Tulisan tentang ilmu tajwid ini bukanlah karya saya. Tulisan ini saya ambil dari aplikasi Alquran Terjemahan Offline yang dibuat DwellCorp yang ada di google playstore. Untuk mempelajari lebih lengkap beserta bacaan alquran nya silahkan download aplikasinya yah. Semoga apa yang saya bagikan ini bermanfaat buat teman jagoan banten semua.
A. Hukum Ikhfa Haqiqi
Ikhfa’ secara harfiah berarti menyamarkan atau menyembunyikan
Di dalam ilmu tajwid, Ikhfa Haqiqi adalah menyamarkan huruf Nun Sukun ( نْ ) atau tanwin ( ــًــ, ــٍــ, ــٌــ ) ke dalam huruf sesudahnya – ada 15 huruf – yaitu: ت – ث – د – ذ – ز – س – ش – ص– ض – ط – ظ – ف – ق – ك. Ke-15 huruf tersebut tidak bertasydid dan harus dibaca dengung (ghunnah).
Cara membacanya adalah dengan mengeluarkan suara نْ atau ــًــ, ــٍــ,ــٌــ dari rongga hidung sehingga terlihat samar atau menjadi suara “N” atau “NG” , kemudian disambut dengan dengung 1 – 1 1/2 Alif atau sekitar 2 – 3 harakat, setelah itu baru masuk ke huruf sesudahnya.
Misalnya: مِنْكُمْ
Minnnn . . kum atau Minnnngkum.
Bukan Mingkum
Kunci menghapal 15 huruf Ikhfa Haqiqi
Untuk mengingat 15 huruf Ikhfa Haqiqi kuncinya adalah cukup dengan menghapal huruf-huruf di Hukum Idgham Biggunnal (Ma’al Ghunnah), Idgham Bilaghunnah, Iqlab, dan Izhar Halqi
B. Hukum Izhar Wajib (Mutlaq)
Hukum Izhar Wajib atau disebut juga Izhar Mutlaq adalah salah satu cabang dari Hukum Izhar, cara membacanya jelas/terang dan tidak berdengung.
Sebelumnya di Hukum Idgham Bighunnah telah dijelaskan sedikit tentang Izhar Wajib, yaitu apabila Nun Sukun ( نْ ) bertemu dengan huruf ( ي ـو ـ ن ـ م ) dalam keadaan SAMBUNG atau DALAM SATU KATA/KALIMAT.
Perlu digarisbawahi, bahwa bacaan Hukum Izhar Wajib terletak di beberapa surah di dalam Al-Quran, di antaranya ada beberapa di surah Al-Baqarah dan surah Ali Imran.
Huruf yang sering bertemu dalam satu kata/kalimat (dalam keadaan sambung) adalah Nun Sukun dengan huruf Waw dan Ya.
نْوَ- نْيَ
Dan tidak akan terjadi huruf Nun dan Mim bertemu dengan Nun Sukun dalam keadaan satu kata/kalimat atau dalam keadaan sambung :
نْمَ – نْنَ.
Ada 4 kata Hukum Izhar Wajib di dalam Al-Quran, yaitu:
Dunya,
Shinwanun,
Bunyanun,
dan Qinwanun.
Di dalam Al-Quran, ciri-cirinya tidak terdapat tanda tasydid di atas huruf Waw dan Ya apabila bertemu dengan Nun Sukun.
Kata Kunci
Jika Nun Sukun terpisah dengan huruf Waw atau Ya ( ي ـ و ), maka yang berlaku hukum Idgham Bighunnah, harus dibaca dengung.
Jika huruf Nun Sukun menyambung atau dalam salah satu kata dengan huruf Waw atau Ya ( ي ـ و ), maka yang berlaku adalah hukum Izhar Wajib, yaitu dibaca jelas dan tidak berdengung
C. Hukum Izhar Halqi
Izhar Halqi adalah salah satu cabang dari Hukum Izhar yang ada di dalam Ilmu Tajwid. Izhar artinya jelas atau terang. Dinamakan Izhar Halqi karena makhraj dari huruf-hurufnya keluar dari tenggorakan (halq).
Hukum Izhar Halqi berlaku apabila Nun Sukun ( نْ ) atau tanwin ( ــًــ, ــٍــ, ــٌــ ) bertemu dengan huruf Alif, ‘Ain, Ghain, Ha, Kha, Ha’ ( ا – ع – غ – ح – خ – ﮬ) dan Hamzah ( ء ) , namun نْ atau ــًــ,ــٍــ, ــٌــ jarang bertemu dengan huruf Hamzah ( ء ), akan tetapi huruf Hamzah tetap salah satu huruf Izhar Halqi.
Cara membaca Izhar Halqi harus jelas/terang, dan tidak berdengung
D. Hukum Iqlab
Iqlab adalah salah satu hukum tajwid yang berlaku apabila huruf Nun Sukun ( نْ ) atau tanwin ( ــًــ, ــٍــ, ــٌــ ) bertemu dengan huruf Ba ( ب ) . Menurut bahasa, Iqlab artinya mengubah atau menggantikan sesuatu dari bentuknya.
Cara membacanya adalah dengan menggantikan huruf نْ atau ــًــ, ــٍــ, ــٌــmenjadi suara huruf mim sukun ( مْ ) sehingga pada saat akan bertemu dengan huruf ب bibir atas dan bawah dalam posisi tertutup, diiringi dengan suara dengung sekitar 2 harakat.
Hukum Iqlab di dalam Al-Quran, sudah ditandai dengan huruf mim kecil ( م ) – dan diletakkan di atas – antara نْ atau ــًــ, ــٍــ, ــٌــ dengan huruf ب.
E. Hukum Idgham Bilaghunnah
Hukum Idgham Bilaghunnah adalah hukum tajwid yang berlaku apabila Nun Sukun ( نْ ) atau tanwin ( ــًــ, ــٍــ, ــٌــ ) bertemu dengan huruf lam ( ل ) atau Ro ( ر ), tanpa menggunakan suara dengung
Bila artinya tidak.
Ghunnah artinya dengung.
Sementara Idgham artinya meleburkan satu huruf ke dalam huruf setelahnya, atau bahasa lainnya di-tasydid-kan.
Cara membacanya adalah dengan meleburkan نْ atau ــًــ, ــٍــ, ــٌــ menjadi suara huruf ل atau ر, atau lafaz kedua huruf tersebut seolah diberi tanda tasydid, tanpa dikuti suara dengung (ghunnah).
Dengan adanya perbedaan dengung ini, dapat dikatakan bahwa Idgham Bilaghunnah adalah kebalikan dari Idgham Bighunnah.
Mengenai tanda baca Tasydid yang dimaksud di dalam hukum Idgham Bilaghunnah adalah TASYDID HUKUM bukan TASYDID ASLI . Sama seperti yang dijelaskan di dalam hukum Idgham Bighunnah.
F. Hukum Idgham Bighunnah (Ma’al ghunnah)
Hukum Idgham Bighunnah atau sering disebut Idgham Ma’al Ghunnah adalah hukum tajwid yang berlaku apabila Nun Sukun ( نْ ) atau tanwin ( ــًــ, ــٍــ, ــٌــ ) bertemu dengan huruf Mim, Nun, Waw, Ya ( ي ـ و ـ ن ـ م ), secara terpisah atau tidak dalam satu kata/kalimat. Maksud dari kata “terpisah” di sini akan dibahas di bagian bawah.
Bi artinya dengan.
Ghunnah artinya dengung.
Sementara Idgham artinya meleburkan satu huruf ke dalam huruf setelahnya, atau bahasa lainnya di-tasydid-kan.
Cara membaca Idgham Bighunnah adalah dengan meleburkan نْ atau ــًــ,ــٍــ, ــٌــ menjadi suara huruf di depannyaي ـ و ـ ن ـ م, atau keempat huruf tersebut seolah diberi tanda tasydid, diiring dengan menggunakan suara dengung 1 Alif – 1 1/2 Alif atau sekitar 2 – 3 harakat.
Perlu digarisbawahi, tanda tasydid yang dimaksud adalah TASYDID HUKUM bukan TASYDID ASHLI.
Untuk mushaf standar Indonesia biasanya hukum Idgham Bighunnah sudah diberi tanda Tasydid. Namun, ada sebagian buku-buku doa, wirid, termasuk juga buku-buku Yaasiin, tidak memberikan tanda Tasydid Hukum tersebut. Sehingga, seringkali terjadi kesalahan dalam membaca. Di sinilah pentingnya belajar tajwid
Kunci Hukum Idgham Bighunnah adalah Nun Sukun ( نْ ) atau tanwin (ــًــ, ــٍــ, ــٌــ ) bertemu dengan huruf ي ـ و ـن ـ م secara TERPISAH.
نْ وَا
رٍ وَ
نْ يَ
Banyak yang terjebak ketika huruf Nun Sukun ( نْ ) MENYAMBUNG atau berada dalam satu kata dengan huruf ي ـ و ـ ن ـ م .
Sekadar contoh: نْمَ – نْنَ- نْوَ- نْيَ
Maka, apabila Nun Sukun ( نْ ) bertemu dengan huruf ي ـ و ـ ن ـ م dalam keadaan SAMBUNG atau DALAM SATU KATA / KALIMAT, maka yang berlaku adalah hukum Izhar Wajib. Cara membacanya harus jelas, tegas, dan tidak berdengung.
G. Hukum Mad Tamkin
Mad Tamkin adalah salah satu cabang dari hukum Mad Far’i yang berlaku untuk huruf Waw Sukun bertemu Waw Berharakat, dan Ya Sukun bertemu Ya Berharakat. Kunci hukum Mad Tamkin sama seperti hukum-hukum Mad Far’i lainnya, yaitu terletak pada Hukum Mad Thobi’i.
Secara bahasa, Mad Tamkin adalah cara memanjangkan bacaan (Mad) pada huruf Waw dan Ya apabila bertemu dengan huruf yang identik, sama persis baik sifat dan mahrajnya; satu sukun dan satu lagi berharakat. Dan kedua huruf yang sama persis ini bentuknya terpisah atau tidak berada di dalam satu kata/kalimat.
Namun, ada pernyataan lain yang mendefinikasikan Hukum Mad Tamkin, dan akan dibahas di bagian bawah.
Tamkin artinya penetapan
Penetapan ini berlaku;
Apabila huruf berharakat Kasrah ( ـــــِـــ) bertemu huruf Ya Sukun ( يْ ), dan huruf setelahnya adalah huruf Ya Berharakat ( يَ , يِ , يُ )
Dan apabila huruf berharakat Dhammah ( ـــــــُــــــ ) bertemu Waw sukun ( وْ ), dan setelahnya adalah huruf Waw Berharakat ( وَ, وِ, وُ )
Maka cara membacanya sama seperti membaca hukum Mad Thobi’i, serta panjang bacaanya adalah 2 harakat.
Dan pada pertemuan huruf yang kedua dan ketiga yang sifat dan makhraj-nya sama, cukup dibaca 1 harakat. Dan tidak dibaca sebagaimana hukum Idgham (peleburan dua huruf yang dibaca seperti huruf yang bertasydid).
Perlu digarisbawahi, apabila terjadi pertemuan dua huruf yang sama sifat dan makhrajnya di dalam kata/kalimat yang terpisah – satu sukun dan satu lagi huruf berharakat-, maka yang berlaku adalah hukum Idgham Mutamatsilain dan Hukum Idgham Mitslain. Sebagaimana hukum-hukum Idgham, yaitu memiliki ciri-ciri Tanda Tasydid Hukum , yaitu tasydid yang diberikan karena adanya hukum pertemuan atau peleburan pada kata/kalimat.
Akan tetapi, hukum pertemuan dua huruf (Idgham) yang identik dan disimbolkan dengan Tanda Tasydid tersebut tidak berlaku pada hukum Mad Tamkin.
Di dalam Surah Al-Insyiqaq ayat 25 di atas, silahkan perhatikan di depan huruf Waw Sukun terdapat huruf Alif. Sebelumnya di hukum Idgham Mutamatsilain sudah dijelaskan soal huruf Alif ini.
Alif disamping huruf Waw Sukun ini sebagai bentuk kata JAMAK
( اٰمَنُوْا artinya ‘beriman’ menunjukkan kata jamak atau banyak yaitu orang-orang yang beriman ).
Tanpa huruf Alif di samping huruf Waw Sukun tersebut maknanya akan berbeda. Penjelasan ini lebih kepada Tafsir (red)
Di dalam Ilmu Tajwid, huruf Alif ini tidak berfungsi atau dianggap tidak ada. Pada mushaf Timur Tengah, diberi bulatan kecil di atas huruf Alif.
Karena ALIF DIANGGAP TIDAK ADA , maka – pada Surah Al-Insyiqaq ayat 25 di atas – yang berlaku adalah cara membaca sesuai dengan hukum Mad Tamkin.
Sekali lagi, Kunci Mad Tamkin adalah mengingat hukum Mad Thobi berbaris Kasrah dan Dhammah
Namun, apabila sebelum huruf Waw Berharakat atau Ya Berharakat tidak terjadi hukum Mad Thobi’i, maka yang berlaku adalah Hukum Idgham Mutamatsilain
PENGERTIAN LAIN DARI HUKUM MAD TAMKIN
Di atas sempat disinggung bahwa ada pernyataan lain yang mendefinisikan mengenai hukum Mad Tamkin. Di sini tidak akan membahas siapa yang keliru atau tidak, inilah yang paling benar dan inilah yang salah, karena dari perbedaan-perbedaan ini secara garis besar, membaca Hukum Mad Tamkin adalah sama seperti membaca hukum Mad Thobi’i, yaitu panjang bacaannya adalah 1 alif atau 2 harakat. Dan huruf bertasydid kadar/panjang bacaannya adalah 2 harakat, sebagaimana sudah dijelaskan di dalam pengertian Hukum Mad.
Ada 2 Pernyataan lain mendefinisikan hukum Mad Tamkin, tetapi disini disebut dengan PERAWI:
PERAWI 1: hukum Mad Tamkin adalah cara memanjangkan bacaan (Mad) apabila berhimpun dua huruf Ya dalam satu kata/kalimat.
huruf Pertama: Ya Sukun
huruf Kedua: Ya Berharakat Kasrah
Mad Tamkin yang dimaksud di sini hanya berlaku apabila terjadi pertemuan huruf Ya Sukun dan Ya berharakat Kasrah di dalam satu kata/kalimat, atau tidak terpisah.
Penetapan hukum ini terjadi karena menjadi satu huruf “Ya berharakat Kasrah dan Bertasydid” dan terdapat huruf alif kecil di bawah huruf Ya tersebut.
Alif kecil dibawah huruf Ya Kasrah Bertasydid ini, sebagai simbol harus dibaca dua harakat. Simbol atau Penandaan Harakat yang sama bentuknya dengan hukum Mad Thobi’i
5 Poin di bawah ini adalah alasan Kami menggangap hukum Mad Tamkin yang dimaksud – baik Perawi 1 dan 2 – adalah hukum Mad Thobi’i berharakat Kasrah, sekalipun di atasnya terdapat Tanda Tasydid.
Apabila terdapat huruf berharakat Kasrah ( ـــــِـــ ) bertemu huruf Ya Sukun ( يْ ), maka yang berlaku adalah hukum Mad Thobi’i, dan disimbolkan dengan huruf alif kecil di bawah huruf tersebut. Panjang bacaanya adalah 2 harakat.
Panjang Bacaan Huruf Bertasydid dibaca 1 alif atau 2 harakat, kecuali huruf Mim dan Nun, dapat dibaca lebih panjang lagi, karena mengandung hukum Ghunnah Musyaddadah
Jika panjang bacaan pada hukum Mad Tamkin yang dimaksud oleh Perawi 1 dan Perawi 2, sama seperti panjang bacaan Mad Thobi’i dan Huruf Bertasydid. Pertanyaannya, KENAPA MESTI ADA HUKUM YANG BARU?
Baik Perawi 1 dan 2, menyatakan bahwa hukum Mad Tamkin hanya dikhususkan untuk Huruf Ya berharakat Kasrah dan Bertasydid saja. Maka yang perlu digarisbawahi, bahwa di dalam Al-Quran juga terdapat huruf Ya Bertasydid Fathah dan Ya Bertasydid Dhammah. Dan ukuran panjang bacaan, sama dengan Mad Tamkin yang dimaksud oleh Perawi 1 dan 2.
Ukuran panjang bacaan (MAD) seperti ini juga berlaku untuk semua huruf Mad Thobi bertasydid, baik Fathah, Dhammah,dan Kasrah.
H. Hukum Mad Lazim Harfi Mukhaffaf
Mad Lazim Harfi Mukhaffaf adalah bagian dari hukum Mad Far’i yang terjadi pada huruf-huruf tunggal pada permulaan surah-surah di dalam Al-Qur’an. Dan hanya dibaca nama huruf-nya saja.
Lazim artinya harus / wajib
Harfi artinya huruf; mad terjadi karena huruf ( bukan pada kata/kalimat)
Mukhaffaf artinya ringan; cara mengucapkannya
Hukum Mad Lazim Harfi Mukhaffaf merupakan hukum tajwid yang ditujukan untuk kombinasi 14 huruf yang terletak di 13 ‘Ayat pembuka’, di 29 Surah di dalam Al-Qur’an.
1 huruf Alif ( ا ), cukup dibaca 1 harakat
5 Huruf ‘haya thahara‘, yaitu Ha ( ح ), Ya ( ي ), Tha ( ط ), Ha’ ( ه ), & Ra ( ر ) dibaca panjang 2 harakat
8 Huruf ‘shadqafnun sama lam kaf ‘ain ‘, yaitu shad ( ص ), qaf ( ق ) , nun ( ن ), sin ( س ), mim ( م ), lam ( ل ), kaf ( ك ), ‘ain ( ع ), dibaca 6 harakat. Tidak dibaca dengung (Idgham), kecuali huruf ‘Ain pada surah Maryam dan huruf Mim bertasydid ( Ghunnah Musyaddadah ).
Lebih dikenal dengan sebutan Muqatta’at ( مقطعات ), yang berarti disingkat atau diperpendek. Dan juga lebih dikenal dengan sebutan fawatih (فواتح ) atau pembuka, karena menjadi ayat pembuka di beberapa surah.
Arti atau makna sebenarnya dari “ayat pembuka” tersebut – bagi sebagian besar umat Islam – dianggap sebagai rahasia Allah SWT.
I. Hukum Mad Iwadh
Mad Iwadh Anit Tanwin atau sering disebut Mad Iwadh adalah salah satu cabang dari Hukum Mad Far’i yang berlaku untuk huruf Mad Thobi’i berbaris Fathatain.
Iwadh artinya ganti ; waqof pada huruf Alif pengganti dari fathatain
Sama seperti hukum Mad Lin dan Mad Arid Lis Sukun — Mad Iwadh merupakan hukum mad yang berlaku pada saat bacaan berhenti (wakof) — baik di ujung maupun di tengah ayat. Bacaan yang berhenti (terputus) di tengah ayat karena terpaksa disebut WAKOF IDHTHIRARI – dan memutuskan bacaan di tengah ayat di hukum Mad Iwadh , bukan termasuk wakof jelek yang dapat merusak makna ( Waqof Qobih / وقف قبيح ). Insya Allah, nanti akan kami bahas secara detil di dalam pembagian wakof ( وقف ).
Panjang bacaan Mad Iwadh adalah 1 alif atau 2 harakat. Dan cara membacanya adalah dengan menghilangkan tanwin menjadi huruf ashli, seperti cara membaca hukum Mad Thobi’i.
Mad Iwadh hanya berlaku hanya ketika bacaan berhenti atau wakof. Apabila bacaan dalam keadaan sambung (washal), maka hukum Mad Iwadh tidak berlaku.
Sebagaimana hukum Tanwin, Mad Iwadh tidak berlaku apabila:
Bertemu dengan huruf Mim, Nun, Waw dan Ya ( ي ـ و ـ ن ـ م ), maka akan berlaku hukum Idgham Bighunnah;
Bertemu dengan huruf Lam dan Ro ( ر – ل ), maka akan berlaku hukum Idgham Bilaghunnah ;
Bertemu dengan huruf Ba ( ب ), maka akan berlaku hukum Iqlab ;
Bertemu dengan huruf Alif, ‘Ain, Ghain, Ha, Kha, Ha + Hamzah ( ا – ع – غ– ح – خ – ﮬ – ء ), maka akan berlaku hukum Izhar Halqi ;
Dan akan dibaca dengung apabila bertemu dengan 15 huruf Ikhfa Haqiqi
J. Hukum Mad Badal
Mad Badal adalah salah satu cabang dari hukum Mad Far’i yang pertemuan huruf-nya sama dengan hukum Mad Thobi’i, dan seringkali dianggap sebagai hukum Mad Thobi’i.
Sempat disinggung di hukum Mad Jaiz Munfashil bahwa huruf ALIF pada mushaf standar Indonesia memiliki banyak nama. Salah satunya adalah Alif sebagai hukum Mad Badal.
Untuk mengingat hukum Mad Badal adalah dengan memahami hukum Mad Thobi’i. Jika sudah paham, maka dikecualikan adalah huruf Alif.
Mengenai panjang bacaan, terdapat perbedaan sedikit antara Qira’at Imam Hafhs dan Imam Warsyih, yang akan dibahas di bagian bawah.
Mulanya, mushaf standar Indonesia masih menggunakan huruf Hamzah-Alif ( إ ), namun saat ini sudah distandarisasikan menjadi huruf Alif. Sehingga terjadi kesamaan antara huruf Alif sebagai huruf berharakat (fathah, kasrah, dhammah), Alif sebagai hukum Mad Badal, Alif sebagai pembentuk hukum Mad (panjang bacaan), Alif sebagai washal (penghubung kata/kalimat).
Dari dua perbedaan ini, bukanlah sesuatu yang mengherankan jika ada yang mengatakan bahwa huruf Alif pada hukum Mad Badal di Indonesia sama dengan huruf Hamzah di Arab Saudi.
ء = ا
Pengertian Mad Badal
Badal artinya ganti
Makna “ganti” disini merujuk pada rumusan tajwid mushaf Timur Tengah.
Mad Badal adalah perpanjangan suara pada huruf Hamzah, sebagai pengganti huruf Hamzah yang dihilangkan, yaitu :
Panjang bacaan huruf Hamzah berbaris Fatha apabila bertemu dengan Hamzah Sukun ( ءَا ) asal mulanya ءَأ ;
Panjang bacaan huruf Hamzah berbaris Kasrah apabila bertemu dengan huruf Ya Sukun ( إِي ) asal mulanya إِئ ;
Panjang bacaan huruf Hamzah berbaris Dhammah apabila bertemu dengan huruf Waw Sukun ( أُو ) asal mulanya أُؤ
Sekadar mengenal huruf Mad Badal pada mushaf Timur Tengah
Mad Badal berbaris Fatha = ءَا
Mad Badal berbaris Kasrah = إِي
Mad Badal berbaris Dhammah = أُو
UNTUK MUSHAF STANDAR INDONESIA
kunci untuk mengingat hukum Mad Badal adalah dengan memahami hukum Mad Thobi’i.
Jika sudah paham, maka dikecualikan adalah huruf Alif.
huruf Alif berharakat Fat’ha ( ــــَــ ) bertemu dengan huruf Alif ( ا ) atau Alif kecil di atas huruf Alif;
huruf Alif berharakat Kasrah ( ـــــِـــ ) bertemu huruf Ya Sukun ( يْ ) atau Alif kecil di bawah huruf Alif;
dan Alif berharakat Dhammah ( ـــــــُــــــ) bertemu Waw sukun ( وْ ) / Waw kecil terbalik (mirip angka 6) di atas huruf Alif;
PENTING !!!
Mushaf standar Indonesia tidak lagi menggunakan huruf Hamzah-Alif untuk hukum Mad Badal.
Apabila terdapat pertemuan huruf Hamzah berharakat Fathah dengan Alif tanpa baris – yang sama bentuknya dengan hukum Mad Badal pada mushaf Timur Tengah –> [ ءَا ] ) , maka Alif tersebut bukan Alif sebagai hukum Mad (tidak dibaca panjang), akan tetapi Alif sebagai Hamzah Washal (Insya Allah akan dibahas di ilmutajwid.com ).
Pada mushaf standar Indonesia, huruf Hamzah adalah salah satu huruf Mad Thobi’i, bukan huruf Mad Badal.
Baik mushaf standar Indonesia maupun Timur Tengah, huruf Hamzah Mad Thobi’i berbaris Fathah, ditandai dengan huruf alif kecil di atasnya untuk menghindari kekeliruan
Persamaan Mad Badal dan Mad Thobi’i
Di atas sudah dijelaskan bahwa hukum Mad Badal seringkali dianggap sebagai hukum Mad Thobi’i, karena pertemuan hurufnya yang sama.
Dan Mad Badal apabila bertemu dengan huruf bertasydid akan menjadi hukum Mad Lazim Kilmi Mutsaqqal, sama seperti ketika Mad Thobi’i bertemu dengan huruf bertasydid, silahkan baca –> Mad Lazim Kilmi Mutsaqqal.
Mad Badal juga seringkali dianggap sebagai hukum Mad Thobi’i, karena ketika bertemu dengan huruf Lam sukun , akan menjadi hukum Mad Lazim Kilmi Mukhaffaf (akan dibahas).
Panjang Bacaan dan Imam Qira’at
Ada 2 pilihan untuk panjang bacaan Mad Badal, yaitu 2 harakat dan 6 harakat.
Indonesia umumnya menggunakan qira’at imam Hafhs, yaitu cukup dibaca panjang 2 harakat. Perlu diketahui bahwa IlmuTajwid.com berpegang pada Imam Hafhs.
Sedangkan Imam Warsyih untuk hukum Mad Badal, boleh dibaca panjang hingga 6 harakat.
Dalam suatu riwayat, Umar bin Khattab ra berkata, “Aku mendengar Hisyam bin Hakim bin Hizam membaca surah Al-Furqan dengan cara berbeda dari yang aku baca sebagaimana Rasulullah membacakannya kepadaku. Hampir saja aku mau bertindak terhadapnya, namun aku biarkan sejenak hingga ia selesai membaca.
Setelah itu, aku ikat dia dengan kainku lalu aku giring ia menghadap Rasulullah. Aku sampaikan kepada beliau, ‘Aku mendengar ia membaca Al-Qur’an tidak sama dengan aku, sebagaimana Anda membacakannya kepadaku.’
Maka beliau berkata kepadaku, ‘Bawalah ia kemari.’ Kemudian beliau berkata kepadanya, “Bacalah.’ Maka ia membaca. Beliau kemudian bersabda, ‘Begitulah memang yang diturunkan.’
Kemudian beliau berkata kepadaku, ‘Bacalah!’ Maka aku membaca. Beliau bersabda, ‘Begitulah memang yang diturunkan. Sesungguhnya Al-Qur’an diturunkan dengan tujuh huruf, maka bacalah oleh kalian mana yang mudah.’ ”
( HR Bukhari dan Muslim )
K. Qira'at
Qira’at merupakan bentuk pengucapan kalimat/kata di dalam Al Qur’an, termasuk perbedaan dialek yang bersumber dari Rasulullah SAW.
Tiap-tiap Qiraat yang dikenalkan oleh seorang Imam memiliki kaidah-kaidah dialektika tertentu dan juga memiliki rumusan-rumusan tajwid yang berbeda untuk tujuan membaguskan bacaan.
Qira’at dan tajwid merupakan dua ilmu yang berbeda tetapi sangat berkaitan erat. Ilmu Qira’at mengenai bentuk pengucapan dan dialektika, sedangkan ilmu tajwid bagaimana mengucapkan dengan baik dan benar.
Imam Hafhs adalah perawi dari Imam Ashim bin Bahdalah Abi an-Najud al-Kufi
Indonesia umumnya berpegangan pada Imam Hafhs .
Imam Ashim belajar dari
– Zar bin Habisy, yang mempelajari al-Qur’an dari Abdullah bin Mas’ud
– Abu Abdirrahman as-Sulami, yang mempelajari al-Qur’an dari Ali bin Abi Thalib
– Abu Amru Sa’ad bin Iyyas asy-Syaibani al-Kufi, yang mempelajari al-Qur’an dari Abdullah bin Mas’ud.
Dan para sahabatnya tersebut menerima dari Rasulullah SAW.
Imam Warsyih adalah perawi Imam Nafi’ (Naji bin Abu Na’im).
Imam Nafi’ belajar dari tujuh orang guru dari tabi’in, di antaranya ialah Zaid bin Al Qa’qa Syaibah bin Nashah, dan Abdurrahman bin Turmuz. Guru-guru Imam Nafi tersebut belajar kepada Abdullah bin Abbas, Ubay bin Ka’ab dan sampai kepada Rasulullah SAW. Imam Nafi’ juga memiliki seorang perawi bernama Walun (Abu Musa bin Mina).
L. Hukum Mad Lazim Kilmi Mutsaqqal (Muthawwal)
Mad Lazim Kilmi Mutsaqqal atau sering disebut Mad Lazim Muthawwal adalah salah satu cabang dari 11 Hukum Mad Far’i. Sebagaimana hukum-hukum Mad Far’i lainnya, kunci untuk mengingat Mad Lazim Kilmi Mutsaqqal adalah hukum Mad Thobi’i.
Lazim artinya pasti / wajib
Kilmi / kalimi artinya perkataan; mad terjadi karena berada di dalam suatu perkataan (kata)
Mutsaqqal artinya diberatkan; berat cara mengucapkannya
Sedangkan Muthawwal artinya dipanjangkan
Hukum Mad Lazim Kilmi Mutsaqqal berlaku apabila huruf Mad Thobi’i (ــــــَــــــ ا ; يْ ـــــــِــــــ ; وْ ـــــــُـــــــ ) bertemu dengan huruf bertasydid ( ــــــــــــّــــــــ ).
Tasydid yang dimaksud di dalam hukum Mad Lazim Kilmi Mutsaqqal adalah Tasydid Ashli, bukan Tasydid Hukum. Jika masih bingung dengan pengertian Tasydid Hukum dan Tasydid Ashli, silahkan baca tentang pengertian Tanda Tasydid <— (Silahkan klik)
Panjang bacaan Mad Lazim Kilmi Mutsaqqal adalah wajib 6 harakat (tidak dapat ditawar), sama seperti hukum Mad Wajib Muttashil. Kedua hukum ini memiliki tanda (simbol) garis lengkung tebal seperti gambar pedang.
Tanda “Pedang” di dalam Mad Lazim Kilmi Mutsaqqal diletakkan di atas – antara Huruf Mad Thobi’i dan berhuruf bertasydid.
Cara membacanya – terlebih dahulu memanjangkan huruf Mad Thobi’i sekitar 6 harakat, kemudian masuk ke huruf bertasydid.
M. Hukum Mad Lin / Mad Layyin
Mad Lin atau sering disebut juga Mad Layyin merupakan salah satu cabang dari hukum Mad Far’i. Kunci mengingat Hukum Mad Lin adalah huruf Waw dan Ya, hampir sama dengan Hukum Mad Thobi’i, tapi yang membedakan adalah tanda baris (harakat), dan Hukum Mad Lin tidak berlaku untuk huruf Alif.
Lin artinya lembut atau lunak
Mad Lin berfungsi pada saat bacaan berhenti di tanda wakof di ujung ayat ( usul-ayah / اوس الاية ) dan juga berlaku sekalipun saat ingin berhenti di tengah ayat karena terpaksa ( Waqof Idhthirari / وقف اضطرارى ) .
Sama seperti Hukum Mad Arid Lissukun, memutuskan bacaan di tengah ayat pada saat pertemuan huruf Mad Lin, bukan termasuk wakof jelek yang dapat merusak makna ( Waqof Qobih / وقف قبيح ). Insya Allah kelak akan dijelaskan di dalam pembagian Wakof.
Hukum Mad Lin berlaku apabila huruf berbaris Fathah ( ــــــــــــــــــَــــــــــــ ) bertemu dengan huruf Waw Sukun ( وْ ) dan Ya Sukun ( يْ ), dan berada dalam satu kata/kalimat dengan satu huruf setelahnya. Artinya, jika terdapat lebih dari satu huruf setelahnya, maka tidak terjadi hukum Mad Lin.
Cara membacanya adalah dengan membaca huruf berbaris Fathah terlebih dahulu, lalu langsung disambung dengan Waw sukun atau Ya sukun (dibaca panjang), setelah itu dikunci dengan huruf sesudahnya.
Panjang bacaan Mad Lin boleh 2 harakat, 4 harakat, atau 6 harakat (pilih salah satu), sebagaimana sudah dijelaskan di dalam pengertian hukum Mad, bahwa panjang bacaan harus konsisten (rata, tetap, dan teratur).
N. Hukum Mad Arid Lissukun
Hukum Mad Arid Lissukun adalah salah satu cabang dari hukum Mad Far’i, sebagaimana Hukum Mad Jaiz Munfashil dan Mad Mutthashil, kunci untuk mengingat Mad Arid Lissukun adalah Hukum Mad Thobi’i.
Mad Arid Lissukun adalah cara memanjangkan bacaan pada saat berhenti (wakof) – baik di akhir maupun di tengah ayat. Memutuskan bacaan di tengah ayat karena terpaksa disebut WAQOF IDHTHIRARI – dan memutuskan bacaan di tengah ayat pada saat pertemuan huruf Mad Arid Lissukun, bukan termasuk wakof jelek yang dapat merusak makna ( Waqof Qobih / وقف قبيح ). Insya Allah, nanti akan kami bahas secara detil di dalam pembagian wakof ( وقف ).
Mad adalah panjang bacaan
Arid artinya yang bertemu
Lis artinya karena
Sukun artinya mati
Hukum Mad Arid Lissukun berlaku apabila huruf Mad Thobi’i ( ــــــَــــــ ا ; يْـــــــِــــــ ; وْ ـــــــُـــــــ ) bertemu dengan huruf (hidup) berbaris Fathah, Fathatain, Kasra, Kasratain, Dhammah dan Dhammatain ( ــــــَـــــــــِــــــــُـــــــــــــًــــــــــــٍـــــــــــٌـــــ ) yang berada di dalam satu kata/kalimat.
Panjang bacaan Mad Arid Lissukun boleh 2, 4, atau 6 harakat.
Cara membacanya yaitu dipanjangkan terlebih dahulu huruf Mad Thobi’i , kemudian huruf yang terakhir mengunci bacaan (dimatikan) atau jangan didengungkan.
Pada saat membaca suatu ayat, terus ingin berhenti di tengah karena terpaksa , misal karena kehabisan nafas , ada beberapa hal yang perlu diketahui:
Mad Arid Lissukun tidak berlaku untuk pertemuan Mad Thobi’i dengan huruf Alif dan Hamzah.
Apabila bertemu dengan huruf Alif, maka yang berlaku adalah Hukum Mad Jaiz Munfashil. Sebelumnya sudah dibahas, bahwa mesti berhati-hati ketika ingin berhenti di hukum Mad Jaiz Munfashil, sekalipun dalam keadaan terpaksa, karena ini dapat mengubah makna bacaan.
Apabila bertemu dengan huruf Hamzah, maka yang berlaku adalah waqof dengan cara Mad Wajib Muttashil. Sekalipun sama-sama 6 harakat, yang membedakan adalah hukum Mad yang digunakan. Mad Arid Lissukun boleh 2, 4, atau 6 harakat, sementara Mad Wajib Mutthashil harus 6 harakat.
O. Hukum Mad Wajib Muttashil
Mad Muttashil atau Mad Wajib, sering disebut juga dengan Mad Wajib Muttashil merupakan salah satu cabang dari Hukum Mad Far’i
Mad merupakan panjang bacaan
Wajib adalah harus
Mutthashil artinya bersambung.
Hukum Mad Wajib Muttashil adalah hukum tajwid yang berlaku apabila huruf Mad Thobi’i ( ــــــَــــــ ا ; يْ ـــــــِــــــ ; وْـــــــُـــــــ ) bertemu dengan huruf Hamzah berharakat Fathah / Fathatain, Kasrah / Kasratain, atau Dhammah / Dhammatain ( ءَ / ءً – ءِ / ءٍ –ءُ / ءٌ ). Kuncinya adalah Huruf Mad Thobi’i dan Hamzah dalam keadaan bersambung atau dalam satu kata .
Panjang bacaan Hukum Mad Wajib Muttashil adalah harus 6 harakat (tidak dapat ditawar).
Di dalam Al-Quran, Hukum Mad Muttashil diberi tanda (simbol) garis lengkung tebal yang mirip dengan gambar pedang, yang diletakkan di atas huruf Mad Thobi’i atau berada di antara Huruf Mad Thobi’i dan Hamzah.
Perbedaan antara Mad Mutthashil dan Mad Jaiz Munfashil
Simbol Mad Muttashil adalah garis lengkung tebal mirip dengan gambar pedang,
Sedangkan Mad Jaiz Munfashil adalah garis lengkung yang lebih tipis mirip seperti gambar cacing
Mad Muttashil harus dibaca 6 harakat, sedangkan Mad Jaiz Munfashil boleh 2, 4, atau 6 harakat.
Mad Muttashil adalah pertemuan Mad Thobi’i dengan Hamzah, sedangkan Mad Jaiz Munfashil adalah pertemuan Mad Thobi’i dengan huruf Alif.
P. Hukum Mad Jaiz Munfashil
Mad Jaiz Munfashil adalah salah satu cabang dari Hukum Mad Far’i.
Jaiz artinya boleh.
Munfashil artinya di luar kata atau terpisah
Mad Jaiz Munfashil berlaku apabila huruf Mad Thobi’i ( ــــــَــــــ ا ; يْ ـــــــِــــــ ; وْـــــــُـــــــ ) bertemu dengan huruf Alif berharakat Fathah, Kasrah, atau Dhammah ( اَ – اِ – اُ )
Cara membacanya boleh panjang 2 harakat, 4 harakat, atau 6 harakat.
Di dalam pengertian hukum Mad, sudah dijelaskan bahwa panjang setiap harakat harus rata, tetap dan teratur. Jika dari awal membaca Al-Quran telah memilih untuk Mad Jaiz Munfashil dengan panjang 2 harakat, maka seluruh kalimat/kata Mad Jaiz Munfashil selanjutnya harus dibaca 2 harakat. Jika dari awal bacaan Mad Jaiz Munfashil 4 harakat, maka bacaan Mad Jaiz Munfashil berikutnya harus 4 harakat.
Kalimat/kata yang mengandung Hukum Mad Jaiz Munfashil, umumnya dibaca 4 atau 6 harakat, untuk membedakan antara bacaan Mad Thobi’i dengan bacaan Mad Jaiz Munfashil. Namun, untuk amalan-amalan yang membutuhkan tempo (ketukan) yang cepat atau bacaan murottal, seringkali Mad Jaiz Munfashil dibaca hanya 2 harakat, misalnya pembacaan Surah Yaasiin atau doa-doa sesudah sholat.
Di dalam Al-Quran, Mad Jaiz Munfashil diberi tanda garis tipis melengkung di bagian atas huruf Mad Thobi’i atau berada di antara huruf Mad Thobi’i dan huruf Alif
Berhenti karena kehabisan nafas di tengah kalimat (Waqof Idhthirari)
Perlu digarisbawahi bahwa Mad Jaiz Munfashil hanya berlaku apabila kalimat atau kata yang dibaca masih dalam satu nafas antara Mad Thobi’i dan Huruf Alif. Jika bacaan berhenti sebelum huruf Alif bertemu dengan Mad Thobi, maka yang berlaku adalah Hukum Mad Thobi’i, yaitu harus dibaca panjang 2 harakat. Biasanya ini terjadi pada ayat-ayat yang panjang. Pembaca Al-Quran sudah kehabisan nafas sebelum sampai diujung ayat atau di tempat tanda berhenti (wakof).
Terpaksa berhenti di tengah ayat ini disebut dengan Waqof Idhthirari ( وقف اضطراري ), akan dibahas di dalam pembagian Waqof.
PENTING !!!
Apabila ingin berhenti di tengah ayat, diusahakan jangan berhenti di hukum Mad Jaiz Munfashil, karena ini dapat menyebabkan terjadinya perubahan makna – akan menjadi sebuah kekeliruan – ketika huruf Mad Thobi’i belum bertemu dengan huruf Alif, lalu dibaca panjang 6 harakat. Cara berhenti seperti Ini disebut dengan Wakof Qabiih atau Waqof Jelek ( وقفقبيح ), yaitu memberhentikan bacaan secara tidak sempurna.
Pada Surah Ash-Shams di atas, apabila ingin berhenti di Tanda Wakof, maka Huruf HA’ ( ىهَا ) hanya dibaca 2 harakat. Namun dapat dibaca panjang hingga 6 harakat, apabila diwashalkan dengan ayat selanjutnya, karena terjadinya pertemuan Mad Thobi’i dengan huruf Alif.
Sebagaimana telah dijelaskan di atas, Munfashil artinya di luar kata, atau terpisah. Maksudnya huruf Alif pada Mad Jaiz Munfashil memiliki kaitan erat dengan huruf berikutnya, dan huruf Mad Thobi’i pada Hukum Mad Jaiz Munfashil berkaitan erat dengan huruf sebelumnya. Mad Jaiz Munfashil adalah kebalikan dari Mad Muttashil.
Maka, sebaiknya dihindari berhenti di Mad Jaiz Munfashil, atau jika memang terpaksa lebih baik berhenti di huruf Mad Thobi’i (jangan ditemukan dengan huruf Alif / sekalipun ada tanda garis lengkung di atas huruf Mad Thobi’i-nya), sehingga cukup dibaca panjang 2 harakat.
Q. Hukum Mad Thobi’i (Ashli)
Mad Thobi’i adalah salah satu cabang dari Hukum Mad. Mad Thobi’i artinya biasa atau alami, yaitu tidak kurang dan tidak lebih. Dibaca panjang 1 alif atau 2 harakat.
Di dalam ilmu tajwid, Mad Thobi’i sering disebut juga dengan Mad Ashli, artinya asal-muasal atau asal mula kejadian, dan merupakan kunci dasar dalam mempelajari hukum-hukum Mad Far’i.
Mad Thobi’i berlaku apabila:
huruf berharakat Fathah ( ــــَــ ) bertemu dengan huruf Alif ( ا );
huruf berharakat Kasrah ( ـــــِـــ ) bertemu huruf Ya Sukun ( يْ );
dan Dhammah ( ـــــــُــــــ ) bertemu Waw sukun ( وْ )
maka huruf-huruf tersebut dibaca panjang dua harakat.
Akan tetapi yang perlu diingat, Hukum Mad Thobi’i tidak berlaku untuk huruf Alif. Apabila terjadi pertemuan antara:
huruf Alif berharakat Fathah ( ــــَــ ) bertemu dengan huruf Alif ( ا ),
Alif berharakat Kasrah ( ـــــِـــ ) bertemu huruf Ya Sukun ( يْ );
dan Alif berharakat Dhammah ( ـــــــُــــــ ) bertemu Waw sukun ( وْ ),
maka yang berlaku adalah Hukum Mad Badal
Hukum Mad Badal seringkali dianggap sebagai Mad Thobi’i, karena pertemuan hurufnya yang sama, yaitu Alif. Dan huruf Alif sendiri – untuk mushaf standar Indonesia – memiliki beragam nama.
Diriwayatkan oleh Ibnu Abbas bahwa Rasulullah bersabda, “Jibril membacakan (Al-Quran) kepadaku dengan satu huruf (dialek) dan aku terus saja meminta tambahan hingga akhirnya berhenti sampai pada tujuh huruf.” (HR Bukhari dan Muslim)
R. Hukum Izhar Syafawi
Hukum Izhar Syafawi adalah hukum tajwid yang berlaku apabila huruf Mim Sukun ( مْ ) bertemu dengan semua huruf hijaiyah, kecuali huruf Mim dan Ba.
Izhar artinya jelas/ terang atau tidak berdengung
Syafawi artinya bibir; karena huruf Mim makhrajnya adalah pertemuan bibir bagian atas dan bibir bagian bawah.
Di dalam istilah ilmu tajwid, Izhar Syafawi adalah melafalkan huruf-huruf yang bertemu dengan Mim Sukun secara jelas dan terang, tanpa disertai dengung (ghunnah). Dan Izhar Syafawi dapat terjadi di dalam satu kata/kalimat, maupun di luar kata/kalimat yang terpisah.
Kunci mengingat huruf-huruf pada Hukum Izhar Syafawi adalah cukup mengetahui hukum Ikhfa Syafawi dan Idgham Mitslain.
S. Hukum Idgham Mitslain (Idgham Mimi)
Idgham Mitslain atau sering disebut dengan Idgham Mimi adalah hukum tajwid yang berlaku untuk huruf Mim Sukun ( مْ ) bertemu dengan huruf Mim Berharakat ( مَ , مِ , مُ ) . Dinamakan Mitslain karena terjadinya pertemuan dua huruf yang makhraj dan sifatnya sama persis (identik), tapi “dikhususkan” hanya untuk huruf Mim Sukun bertemu Mim Berharakat. Selain dari huruf Mim tersebut, maka yang berlaku untuk pertemuan 2 huruf yang sama (Sukun dan Berharakat) adalah Hukum Idgham Mutamasilain dan Hukum Mad Tamkin.
Dinamakan Idgham karena cara membacanya adalah dengan meleburkan satu huruf ke dalam huruf setelahnya, atau bahasa lainnya di-tasydid-kan.
Hukum Idgham Mitslain dibaca dengung (makhraj huruf mim-nya mengalun dan jelas) sekitar 1 Alif hingga 1 1/2 alif atau sekitar 2 – 3 harakat.
Di dalam Al-Quran Idgham Mitslain sudah diberi tanda tasydid. Tasydid Idgham Mitslain adalah Tasydid Hukum, yaitu tanda tasydid yang diberikan karena terjadinya hukum pertemuan atau peleburan.
Hukum Idgham Mitslain hanya berlaku pada saat huruf Mim Sukun bertemu huruf Mim Berharakat.
Apabila huruf Mim Sukun belum bertemu dengan Mim Berharakat, maka harus dibaca Izhar, atau tidak didengungkan.
Persamaan Idgham Mitslain dan Idgham Bighunnah
Idgham Mitslain dan Idgham Bighunnah adalah dua hukum yang berbeda, namun sama-sama men-tasydid-kan huruf Mim.
Idgham Bighunnah: Apabila Nun Sukun atau Tanwin bertemu dengan huruf Mim berharakat.
Idgham Mitslain; Apabila Mim Sukun bertemu dengan huruf Mim berharakat.
Perbedaan Hukum Idgham Mitslain dan Idgham Mutamatsilain
Penyebutan Idgham Mitslain juga sering ditambahkan dengan sebutan Shaghir – ; Idgham Mitslain Shaghir.
Shaghir artinya dua huruf yang makhrajnya sama/berdekatan tetapi sifatnya berbeda; huruf yang pertama sukun, huruf ke dua berharakat.
Kebalikannya adalah Kabir, artinya dua huruf yang sama sifat dan makhrajnya, dan keduanya sama-sama berharakat.
Dengan adanya penambahan istilah Shaghir ini menjadikan Hukum Idgham Mitslain sering dianggap sama dengan Hukum Idgham Mutamasilain. Padahal, dari cara membaca kedua hukum ini berbeda.
Idgham Mitslain dibaca dengung
Sedangkan Idgham Mutamasilain dibaca izhar, yaitu jelas atau tidak didengungkan.
T. Hukum Ikhfa Syafawi
Ikhfa Syafawi adalah hukum tajwid yang berlaku apabila huruf Mim Sukun ( مْ ) bertemu dengan huruf Ba ( ب ) .
Ikhfa’ artinya menyamarkan atau menyembunyikan
Syafawi artinya bibir
Dinamakan Ikhfa Syafawi karena makhraj dari huruf Mim dan Ba merupakan pertemuan antara bibir atas dan bibir bawah.
Berbeda dengan hukum Iqlab, Idgham Bighunnah, atau Ghunnah Musyaddadah pada huruf Mim – di dalam Al-Quran – untuk hukum Ikhfa Syafawi tidak diberi tanda tasydid atau apapun, sama seperti hukum Ikhfa Haqiqi. Namun, hukum Ikhfa Syafawi tetap harus dibaca dengung 1 1/2 alif atau sekitar 2 – 3 harakat, karena apabila hukum Ikhfa Syafawi tidak didengungkan, maka akan berubah menjadi hukum Izhar.
Cara membaca Ikhfa Syafawi adalah dengan membaca terlebih dahulu HURUF SEBELUM MIM SUKUN, kemudian masuk ke huruf Mim Sukun dengan mengeluarkan irama dengung ikhfa Syafawi (menahan huruf mim samar-samar); “immng.. / ummmng.. / ammmng… ” sehingga pada saat akan bertemu dengan huruf ب bibir atas dan bawah dalam posisi tertutup.
U. Tasydid Hukum dan Tasydid Ashli
Tasydid adalah tanda baca (harakat) berbentuk kepala dari huruf sin ( س ) atau mirip seperti huruf w. Tasydid adalah simbol penekanan pada suatu konsonan ganda, atau sebuah tanda baca yang terjadi karena pertemuan (pengulangan) dari sebuah huruf yang sama.
Panjang bacaan untuk huruf bertasydid umumnya adalah 1 alif atau sekitar 2 harakat. Namun dapat dibaca lebih panjang lagi, seperti Tasydid yang ada di dalam Hukum Ghunnah Musyaddadah. Dan akan lebih tebal (panjang) pantulannya ketika masuk ke dalam Hukum Qolqolah Kubro ( qolqolah yang berhenti karena tanda waqof).
Surah AL-Lahab : pada Ayat 1 di ujung ayat – huruf Ba bertasydid ( بَّ ) dan pada ayat 2 tidak memakai tasydid ( بَ ).
Tasydid terdiri dari 2 macam, yaitu:
Tasydid Hukum
Tasydid Ashli
Tasydid Hukum adalah tasydid yang diberikan karena adanya HUKUM PERTEMUAN atau PELEBURAN antara huruf/kata yang satu dengan huruf/kata berikutnya – berada di tengah ayat atau pada saat washal – seperti tasydid yang ada di dalam hukum-hukum Idgham:
Idgham Bighunnah,
Idgham Bilaghunnah,
Idgham Mutajanisain,
Idgham Mutaqaribain,
Idgham Mutamatsilain,
Idgham Mitslain.
Di dalam suatu ayat di Al-Quran – Tasydid Hukum dapat terjadi dalam suatu kata/kalimat dan dapat pula terjadi pada kata/kalimat yang terpisah.
Tasydid Hukum seringkali dianggap sebagai simbol atau penandaan yang tidak mesti ada di dalam Al-Quran. Beberapa mushaf bahkan tidak menuliskan tanda Tasydid Hukum. Tapi untuk Al-Quran standar Indonesia umumnya sudah ditulis.
Namun perlu diketahui, perkembangan saat ini, sudah bermunculan penerbit-penerbit di Indonesia yang mencetak Al-Quran yang berbeda dari umumnya, seperti berbeda bentuk tanda harakat, tanda wakaf, dan tanda baca. Salah satunya adalah tidak dituliskannya tanda Tasydid Hukum di dalam hukum-hukum Idgham.
Sementara Tasydid Ashli adalah tasydid yang diberikan sesuai dengan asal-muasalnya, atau bukan karena Hukum Pertemuan/Peleburan Huruf/Kata. Berada di dalam satu kata/kalimat.
Tasydid Ashli mesti ada di dalam Al-Quran, berbeda dengan Tasydid Hukum, karena apabila Tasydid Ashli tidak ditulis dapat menyebabkan kekeliruan yang sangat fatal.
Tasydid Ashli dapat berarti DUA HURUF yang sama sifat dan mahrajnya yang berada dalam satu kata/kalimat, dan DIJADIKAN SATU HURUF BERTASYDID; asal muasalnya adalah satu huruf dalam keadaan sukun, dan satu lagi memiliki baris/harakat (dapat berupa Fathah, Fathatain, Kasrah, Kasratain, Dhammah dan Dhammatain).
Perlu diketahui juga, bahwa huruf-huruf yang memiliki Tasydid Ashli dapat mempengaruhi huruf di belakang dan di depannya, sehingga terjadilah pertemuan hukum-hukum yang beragam. Misalnya, pertemuan Mad Thobi’i dengan Ghunnah Musyaddadah yang terjadi di dalam hukum Mad Lazim Kilmi Mutsaqqal.
V. Ghunnah Musyaddadah
Ghunnah Musyaddadah ( غُنَّةُ مُشَدَّدَةٌ ) adalah hukum tajwid yang berlaku apabila huruf Mim dan Nun dalam keadaan bertasydid ( نّ / مّ ) .
Ghunnah artinya dengung; suara yang terdengar jelas dan nyaring yang keluar dari pangkal hidung (khaisyum)
Musyaddadah artinya bertasydid
Tasydid yang ada di dalam Ghunnah Musyaddadah adalah Tasydid Ashli , bukan Tasydid Hukum sebagaimana yang ada di dalam Hukum Idgham Bighunnah atau Bilaghunnah.
Cara membaca Ghunnah Musyaddadah adalah membaca terlebih dahulu HURUF sebelum MIM/NUN bertasydid (نّ / مّ ) , kemudian HURUF tersebut masuk ke tanda tasydid ( نّ / مّ ) – lalu huruf نّ / مّ langsung didengungkan secara jelas ke pangkal hidung (khaisyum), sekitar 1 1/2 Alif atau sekitar 2 – 3 harakat.
sehingga ada alunan innn.. / unnn… / annn…
atau immm.. / ummm.. / ammm..
Di dalam Al-Quran, Ghunnah Musyaddadah dapat berada di awal ayat, di tengah ayat, maupun di ujung ayat.
Ghunnah Musyaddadah di Samping Tanda Waqof / di Ujung Ayat
Ghunnah Musyaddadah juga dapat terjadi di ujung ayat atau di tengah ayat yang letaknya berada disamping tanda Wakof.
Cara mengunci bacaan ketika huruf terakhirnya mengandung Hukum Ghunnah Musyaddadah adalah tetap didengungkan, karena jika langsung dikunci maka Tanda Tasydid dari huruf tersebut akan hilang.
Jadi, cara mengunci bacaannya adalah cukup didengungkan = nnn… atau mmm…… 1 1/2 Alif atau sekitar 2 – 3 harakat
Di tengah ayat terdapat Ghunnah Musyaddadah, yaitu huruf Mim Bertasydid disamping tanda Waqof Tho ( ﻁ ).
Waqof Tho adalah Wakof Mutlaq, yaitu wajib berhenti, Insya Allah akan dibahas di dalam pembagian waqof.
W. Hukum Idgham Mutamatsilain
Idgham Mutamatsilain adalah hukum tajwid yang berlaku untuk pertemuan dua huruf yang sama sifat dan mahrajnya; satu dalam keadaan sukun dan satu lagi berharakat. Dua huruf tersebut berada di dalam kata/kalimat yang terpisah.
Mutamatsilain artinya sama/serupa
Idgham artinya meleburkan satu huruf ke dalam huruf setelahnya (di-tasydid-kan).
Cara membacanya adalah dengan memasukkan (meleburkan) huruf yang bersukun ke dalam huruf berharakat secara jelas/terang dan tidak didengungkan.
Di dalam Al-Quran, hukum Idgham Mutamatsilain sudah diberi tanda tasydid, yaitu tasydid yang diberikan karena hukum pertemuan atau perleburan ( Silahkan baca–> Tasydid Hukum dan Tasydid Ashli ) .
Fungsi Tasydid disini sebagai penanda bahwa terjadi pertemuan dua huruf yang identik, dan lafadz tasydid tersebut harus terdengar jelas, dan tidak terjadi dengung (ghunnah). Sebagaimana telah dijelaskan di dalam pengertian hukum Mad, huruf bertasydid kadar panjang bacaannya adalah 2 harakat. Fungsi tasydid pada hukum Idgham Mutamatsilain sama seperti fungsi tasydid pada hukum Idgham Bilaghunnah, yaitu tidak disertai dengung.
Hukum Idgham Mutamatsilain berlaku untuk semua huruf, kecuali:
Huruf Mim Sukun ( مْ ) bertemu huruf Mim Berharakat ( مَ , مِ , مُ ), yang berlaku adalah hukum Idgham Mitslain.
Huruf Nun Sukun ( نْ ) bertemu huruf Nun Berharakat ( نَ , نِ , نُ ), yang berlaku adalah hukum Idgham Bighunnah.
Huruf Ya ( ي ) dan huruf Waw ( و )
Idgham Mutamatsilain Pada Huruf Ya (ي ) dan huruf Waw ( و ):
Perlu diketahui, apabila terjadi pertemuan huruf Ya Sukun ( يْ ) dan Ya Berharakat, dan Waw Sukun ( وْ ) bertemu Waw Berharakat, maka terjadi dua hukum yang berlaku, yaitu Idgham Mutamatsilain dan Hukum Mad Tamkin. Di dalam hukum Mad Tamkin, tidak terdapat tanda Tasydid Hukum.
Hukum Mad Tamkin adalah hukum yang mengatur panjang bacaan, apabila terjadi pertemuan Hukum Mad Thobi dengan huruf identik (sama makhraj dan sifatnya), yaitu:
Huruf berharakat Kasrah ( ـــــِـــ ) bertemu Ya Sukun ( يْ ), dan huruf setelahnya adalah huruf Ya Berharakat ( يَ , يِ , يُ )
Huruf berharakat Dhammah ( ـــــــُــــــ ) bertemu Waw sukun ( وْ ), dan setelahnya adalah huruf Waw Berharakat ( وَ, وِ, وُ )
Silahkan baca —> Hukum Mad Tamkin.
Namun, apabila terjadi pertemuan huruf Waw Sukun ( وْ ) yang tidak mengandung hukum Mad Thobi’i, bertemu dengan huruf Waw berharakat ( وَ, وِ, وُ ), maka yang berlaku adalah Hukum Mutamatsilain, yaitu ditandai dengan tanda Tasydid Hukum.
Misalnya, huruf berharakat Fathah (ــــــــــــــــــَــــــــــــ ) bertemu dengan huruf Waw Sukun dan Waw Berharakat
X. Hukum Idgham Mutajanisain
Idgham Mutajanisain adalah hukum tajwid yang berlaku apabila terjadi pertemuan dua huruf yang berbeda sifat, namun sejenis tempat keluar suara atau makhraj-nya; satu dalam keadaan sukun dan satu lagi berharakat.
Mutajanisain artinya sejenis
Idgham artinya meleburkan satu huruf ke dalam huruf setelahnya (di-tasydid-kan).
Di dalam Al-Quran untuk huruf kedua yang berharakat sudah ditandai dengan Tanda Tasydid. Tasydid pada Hukum Idgham Mutajanisain adalah Tasydid Hukum, yaitu tasydid yang diberikan karena terjadinya pertemuan dua huruf. Sebagaimana fungsi tasydid, maka panjang bacaannya adalah 2 harakat, sebagai bentuk penekanan dua huruf yang bertemu.
Cara membacanya adalah dengan ‘mengabaikan’ huruf yang sukun, dan langsung masuk ke huruf yang berharakat, atau huruf yang sukun dileburkan ke huruf yang berharakat.
Hukum Idgham Mutajanisain berlaku untuk 8 huruf, yaitu: ب , ت , ث ,د , ذ , ط ,ظ , م
Delapan Huruf tersebut berasal dari 3 kelompok Makhraj:
Huruf Ba ( بْ ) dan mim ( م ) berasal dari Makhraj Syafawi; bibir atas dan bibir bawah posisi tertutup atau merapat
Huruf Ta ( ت ), Tha ( ط ), dan Dal ( د ) berasal dari Makhraj Lisani; ujung lidah yang bertemu dengan pangkal gigi seri atas (gigi tengah atas).
Huruf Dzal ( ذ ), Zha’ ( ظ ), dan Tsa’ ( ت) berasal dari Makhraj Lisani; Ujung lidah dikeluarkan sedikit dan ditekan di ujung Gigi Seri (Gigi Tengah) bagian atas.
Jika masih bingung dengan pengelompokan Makhraj huruf-huruf ini, silahkan baca Makharijul Huruf
Di dalam Hukum Idgham Mutajanisain, terjadi 7 pertemuan huruf yang sama makrajnya, yaitu:
Ba Sukun ( بْ ) bertemu huruf Mim Berharakat ( م )
Ta Sukun ( تْ ) bertemu huruf Dal Berharakat ( د )
Ta Sukun ( تْ ) bertemu huruf Tha Berharakat ( ط )
Tsa Sukun ( ثْ ) bertemu huruf Dzal Berharakat ( ذ )
Dal Sukun ( دْ ) bertemu huruf Ta Berharakat ( ت )
Dzal Sukun ( ذْ ) bertemu huruf Zha’ Berharakat ( ظ )
Tha Sukun ( طْ ) bertemu huruf Ta Berharakat ( ت )
Pertemuan huruf-huruf tersebut dibaca jelas (izhar) tanpa disertai dengung, kecuali huruf Ba Sukun bertemu huruf Mim berharakat.
Jika huruf Ba ‘diabaikan’, maka huruf Mim menjadi huruf yang bertasydid, maka secara otomatis huruf Mim tersebut akan dibaca dengung – sebagaimana fungsi tasydid pada hukum Ghunnah Musyadaddah yang dapat didengungkan 1 – 1 1/2 Alif atau sekitar 2 – 3 harakat.
Y. Makharijul Huruf
Makhraj artinya tempat keluar. Makharijul Huruf adalah tempat keluarnya huruf-huruf pada saat dilafalkan. Pembaca Al-Quran yang baik, bukan saja harus mengetahui hukum-hukum tajwid, tetapi juga harus memperhatikan dan memahami makhraj dan sifat dari huruf-huruf yang dibacakan.
Sejumlah ulama dan ahli-ahli qiraat memiliki perbedaan dalam pengelompokan (pengklasifikasian) Makharijul Huruf, namun secara garis besar intinya adalah sama.
Terdapat 17 Makhraj yang diklasifikasikan menjadi 5 tempat, yaitu:
1. Al-Halqi / Tenggorakan ( الحلق ) , terdapat 3 Makhraj :
Tenggorakan Dalam (Pangkal Tenggorakan): huruf أ dan ه .
Ingat, di dalam hukum Mad Badal sudah dijelaskan bahwa huruf Hamzah ( ء ) dan Alif ( ا ) adalah sama. Dapat dikatakan sebagai saudara kembar yang sama dalam pengucapannya, namun berbeda fungsi dan tugasnya apabila masuk ke Hukum Mad, misalnya Hukum Mad Munfashil dan Mad Muttashil.
Hamzah dapat dijadikan sukun (berharakat Sukun), sementara Alif tidak ada harakat sukun. Di sini kami tulis Hamzah-Alif ( أ ) untuk memudahkan mengingat
Tenggorakan Tengah: huruf ح , ع
Tenggorakan Luar dekat pita suara: huruf خ , غ
2. Al-Lisani / Lidah ( اللسان ), terdapat 10 Makhraj:
Pangkal lidah dekat tenggorakan menyentuh sekitaran ‘anak tekak’ atau berada di atas pita suara: ق
Pangkal lidah menyentuh langit-langit belakang: ك
Lidah bagian tengah menekan langit-langit atas: ش , ج ,ي
Ujung lidah dirapatkan pada Gigi Geraham atas, dan Tepi Lidah (kiri dan kanan) ditekan ke Gigi Geraham: ض
Ujung permukaan lidah ditekan ke Gusi di atas Gigi Seri atau Gigi Atas Bagian Tengah: ل
Ujung lidah ditekan sedikit lebih ke atas dari makhraj Lam: ن
Ujung lidah dinaikkan ke langit-langit atas sedikit melengkung, sehingga terlihat lidah bagian belakang : ر
Ujung lidah ditekan ke Pangkal Gigi Seri bagian atas (Gigi Seri adalah Gigi Tengah): ت , ط , د
Ujung lidah ditekan ke belakang Gigi Seri bagian bawah : ص , ز ,س
Ujung lidah dikeluarkan sedikit dan ditekan di ujung Gigi Seri bagian atas: ذ, ث,ظ
3. Asy-Syafawi /bibir ( الشفوي ), terdapat 2 Makhraj:
Bibir Bawah ditekan ke Gigi Seri bagian atas : ف
Bibir Bawah dan Atas posisi tertutup atau merapat, yaitu و , م , ب
Menutup bibir lebih ringan: huruf م
Menutup bibir sedikit lebih kuat: huruf ب
Membulatkan bibir atas dan bawah : و
4. Al-Jaufi / Rongga Mulut ( الجوف ), terdapat 1 Makhraj:
Merupakan makraj untuk huruf-huruf Mad yang dilepaskan ke dalam Rongga Mulut : ـــــــــــــَــــــــــــ ا , ـــــــــــــُـــــــــــ وْ ,ـــــــــــــِـــــــــــ يْ
5. Al-Khaisyhumi / Pangkal Hidung ( الخيشوم ), terdapat 1 Makhraj:
Pangkal Hidung bagian dalam, yaitu huruf-huruf yang dibaca dengung (ghunnah):
pada hukum Nun Sukun ( نْ ) dan tanwin ( ــًــ, ــٍــ, ــٌــ ), yaitu Ikhfa Haqiqi, Iqlab, dan Idgham Bighunnah.
pada hukum Mim Sukun ( مْ ), yaitu Ikhfa Syafawi dan Idgham Mitslain,
hukum Ghunnah Musyaddadah, yaitu huruf Mim Bertasydid ( مّ ) dan Nun Bertasydid ( نّ ).
hukum Idgham Mutajanisain hanya untuk Ba Sukun ( بْ ) bertemu dengan huruf Mim Berharakat ( م ).
hukum Mad Lazim Harfi Mukhaffaf hanya dikhususkan untuk huruf ‘Ain tanpa harakat ( ع ).
Dari pengelompokan Makharijul Huruf ini perlu diperhatikan bahwa terdapat beberapa huruf yang memiliki Makhraj yang sama. Namun, ketika dilapalkan – bunyi atau suara dari huruf-huruf tersebut tidaklah sama. Maka yang membedakannya terletak pada sifat huruf.
Z. Hukum Alif Lam Jalalah ( Lam Jalalah / Al – Jalalah )
Hukum Hamzah Washal
Alif Lam Jalalah adalah hukum tajwid yang berlaku untuk membaca lafal Allah ( الله ) . Sering juga disebut Lam Jalalah atau Al-Jalalah.
Ciri-ciri Alif Lam Jalalah, pada mushaf standar Indonesia, ditandai dengan Alif Kecil di atas tanda Tasydid pada huruf Lam, simbol yang sama seperti hukum Mad Thobi’i. Dan kadar panjang bacaannya adalah 2 harakat. Namun apabila berhenti (waqaf) boleh dibaca 2, 4 atau 6 harakat.
Pada mushaf Timur Tengah, umumnya di atas Tasydid diharakati Fathah biasa/miring atau tanpa Alif Kecil. Sementara huruf Alif-nya terdapat simbol Sakna (penggalan kepala huruf Shad), sebagai penanda bahwa Alif tersebut adalah Hamzah Washal (akan dibahas di bagian bawah).
Cara membaca Alif Lam Jalalah terdiri dari dua macam, yaitu:
Tafkhim (dibaca tebal): apabila huruf sebelumnya berharakat Fathah atau Dhammah
Tarqiq (dibaca tipis): apabila huruf sebelumnya berharakat Kasrah
Selain lafal Allah, kata Allahumma ( اللَّهُمَّ ) juga termasuk bagian dari cara membaca Tafkhim, maka cara membacanya adalah “Alloohumma”.
Namun, yang benar-benar harus diperhatikan adalah ketika bertemu dengan kata Al-Laata ( اللّٰتَ ) yang terdapat pada Surah An-Najm ayat 19.
Ada beberapa poin penting untuk membaca Hamzah Washal pada hukum Alif Lam Jalalah, yaitu:
Apabila berada di PERMULAAN AYAT atau IBTIDA’ (memulai bacaan setelah waqaf), Hamzah Washal pada Alif Lam Jalalah selalu dibaca atau berharakat FATHAH, sekalipun di atas huruf Alif tidak terdapat harakat Fathah. Jadi, tetap dibaca ALLOH, dan keliru apabila dibaca Illoh atau Ulloh.
Apabila Hamzah Washal disambung dengan kata atau ayat sebelumnya, maka Hamzah Washal tidak dibaca. Atau huruf sebelumnya langsung masuk ke huruf Lam Jalalah.
Membaca Hamzah Washal yang terakhir pada Hukum ALif Lam Jalalah adalah apabila bertemu dengan Tanwin.
Tanwin dibaca sebagaimana huruf berharakat biasa (jika fathatain menjadi harakat fathah, kasrahtain menjadi kasrah, dan dhammatain menjadi dhammah),
Sedangkan Hamzah Washal-nya, diganti menjadi suara huruf Nun berharakat Kasrah, atau dibaca “NI”. Sehingga akan dibaca Tarqiq menjadi “NILLAH“.
Pada mushaf standar Indonesia, umumnya ditandai dengan huruf Nun Kecil yang terletak dibawah Hamzah Washal atau disebut dengan Nun Wiqayah.
Sekali lagi, munculnya penandaan Nun Wiqayah ini karena terjadinya pertemuan Tanwin dengan Hamzah Washal.
Mengenai istilah Nun Wiqayah ini sebelumnya telah dijelaskan pula pada Hukum Alif Lam Qamariah dan Alif Lam Syamsiah. Pada Mushaf Timur Tengah, istilah Nun Wiqayah tidak dikenal.
Tujuan penambahan Nun Wiqayah ini kemungkinan besar adalah untuk memudahkan dan menghindari kekeliruan bagi pembaca Al-Quran yang awam yang tidak begitu dalam mempelajari Ilmu Tajwid, bagaimana cara membaca Hamzah Washal yang benar.
Namun, perlu digarisbawahi, yang terpenting bukan ada atau tidaknya Nun Wiqayah di dalam Mushaf. Akan tetapi, cara membaca dan bagaimana memahami hukum-hukum Tajwid-nya. Perlu juga diingat, tidak semua mushaf memberikan tanda Nun Wiqayah.
Contohnya, cara memawashal ayat 1 ke ayat 2 pada Surah Al-Ikhlash.
Adalah sebuah kekeliruan, apabila dibaca dalam satu nafas
AA. Hukum Alif Lam Syamsiah
Hukum Hamzah Washal
Alif Lam Syamsiah atau sering disebut dengan Idgham Syamsiah adalah bagian dari hukum Alif Lam Ta’rif yang berlaku apabila huruf Alif-Lam ( ال ) bertemu dengan salah satu dari 14 Huruf Syamsiah, yaitu:
ت , ث , د , ذ , ر , ز , س , ش , ص , ض , ط , ظ , ل , ن
Syamsiah berasal dari kata syams, artinya matahari. Secara filosofis, matahari adalah benda langit yang sinarnya dapat meleburkan, menguapkan, dan melenyapkan benda-benda lain.
Di dalam Al-Quran, ciri-ciri Hukum Alif Lam Syamsiah terdapat Tanda Tasydid di atas huruf Syamsiah, yaitu tanda tasydid yang diberikan karena terjadinya hukum pertemuan antara huruf Alif-Lam dengan Huruf Syamsiah.
Sama seperti Hukum ALif Lam Qamariah, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk membaca Hukum Alif Lam Syamsiah :
1. Apabila terletak di awal ayat atau Ibtida’ (memulai bacaan setelah waqaf), huruf Alif dibaca sebagaimana huruf berharakat Fathah. Sementara huruf Lam tidak dibaca atau dianggap tidak ada, karena melebur dengan huruf S
yamsiah atau dibaca idgham.
2. Apabila terletak di tengah ayat (washal di tengah ayat), huruf Alif-Lam tidak dibaca. Jadi huruf sebelumnya langsung dileburkan ke huruf Syamsiah.
Hamzah Washal pada Hukum Alif Lam Syamsiah
Di dalam pengertian Hukum Alif Lam Tarif, telah dijelaskan bahwa Hamzah Washal adalah huruf Alif dalam penulisan, dan Hamzah dalam penyebutan. Sering disebut juga dengan Alif Washal. Fungsinya adalah sebagai penghubung kata/kalimat.
Pada mushaf standar Indonesia, Hamzah Washal pada Hukum Alif Lam Syamsiah seringkali dibantu dengan harakat Fathah, dan ada banyak pula ayat yang tidak diberi harakat Fathah. Namun, yang perlu digarisbawahi adalah Hamzah Washal pada Hukum Alif Lam Syamsiah selalu berharakat Fathah.
3. Jadi, cara membaca Alif Lam Syamsiah berikutnya, apabila ingin mewashalkan ayat (menyambungkan antara ayat yang satu ke ayat berikutnya); maka huruf Alif-Lam tidak dibaca, dan langsung masuk ke huruf Syamsiah.
Tasydid pada semua huruf Syamsiah, kadar panjang bacaannya adalah 1 Alif atau sekitar 2 harakat, kecuali untuk huruf Nun ( النّ ), panjang bacaannya sama seperti Hukum Ghunnah Musyaddadah, yaitu 1 1/2 Alif atau sekitar 2-3 harakat. Dan perhatikan pula -apabila mewashal- apakah terdapat Waqaf Mamnu’ disampingnya atau tidak. Jika tidak ada Waqaf Mamnu’, sebaiknya hindari untuk mewashal.
Dan perlu diingatkan, jangan mencoba-coba mewashalkan Surah Al-Fatihah pada Shalat Wajib, sekalipun sudah mengetahui cara mewashal. Al-Fatihah adalah rukun shalat. Membaca Surah Al-Fatihah satu ayat-satu ayat sudah sempurna maknanya.
4. Hal yang perlu diperhatikan untuk membaca huruf Alif Lam Syamsiah yang terakhir adalah apabila Lam-Alif ( ال ) bertemu dengan Tanwin (dapat berupa Fathatain, Kasrahtain, Dhammatain).
Cara membacanya sama dengan hukum Alif Lam Qamariah yaitu menggantikan tanwin menjadi harakat biasa (jika fathatain menjadi harakat fathah, kasrahtain menjadi kasrah, dan dhammatain menjadi dhammah), sementara Hamzah Washal, diganti menjadi suara huruf Nun berharakat Kasrah, atau dibaca “NI”.
Kemudian, Nun Wiqayah atau Nun Kecil yang terletak dibawah Hamzah Washal tersebut langsung dileburkan atau diidghamkan ke huruf Syamsiah.
Washal pada kata/kalimat Alladzi ( الَّذِ )
Di dalam Al-Quran, banyak ayat yang menuliskan kata/kalimat Alladzi ( الَّذِ ). Dapat terjadi di awal maupun di tengah ayat.
Kata/kalimat Alladzi diperbolehkan diwashalkan dengan ayat sebelumnya. Umumnya, bacaan yang seringkali washal (antara yang satu ke ayat berikutnya) adalah bacaan Murottal.
Namun, terdapat 7 (tujuh) ayat yang tertulis kata/kalimat Alladzi ( الَّذِ ), dan menurut sebagaian ulama tafsir dilarang untuk mewashalkan dengan ayat sebelumnya, yaitu:
Surah Al-Baqarah : ayat 3
Surah Al-Baqarah : ayat 146
Surah Al-Baqarah : ayat 275
Surah At-Taubah : ayat 20
Surah Al-Furqaan : ayat 34
Surah Al-Mu’min / Al Ghafir : ayat 7
Surah An-Naas : ayat 5
BB. Hukum Alif Lam Qamariah
Hukum Hamzah Washal
Alif Lam Qamariah atau sering disebut juga dengan Izhar Qamariah adalah salah satu bagian dari hukum Alif Lam Ta’rif yang berlaku apabila huruf Alif-Lam ( ال ) bertemu dengan salah satu dari 14 Huruf Qamariah, yaitu:
١، ب ، ج ، ح ، خ ، ع ، غ ، ف ، ق ، ك ، م ،و ، ي ، ه
Qamariah berasal dari kata qamarun, artinya bulan. Secara filosofis, bulan adalah benda langit yang dapat dilihat manusia secara jelas.
Cara membaca Hukum Alif Lam Qamariah adalah jelas, tegas (tidak diidghamkan) atau tidak berdengung. Namun, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk membaca Hukum Alif Lam Qamariah.
1. Apabila terletak di awal ayat atau Ibtida’ (memulai bacaan setelah waqaf/berhenti), huruf Alif dibaca sebagaimana huruf berharakat Fathah, sekalipun di atas huruf Alif tersebut tidak ditulis harakat Fathah. Sementara huruf Lam dibaca Sukun. Dan secara otomatis huruf Alif-Lam akan dibaca “AL”.
2. Apabila terletak di tengah ayat (washal di tengah ayat), huruf Alif tidak dibaca, dan huruf Lam dibaca Sukun
Hamzah Washal pada Hukum Alif Lam Qamariah
Sebagaimana telah dijelaskan di dalam pengertian Hukum Alif Lam Ta’rif, huruf Hamzah Washal pada Hukum Alif Lam Qamariah – diawal ayat atau di samping tanda waqaf – seringkali dibantu dengan harakat Fathah. Namun, ada banyak pula ayat yang tidak dituliskan harakat Fathah.
Perlu diketahui, Mushaf Timur Tengah tidak mengharakati Hamzah Washal. Sedangkan mushaf standar Indonesia, terkadang memberikan harakat Fathah pada Hamzah Washal, terkadang tidak mengharakatinya sama sekali.
Ciri-ciri Alif Lam Qamariah yang tidak diharakati Fathah, selalu diikuti dengan tanda waqaf Mamnu (Lam-Alif) di atas Ra’su Ayat (di ujung ayat).
3. Jadi, berdasarkan penjelasan di atas, cara membaca Hukum Alif Lam Qamariah selanjutnya, apabila ingin mewashalkan ayat (menyambungkan antara ayat yang satu ke ayat berikutnya); maka huruf Alif (Hamzah Washal) dianggap tidak ada, dan langsung masuk ke huruf Lam Sukun. Dan perhatikan pula apakah terdapat Waqaf Mamnu’ di sampingnya atau tidak.
Waqaf Mamnu’ ( ممنُوع ) adalah waqaf yang disimbolkan dengan huruf Lam-Alif ( ﻻ ), yaitu tanda waqaf yang diberikan kepada pembaca Al-Quran agar JANGAN BERHENTI (WAQAF TERLARANG). Apabila terpaksa harus berhenti di tanda waqaf ini, maka bacaan harus dimundur. Cara membaca seperti ini berlaku apabila Waqaf Mamnu’ berada di tengah ayat.
Namun, jika Waqaf Mamnu’ berada di Ujung Ayat (Ra’su Ayat), dipersilahkan berhenti dan boleh juga tidak, karena sebagian besar ahli tafsir Al-Quran menganggap membaca Al-Quran satu ayat-satu ayat- dianggap sudah baik maknanya, bukan waqaf Qabih ( ﻗﺒﻴﺢ ) yang bermakna buruk.
Kecuali pada Surah Al Maa’uun ayat 4, menurut sebagian besar Ahli Tafsir mesti disambung (washal) ke Ayat 5, karena apabila terputus di ayat 4, maknanya kurang baik (Insya Allah akan dijelaskan di pembagian Waqaf).
Hamzah Washal pada hukum Alif Lam Qamariah pada Mushaf Timur Tengah ditandai dengan simbol Sakna (kepada Huruf Shad di atas huruf Alif), sementara di Indonesia tidak ada baris/harakat. Namun, pada kata Al-Maliku (Alif yang diwarna merah, lihat contoh di bawah) pada mushaf Indonesia, untuk huruf Hamzah Washal-nya diberi harakat Fathah.
Dari Contoh surah Al-Hasyr ayat 23 di atas, salah satu ciri-ciri Alif Lam Qamariah ( ال ) yang diberi harakat Fathah pada mushaf standar Indonesia, selalu diikuti dengan tanda Waqaf yang dianggap sudah sempurna atau baik maknanya. Seperti Waqaf Jaiz yang disimbolkan huruf Jim ( ج ) pada surah Al-Hasyr di atas.
Waqaf Jaiz adalah tanda waqaf yang diberikan agar pembaca Al-Quran sebaiknya berhenti, namun diperbolehkan juga untuk tidak berhenti.
Bandingkan pula dengan Waqaf Mamnu’ pada contoh Surat At-Takwir ayat 15-16 sebelumnya, tidak ada harakat Fathah di atas Hamzah Washal.
Jika bacaan terpaksa berhenti di Al-Muhamin karena kekurangan nafas, maka bacaan boleh diulang di Al-Mu’min atau di As-Salaam. Sehingga bacaan dilanjutkan menjadi, “Al-Mu’minul Muhaiminul Aziizul Jabbaarul Mutakabbir”.
Inilah yang dinamakan dengan Ibtida’, yaitu memulai bacaan setelah waqaf. Dan menghidupkan Alif Gundul (Hamzah Washal) di tengah Ayat.
4. Hal yang perlu diperhatikan untuk membaca huruf Alif Lam Qamariah yang terakhir adalah apabila Lam-Alif ( ال ) bertemu dengan Tanwin (dapat berupa Fathatain, Kasrahtain, Dhammatain).
Cara membacanya yaitu menggantikan tanwin menjadi harakat biasa (jika fathatain menjadi harakat fathah, kasrahtain menjadi kasrah, dan dhammatain menjadi dhammah), sementara Hamzah Washal, diganti menjadi suara huruf Nun berharakat Kasrah, atau dibaca “NI”.
Mushaf standar Indonesia sudah dibantu dengan huruf Nun kecil berharakat Kasrah dibawah Hamzah Washal, atau disebut dengan huruf Nun Wiqayah, dan harus dibaca ‘Ni’. Fungsi Nun Wiqayah adalah untuk menjaga agar Tanwin tidak hilang ketika bertemu dengan Hamzah Washal.
Kesimpulan Penting:
Huruf Alif pada hukum Alif Lam Qamariah disebut Hamzah Washal, ada juga yang menyebutnya dengan istilah Alif Washal. Hamzah Washal adalah huruf hamzah secara pengucapan dan berupa Alif secara tulisan.
Apabila terletak di awal ayat atau ibtidah (memulai bacaan setelah waqaf), huruf Hamzah Washal pada Hukum Alif Lam Qamariah akan selalu berharakat Fathah. Sedangkan jika terletak di tengah atau pada saat washal (menyambungkan kata/kalimat), huruf Hamzah Washal tidak dibaca.
Mushaf Standar Indonesia pada Hukum Alim Lam Qamariah terkadang mengharakati Hamzah Washal dan terkadang tidak mengharakatinya. Maka sebaiknya perhatikan benar-benar apabila ingin mewashalkan kalimat (antara ayat satu ke ayat berikutnya).
Jika terdapat harakat Fathah pada Hamzah Washal lebih baik berhenti di tanda waqaf.
Jika tidak ada harakat Fathah di atas Hamzah Washal disamping Ra’su Ayat (di ujung ayat), boleh berhenti atau meneruskan bacaan (washal). Umumnya di atas Ra’su Ayat terdapat tanda Waqaf Mamnu ( ﻻ ), artinya boleh berhenti atau meneruskan bacaan apabila di ujung ayat.
Jika terdapat Nun Wiqayah dibawah Hamzah Washal, harus dibaca Ni. Nun Wiqayah adalah huruf pengganti Tanwin yang hanya ada di mushaf standar Indonesia. Disimbolkan dengan huruf Nun Kecil berharakat Kasrah yang diletakkan di bawah Hamzah Washal.
Jika sebelum Ra’su Ayat terdapat huruf Berharakat Tanwin, dan setelahnya adalah Hamzah Washal. Perhatikan, apakah ada huruf Nun Wiqayah atau tidak di bawah Hamzah Washal-nya. Jika tidak ada, lebih baik berhenti di Tanda Waqaf untuk menghindari kekeliruan.
CC. Hukum Alif Lam Ta’rif (Ma’rifah)
Hukum Hamzah Washal
Alif Lam Ta’rif atau sering disebut juga dengan Alif Lam Ma’rifah adalah hukum Tajwid yang berlaku untuk kata yang diawali dengan huruf Alif-Lam ( ال ). Diistilahkan dengan Ta’rif atau Ma’rifat karena membahas “suatu nama benda (isim)” secara khusus -sudah dikenal atau seringkali disebutkan- secara jelas dan tegas.
Misalnya, النَّجْمُ yang berarti bintang atau الْكٰفِرُوْنَ yang berarti orang-orang kafir.
Penggunaan Alif-Lam ( ال ) pada Asmaul Husna (nama-nama baik Allah -subhanahu wa ta’ala-) juga termasuk dalam hukum Alif Lam Ta’rif. Kecuali, penyebutan untuk huruf Lam yang terdapat dalam lafal ALLAH ( اللهُ ), yang berlaku adalah Hukum Alif Lam Jalalah.
Hukum Alif-Lam ( ال ) dapat terjadi di awal maupun di tengah ayat. Cara membacanya sangat berpengaruh dengan huruf setelahnya. Dan apabila diwashalkan, sangat terikat dengan huruf sebelumnya.
Hukum Alif Lam Ta’rif terdiri dari dua macam, yaitu:
Alif Lam Qamariah
Alif Lam Syamsiah
Sebelum masuk pada kedua hukum tersebut, ada baiknya sedikit mengenal tentang Hamzah Washal berharakat Fathah.
Hamzah Washal pada Hukum Alif Lam Qamariah dan Syamsiah
Huruf Alif pada hukum Alif Lam Qamariah dan Alif Lam Syamsiah memiliki fungsi sebagai penyambung kata yang dikenal dengan nama Hamzah Washal, ada pula yang menyebutnya dengan istilah Alif Washal. Hamzah Washal adalah huruf hamzah secara pengucapan dan berupa Alif secara tulisan.
Hamzah Washal pada Hukum Alif Lam Qamariah dan Alif Lam Syamsiah selalu berharakat Fathah.
Perlu diketahui bahwa huruf Alif pada mushaf standar Indonesia untuk Hukum Alif Lam Qamariah dan Alif Lam Syamsiah – diawal ayat atau di samping tanda waqaf – terjadi ketidakkonsistenan. Seringkali Alif dibantu dengan harakat Fathah, namun ada banyak pula ayat yang tidak dituliskan harakat Fathah.
Penulisan harakat Fathah pada hukum Alif-Lam Ta’rif pada mushaf standar Indonesia tentunya berdasarkan Musyawarah Kerja Ulama Ahli Al-Quran berserta Lajnah Pentashih Mushaf Al-Quran Indonesia. Kemungkinan besar, tujuan penambahan harakat Fathah tersebut adalah untuk memberikan kemudahan bagi pembaca Al-Quran yang awam (tidak begitu dalam memperlajari Ilmu Tajwid dan Ilmu Nahwu) bagaimana membaca huruf Alif Gundul (tanpa harakat).
Namun, konsekuensi dari penambahan harakat tersebut dapat menyebabkan terjadinya kekeliruan bagi pembaca Al-Quran yang awam apabila hendak mewashal. Maka, apabila belum mengetahui Hukum Hamzah Washal sebaiknya berhati-hati dalam mewashal, atau sebaiknya hindari untuk mewashalkan ayat satu ke ayat berikutnya.
Pada mushaf Timur Tengah, huruf Hamzah Washal ditandai dengan simbol Kepada Huruf Shad di atas huruf Alif, ada yang menyebutnya
Semoga bermanfaat..
Silahkan tinggalkan komentar di blog jagoanbanten.blogspot.com ini ya.
No comments:
Post a Comment