Laman

Tips Mendisiplinkan Siswa di Sekolah Tanpa Hukuman (Teknik Komentar Berulang)


Saya teringat pada suatu kisah yang dibawakan penceramah terkenal tentang seseorang yang terpengaruh akibat adanya sugesti atau pendapat orang lain. Cerita persisnya saya lupa, namun kalau boleh saya ceritakan ulang secara bebas adalah seperti ini : 

Seorang petani akan menjual seekor kambing ke pasar. Kambing tersebut sehat dan gemuk sehingga ia berkeyakinan bahwa akan mampu menjualnya dengan harga tinggi. Dalam perjalanan ke pasar, ia bertemu dengan beberapa orang. "Mau jual kambing yah pak?" sapa orang pertama. "Iya, saya mau jual kambing ini ke pasar, siapa tahu dapat harga yang tinggi" jawab petani tersebut. "Waduh, kambing kurus seperti ini mana mungkin bisa dijual dengan harga tinggi" komentar orang tersebut. Petani tersebut tentu saja tidak setuju dengan pendapat itu "Ini kambing sehat dan gemuk pak, saya yakin harga jualnya tinggi" jelas petani itu. Ia pun melanjutkan perjalanan. 

Selang berapa lama, ia bertemu dengan orang kedua dan kembali mengomentari kambingnya. Dikatakan bahwa kambingnya tidak bagus warna bulunya dan tidak sehat sehingga tidak mungkin bisa dijual dengan harga yang tinggi. Mendapatkan komentar itu, petani itu mengacuhkannya sambil melanjutkan perjalanan. Namun ia mulai berpikir kenapa dua orang tersebut mengatakan bahwa kambing yang ia bawa kurus dan tidak sehat. Padahal ia sangat yakin bahwa kambingnya gemuk dan sehat. Hal tersebut membuat ia bingung. 

Bertemulah ia dengan orang ketiga. Hal yang sama ia dengar. Orang tersebut memberi komentar bahwa kambingnya kurus dan tidak sehat, tidak mungkin bisa dijual dengan harga yang tinggi. Tentu saja membuat petani tersebut semakin bertanya - tanya dalam hati apakah pendapatnya tentang kambing yang ia bawa salah. Apakah pendapat ketiga orang itu benar? Apa mungkin kambing yang ia bawa kurus dan tidak sehat? 

Dalam kebingungan, ia kembali bertemu dengan orang keempat dan kembali mendapat komentar yang sama. Dikatakannya bahwa kambing itu kurus dan tidak sehat dan tidak mungkin bisa dijual dengan harga yang tinggi. Begitu juga saat bertemu dengan orang kelima dan keenam mereka memberikan komentar yang sama. Alhasil, keyakinan petani diawal bahwa kambingnya sehat dan gemuk bisa dijual dengan harga yang tinggi pun berubah. Kini iya meyakini sepert apa yang dikatakan orang - orang yang ia temui sepanjang perjalanan. Lagipula banyak yang memberikan komentar yang sama. Sudah pasti komentar mereka benar pikirnya. Ia pun menjual kambing tersebut dengan harga murah di pasar. 

Ilustrasi di atas menggambarkan bahwa betapa besar pengaruh dari sebuah komentar terhadap keyakinan seseorang. Keyakinan petani yang semula beranggapan kambingnya gemuk dan sehat serta bisa dijual dengan harga yang tinggi, berubah setelah mendapat komentar sehingga ia menjualnya dengan harga yang sangat rendah.

Untuk mengetahui efek dari komentar berulang kita bisa mencobanya pada teman dekat atau siapa pun yang ingin dijadikan kelinci percobaan. Buat kesepakatan dengan beberapa orang untuk memberikan komentar yang sama pada target. Misal, katakanlah bahwa teman atau target tersebut terlihat sakit dan butuh istirahat. Komentar tersebut diulang lagi oleh orang berbeda, demikian seterusnya. Lihat hasilnya. Saya berkeyakinan bahwa target akan merasa bahwa dirinya sedang dalam keadaan sakit dan butuh istirahat. 

Dalam dunia politik, teknik ini pun sering dimanfaatkan seiring perkembangan teknologi informasi berupa media sosial. Dalam membangun sebuah persepsi, mereka menciptakan sebuah “pasukan khusus” atau biasa disebut “buzzer”. Tugas pasukan ini adalah membentuk persepsi tentang tokoh politik atau siapapun yang menjadi kliennya dengan memposting berbagai hal positif, memberikan testimoni atau komentar, membagikan postingan dan lain sebagainya sehingga terbentuk persepsi bahwa kliennya tersebut adalah tokoh yang sempurna. Dengan masifnya testimoni yang diunggah oleh para buzzer, banyak masyarakat yang mempercayai atau terpengaruh tanpa sadar atas proses pembentukan persepsi tersebut. 

Para buzzer bekerja tidak sendiri, mereka adalah sebuah tim. Mereka bekerja bersinergi satu sama lain. Tidak hanya membangun kesan positif, terkadang mereka juga bertugas untuk menjatuhkan lawan politik dengan memposting atau berkomentar hal – hal negatif. Maka tidak jarang mereka harus berhadapan dengan “pasukan” dari lawan politik sehingga terjadi yang disebut “perang persepsi”. Fenomena ini biasanya muncul menjelang pesta demokrasi seperti pilkada atau pemilu. 

Teknik membangun persepsi atau kesan dengan memberikan komentar ternyata dapat juga diimplementasikan dalam dunia pendidikan. Untuk mencobanya, katakanlah pada seorang siswa bahwa ia tampan atau cantik kepada siswa dengan tingkat kepercayaan diri rendah. Buat kesepakatan dengan guru lain untuk mengatakan hal yang sama. Semakin banyak banyak guru yang berkomentar sama, maka siswa tersebut akan mendapatkan semakin banyak sugesti positif sehingga saya berkeyakinan bahwa kepercayaan diri siswa tersebut akan bertambah. Inilah yang saya sebut sebagai Teknik Komentar Berulang. 

Teknik Komentar Berulang adalah teknik pemberian sugesti atau pandangan /komentar terhadap orang lain secara berulang dalam kondisi dan waktu berbeda yang dilakukan beberapa orang berbeda untuk membangun sebuah persepsi pada target sehingga target berlaku atau bertindak sesuai sugesti yang diberikan. Sugesti yang diberikan bisa bersifat positif atau negatif tergantung dari tujuan yang dikehendaki dari si pemberi sugesti. 

Teknik komentar berulang ini dapat juga kita aplikasikan dalam mendisiplinkan siswa di sekolah terhadap tata tertib yang ada. Teknik ini tentu berbeda jauh dengan hukuman. Teknik ini lebih memanfaatkan unsur sugesti dalam membentuk persepsi atau cara pandang siswa agar ia menjadi warga sekolah yang baik. 

Sebagai contoh, sebuah sekolah memiliki aturan bahwa seragam siswa harus dimasukan/ diselipkan dengan rapi ke dalam celananya. Namun ternyata, terdapat beberapa orang siswa yang masih melanggarnya. Jika menggunakan teknik hukuman, mungkin siswa pelanggar tersebut ditegur dan diberikan hukuman. Saya berkeyakinan ini tidak akan membuat efek jera, atau bahkan yang ada tumbuh dendam pada si penerima hukuman terhadap guru yang menghukumnya. Namun dengan teknik komentar berulang, ajaklah beberapa orang guru untuk memberikan sugesti positif terhadap si pelanggar. Misal katakan padanya bahwa ia terlihat lebih menarik dan gagah pada saat bajunya rapi. Berikan sugesti tersebut secara berulang oleh guru yang berbeda dan waktu yang berbeda. Lihatlah hasilnya. Tentu ini juga bisa digunakan pada jenis pelanggaran yang lain. 

Untuk bisa menerapkan teknik ini, ada beberapa hal yang harus diperhatikan guru, yaitu : 

  • Harus ada kerjasama beberapa orang guru paling sedikit tiga orang. Semakin banyak guru yang terlibat semakin baik. Karena semakin banyak pemberi sugesti, maka semakin mudah sugesti itu diterima oleh siswa. 
  • Siapkan kalimat sugesti positif sesuai tujuan awal (kalimat harus bersifat membangun dan tidak mencela)
  • Lakukan dengan hati dan bersungguh - sungguh saat memberi sugesti. jangan terkesan pura - pura atau terpaksa. 
  • Pilih waktu yang tepat untuk memberikan sugesti. Karena momen yang tidak tepat tidak akan memberikan efek yang signifikan. 

Hukuman mungkin saja bisa digunakan dalam mendisiplinkan siswa. Namun demikian, hukuman menurut saya adalah sebuah pilihan terakhir. Hukuman bersifat memaksa dan membuat siswa menjadi objek tak berdaya. Hukuman memberikan efek negatif dikemudian hari. Jika pun harus menghukum, hukuman itu harus hukuman yang mendidik. Hukuman tersebut berupa sebuah konsekuensi. Konsekuensi adalah resiko yang harus ditanggung seseorang atas perbuatan yang dipilihnya. Artinya, siswa harus diberi penjelasan tentang aturan yang berlaku dengan konsekuensi yang diterima jika ia melanggarnya. Penjelasan tersebut dilanjutkan dengan membuat kesepakatan antara siswa dengan guru tentang aturan dan konskuensinya. Pada saat siswa melanggar tata tertib atau aturan, ia menyadari konsekuensi yang akan ia terima. Konsekuensi tersebut adalah pilihannya, bukan hukuman yang dipilihkan oleh guru. 

Namun dalam tulisan ini, saya berkeyakinan bahwa penggunaan teknik komentar berulang lebih baik dari pada hukuman. Dan jika terpaksa harus memberikan hukuman, konsekuensi adalah pilihannya.

Dari sisi ilmu psikologi, teknik komentar berulang termasuk dalam kategori reinforcement dalam pengkondisian instrumental yang di gagas oleh Ivan B.F Skinner. 

3 comments:

  1. Hmm... Menarik, Pak Didi. Bisa dicoba kayaknya ini.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Biasanya yg susah itu nyari rekam yg sepemahaman

      Delete
  2. Mantaaap kalo ada guru sperti pak Didi di sekolahku...

    ReplyDelete