena memiliki kebermaknaan logis dan relevan dengan struktur kognitif siswa, 2) siswa yang akan belajar harus bertujuan untuk melaksanakan belajar bermakna.
Prinsip dalam teori Ausubel antara lain :
1) Pengaturan awal, mengarahkan siswa pada materi sebelumnya
2) Diferensiasi progresif, belajar dari umum ke khusus (spesifik)
3) Belajar superordinat, belajar terjadi apabila konsep yang telah dipelajari sebelumnya dikenal sebagai unsure dari suatu konsep yang lebih luas
4) Penyesuaian integrative, guru harus memperlihatkan secara eksplisit arti – arti baru dibandingkan dan dipertentangkan dengan arti – arti sebelumnya.
Teori Belajar Bruner. Jerome Bruner adalah pelopor aliran psikologi belajar kognitif yang memberikan dorongan agar pendidikan memberikan perhatian pada pentingnya pengembangan berpikir. Bruner menganggap manusia sebagai pemroses, pemikir dan pencipta infromasi. Teorinya menyatakan bahwa belajar akan berhasil jika proses pengajaran diarahkan kepada konsep – konsep dan struktur – struktur yang termuat dalam pokok bahasan disamping hubungan yang terkait antar konsep dan struktur tersebut.
Empat tema pendidikan menurut Bruner :
1) Pentingnya arti struktur pengetahuan
2) Kesiapan untuk belajar
3) Nilai intuisi dalam proses pendidikan
4) Motivasi serta cara memunculkan motivasi
Bruner menganggap belajar sebagai proses kognitif yang melibatkan tiga proses yang berlangsung bersamaan, yaitu 1) memperoleh informasi baru, 2) transformasi informasi, dan 3) menguji relevansi informasi dan ketepatan pengetahuan.
Pendewasaan intelektual menurut Bruner adalah sebagai berikut :
1) Pertumbuhan intelektual ditunjukan oleh bertambahnya ketidaktergantungan respon dari sifat stimulus
2) Pertumbuhan intelektual tergantung pada bagaimana seseorang menginternalisasi peristiwa menjadi suatu system simpanan yang sesuai dengan lingkungan
3) Perumbuhan intelektual menyangkut peningkatan kemampuan seseorang untuk berkata pada dirinya sendiri atau orang lain.
Tiga system keterampilan untuk menyatakan kemampuan menurut Bruner :
1) Cara penyajian enaktif, belajar dengan menggunakan benda – benda konkrit atau situasi nyata
2) Cara penyajian ikonik, pengetahuan disajikan melalui serangkaian gambar atau grafik. Bahasa menjadi penting sebagai media berpikir.
3) Cara penyajian simbolik, berpikir abstrak, arbiter dan lebih fleksibel melalui symbol atau lambang objek tertentu.
Tindak lanjut dari teori belajar Bruner dalam pembelajaran di skeolah adalah diterapkannya model belajar penemuan.
No comments:
Post a Comment