Dilaporkan Karena Mendidik! Sebuah Ironi (Edisi Curhat)

Beberapa waktu yang lalu saya disuguhkan berbagai kisah tentang guru yang dilaporkan oleh siswanya sendiri. Misal kasus Bapak Samhudi di Sidoarjo yang dilaporkan mencubit siswa. Berita tersebut menjadi sangat viral di sosial media. Dan masih banyak lagi kasus lain siswa melaporkan guru. Saya sangat prihatin dengan kondisi ini.
Saya sangat setuju, saat ada yang berpendapat bahwa mendidik tidak perlu dengan kekerasan. Banyak teknik mendidik yang bisa diambil seorang guru dalam mengatasi siswa "bermasalah" di sekolah. Namun demikian, guru juga manusia biasa, yang kadang hilap dan lepas kontrol. Kesabaran seorang guru memang di uji di sini. Dan saya sangat yakin seyakin - yakinnya, bahwa marahnya guru (sejatinya) pasti bertujuan baik, mendidik siswanya agar menjadi masyarakat yang baik. Tidak ada niatan untuk melakukan penganiayaan atau sejenisnya.

Jika belakangan saya hanya bisa menyaksikan dilayar kaca atau membaca di dunia maya, sekarang saya bisa menyaksikan sendiri seorang guru dilaporkan siswanya. Hari kamis, 15/12/2016, rekan kerja saya, dua orang guru sekaligus, resmi dilaporkan ke kantor polsek terdekat karena dianggap melakukan penganiayaan terhadap siswa kelas 9 yang bernama Denox (nama samaran).

Bermula dari pertandingan classmeeting cabang futsal, Denox dengan lawan mainnya terjadi percekcokan. Awalnya, bola futsal dianggap keluar dari lapangan pertandingan. Kemudian Denox merasa bola belum keluar dan melakukan protes. Entah karena terprovokasi atau apa, Denox melakukan sikutan terhadap lawan main yang bernama Fajjin (nama samaran). Fajjin tidak menanggapi, ia cuma mengatakan "selow dong Den!" . Mendengar kalimat tersebut, emosi Denox semakin memuncak dan mengejar Fajjin. Fajjin dipukul pada dada bawah sebelah kiri. Fajjin sendiri tidak melakukan perlawanan. Teman - teman yang lain mencoba memisahkan mereka agar tidak berlanjut. Pertandingan pun dilanjutkan. Tapi ternyata tampaknya Denox masih belum puas dan kembali mengejar Fajjin dan kembali melakukan pemukulan. Lagi - lagi Fajjin tidak melawan. Mereka dipisahkan rekannya yang lain. Tapi tampaknya emosi Denox belum juga reda. Sehingga akhirnya dua orang guru yang mengamati dari jauh ikut turun tangan mendamaikan mereka.

Pak AD pun menghampiri Denox dan membawa Denox dengan di rangkul karena Denox terus meronta - ronta karena ingin melanjutkan kemarahannya. Karena terus meronta, Pak AD pun sedikit menepak kepala Denox agar diam. Tujuan Pak AD adalah agar Denox dan Fajjin berbicara baik - baik di ruang guru agar tidak berlanjut diluar sekolah.

Denox di bawa ke depan ruang guru yang kebetulan di sana ada Pak SD. Oleh SD dengan triknya sebagai guru memberikan shock therapy dengan kalimat bentakan. Maksudnya adalah agar Denox tenang dan jangan "ngamuk". Sampai Pak SD pun merangkul Denox agar ia bisa mengendalikan diri. Denox lepas dari rangkulan, ia berlari ke pintu gerbang sambil mengancam akan membawa orang tuanya ke sekolah. 

Karena takut berlanjut terjadi perkelahian diluar sekolah antara Denox dan Fajjin, Pak SD dan Pak AD pergi ke rumah Denox untuk menyampaikan permasalahan yang ada. Ternyata Denox sendiri belum sampai ke rumah. Seteleh beberapa lama berbincang dengan keluarga, Denox datang dan menangis hebat seolah sangat teraniaya sehingga kakaknya yang bernama Saprol (nama samaran) marah besar dan mengajak kedua guru tersebut untuk berduel. Untung masih banyak yang menghalang- halangi. Akhirnya pihak keluarga yang lain meminta Pak AD dan Pak SD untuk pulang dan mereka akan membereskan permasalahnya di rumah.

Setelah kembali ke sekolah, setengah jam kemudian ternyata Saprol melaporkan Pak AD dan Pak SD ke kantor Polsek. Tuduhannya adalah Pak AD dan Pak SD melakukan penganiayaan. Yaitu pemukulan, mencekik, menendang, dan melakukan pengancaman. Sampai tulisan ini dibuat, Pak AD dan Pak SD menjadi terlapor dan belum dilakukan pemanggilan atas keduanya.

Melihat secara langsung kejadian ini, saya sangat sedih. Sedih karena permasalahan yang seharusnya bisa dimusyawarahkan atau dibicarakan baik - baik jika seandainya ada rasa ketidakterimaan atas perlakukan guru tapi ini langsung dibawa ke ranah hukum. Padahal ini kejadiannya di sekolah dan masih banyak pihak berwenang di sekolah yang bisa menjadi penengah. Kadang saya berpikir, apa motif dibalik melaporkan guru seperti ini.

Melalui tulisan ini, saya hanya ingin mengatakan bahwa jika untuk mendidik dengan memisahkan siswa berkelahi dengan cara - cara tertentu yang saya yakin bukan kriminal, lalu guru harus menjadi terlapor, rasa - rasanya guru akan takut untuk mendidik siswa dengan sepenuh hati. Salah - salah ia menjadi salah dan menjadi terlapor. Jujur, dengan kejadian ini saya menjadi merasa tidak nyaman mengajar atau mendidik siswa saya. 

Apakah seharusnya siswa berkelahi, siswa melakukan kriminal atau tindak kejahatan lain di sekolah kita biarkan saja. Yah, mungkin harusnya seperti itu. Faktanya mereka bukan anak kandung. Mau mereka sukses atau tidak, apalah untungnya buat guru. Mau mereka nakal atau tidak, apalah ruginya buat guru. Mungkin seharusnya kita biarkan saja semua siswa bermasalah di sekolah. Guru cukup melaksanakan tugas yang dibebankan negara seperti mempersiapkan pembelajaran, melaksanakan, mengevaluasi dan melakukan tindak lanjut. Selebihnya abaikan saja jika ujungnya harus dibui. Apa seperti ini harusnya pendidikan kita?

Rasa - rasanya, idealisme saya sebagai guru tidak setuju dengan pendapat di atas. Sebagai guru, jiwa saya terpanggil untuk mendidik siswa, bukan hanya mengajar siswa. Tapi bagaimana dengan rekan yang lain? Seandainya banyak yang memiliki pemikiran seperti di atas, bagaimana nasib Indonesia ke depan. Jika guru sudah mulai masa bodoh dengan hanya melaksanakan tugas seadanya, tak terbayangkan Bangsa Indonesia ke depan seperti apa. Ataukah adanya berbagai kasus seperti ini adalah skenario asing yang sengaja ingin menghancurkan Indonesia di masa depan?. Allahualam.

Saya berharap, pemerintah bisa memberikan rasa nyaman kepada guru dalam mendidik. Lindungi kami sebagai pendidik. Sekalipun terdapat undang - undang guru dan dosen serta peraturan lain yang mengatur tentang perlindungan guru, tapi dalam tataran teknis, kami merasa khawatir dan cemas. Kami tidak merasa nyaman. Apalagi banyak kasus yang dimunculkan seperti ini. Lalu, siapa lagi yang akan jadi korban berikutnya?







No comments:

Post a Comment