Tiga Jenis Kenakalan Remaja Yang Mengarah Kriminal dan Cara Menanggulanginya

Remaja adalah identitas yang disematkan pada manusia dengan kisaran usia 12 – 18 tahun atau belum menikah. Pada usia ini, mereka belum memiliki kestabilan emosi sehingga mudah dipengaruhi oleh lingkungan sekitarnya. Alhasil, tidak jarang lingkungannya membentuk perilaku yang menyimpang pada diri remaja tersebut. Perilaku tersebut menyimpang dari norma – norma yang berlaku dan diterima oleh sebagian besar anggota masyarakat.


Penyimpangan perilaku pada remaja bisa bersifat primer atau sekunder. Penyimpangan primer masih pada tahap kenakalan remaja pada umumnya seperti melanggar tata tertib sekolah, membolos, mencontek dan sebagainya. Sedangkan penyimpangan sekunder mengarah kepada kenakalan remaja yang cenderung mengarah criminal atau tindak pidana. Beberapa contoh kenakalan remaja yang cenderung mengarah kriminal antara lain :

a. Tawuran

Salah satu fenomena sosial yang dihadapi pendidik saat ini adalah masalah tawuran. Tawuran bisa masuk dalam ranah kriminal dengan adanya pasal pengeroyokan atau penganiayaan. 

Dalam ranah sosiologi, tawuran merupakan bentuk dari proses sosial disosiatif yang melibatkan dua atau lebih kelompok orang yang saling bertentangan yang menyebabkan terjadinya benturan fisik di antara kelompok-kelompok tersebut, berakibat merusak diri dan lingkungan disekitarnya. Tawuran bisa dilakukan siapa pun, mulai dari masyarakat umum, mahasiswa dan yang lebih sering kita lihat yaitu tawuran yang melibatkan pelajar. Biasanya tawuran terjadi di tempat – tempat umum seperti dijalan raya, di tempat terbuka, dan tempat-tempat lainnya yang memungkinkan bertemu-nya dua kelompok yang saling bertentangan. Dalam kasus tertentu, bahkan tawuran bisa juga terjadi dilingkungan pendidikan seperti sekolah.

Tawuran pelajar terjadi biasanya dari hal yang sederhana seperti saling ejek antar satu sekolah terhadap sekolah lain. Atau mungkin ada salah seorang siswa di satu sekolah mempunyai masalah dengan siswa di sekolah lain. Dengan tingginya rasa solidaritas, maka teman-teman di sekolah yang sama akan memberikan dukungan, sehingga terbentuklah kelompok yang mengatasnamakan sekolah dan ketika bertemu dengan kelompok lain, biasanya akan terjadi benturan. Jika sekali terjadi benturan, dan menyebabkan adanya korban disalah satu atau dua kelompok tersebut, berikutnya akan tertanam rasa dendam di hati kelompok – kelompok tersebut. Selebihnya, mereka yang tidak terlibat karena mempunyai almamater yang sama, tidak jarang mau atau tidak mau mereka akan terlibat dalam kelompok-kelompok tersebut karena jika tidak ikut anggota kelompok, bisa jadi dia akan dijadikan sasaran dari kelompok dari sekolah lain.

Selain rasa solidaritas yang tinggi seperti diuraikan di atas, tawuran pelajar terjadi antara lain karena psikologi siswa yang nota bene masih remaja bersifat labil, kurangnya pengawasan dari orang – orang yang berkepentingan, dan pola pendidikan yang diterapkan di keluarga dan juga sekolah, diduga sebagai penyebab terjadinya tawuran.

Usia pelajar biasanya di antara 7 – 18 tahun. Pada usia ini, mereka belum bisa menemukan arah hidup yang jelas. Rasa ingin tahu yang besar, seringkali membuat mereka mencoba-coba sesuatu yang baru terlepas dari baik atau buruknya hal tersebut. Demikian pula ketidakstabilan emosi membuat mereka mudah sekali terpengaruh oleh lingkungannya. Sehingga apa yang dilakukan teman, selalu dijadikan dasar melakukan tindakan. Belum lagi rasa ingin diakui sebagai bagian dari kelompok pertemanannya. Maka mereka melakukan apapun tanpa mempertimbangkan baik atau buruk atas tindakan yang mereka lakukan demi apresiasi dari teman-temannya. Termasuk didalamnya tawuran. Mereka ikut terlibat tawuran demi menunjukan eksistensi dirinya bahwa ia mampu melakukan apa yang teman mereka lakukan.

Dengan masih labilnya kejiwaan usia remaja, sudah selayaknya orang dewasa mampu memberikan arahan dan pengawasan secara konsisten. Namun pada kenyataannya, tidak jarang orang tua terlalu sibuk dengan kepentingannya dan membiarkan pergaulan anaknya tanpa mempedulikan dengan siapa atau apa yang anak-anak mereka lakukan. Disekolah, pendidik pun seolah menutup mata tentang apa yang dilakukan siswa ketika diluar jam pelajaran. Mereka berdalih bahwa tugasnya mendidik hanya pada saat jam KBM saja, selebihnya bukan tanggungjawab mereka. Demikian pun pihak terkait lainnya yang kurang begitu mempedulikan apa yang dilakukan pelajar diluar jam sekolah.

Terkadang, apa yang dilakukan remaja adalah cermin dari pendidikan yang dilakukan dirumah. Orang tua yang keras, akan membentuk anak dengan karakter yang sama. Begitu pun jika anak yang kurang mendapat perhatian dari orang tuanya, biasanya ia akan menjadi anak broken home. Ditambah lagi dengan pembelajaran disekolah yang tidak menarik dan membosankan. Sehingga mereka lebih senang bermain dengan teman sebayanya. Senang berkumpul dan melakukan tindakan bersama termasuk didalamnya adalah tawuran. Secara sederhana, tawuran terjadi sebagai bentuk kegelisahan anak terhadap apa yang ia dapatkan dirumah dan sekolah.

Untuk mencegah terjadinya tawuran pelajar, sebetulnya banyak hal yang bisa dilakukan. Pertama, mulailah lebih intensif memberikan perhatian dan bimbingan terhadap pelajar. Hal ini bisa dilakukan oleh orang tua, guru dan pihak terkait lainnya. Kedua, ikutkan pelajar pada kegiatan – kegiatan positif yang terdapat disekolah atau ditempat lainnya. Sekolah pun harus mampu merancang kegiatan – kegiatan apa yang memang sesuai bakat dan minat siswanya, sehingga mereka tertarik untuk ikut terlibat kegiatan tersebut. Ketiga, lakukan pengawasan yang lebih ketat dari semua unsur terlibat, mulai dari orang tua, sekolah dan pihak lainnya. Sekolah bisa melakukan tindakan yang lebih tegas lagi bagi pelaku tawuran. Teknisnya, buat pernyataan bermaterai bagi seluruh siswa bahwa mereka tidak akan pernah terlibat tawuran, jika terbukti secara sah dan meyakinkan, lakukan tindakan tegas seperti yang tertuang dalam pernyataan tersebut, seperti dengan pemberhentian dari sekolah atau sejenisnya. Tujuannya adalah memberikan efek jera dan pembelajaran bagi siswa yang lain. Lebih baik mengorbankan satu siswa dari pada harus mempertaruhkan seluruh siswa lainnya. Bagaimana pun tawuran lebih baik dicegah sebelum itu terjadi. Maka sudah selayaknya semua pihak bahu membahu dalam membentuk paradigma siswa bahwa tawuran itu salah dan harus dihindari. Semoga kedepannya, pelajar – pelajar kita unggul dalam prestasi, bukan lagi dalam aksi kekerasan

b. Penyalahgunaan Narkoba

Seperti halnya tawuran, penyalahgunaan narkoba juga terjadi karena beberapa hal mulai dari keinginan untuk menunjukan eksistensi diri, kurangnya perhatian orang tua (broken home), coba – coba dan lain sebagainya. Berdasarkan penelitian yang ada, alasan penyalahgunaan narkoba sebagai konsumsi harian adalah sebagai berikut :
  • Melupakan masalah atau kesulitan hidupnya meski sifatnya sementara
  • Menghilangkan rasa takut karena karena dengan menggunakan narkoba ini seseorang menjadi pribadi yang pemberani
  • Meningkatkan rasa percaya diri atau menghilangkan rasa malu
  • Sebagai gaya hidup 
  • Awalnya hanya untuk coba – coba kemudian ketagihan
Penyalahgunaan narkoba masuk ke dalam ranah pidana karena penggunaan narkoba diatur dalam seperangkat peraturan formal. Jadi pada saat remaja menyalahgunakan narkoba, maka kenakalan yang ia lakukan sudah termasuk kriminal. Selain merugikan diri sendiri karena merusak system saraf dan kesehatan remaja, penyalahgunaan narkoba akan memicu tindakan criminal lainnya seperti tindakan asusila, amoral dan tindak kejahatan lain. 

Berdasarkan pengamatan disekitar lingkungan tempat tinggal, penyalahgunaan narkoba mengarah pada teori Differencial Association milik Edwin H. Sutherland. Para pelaku penyalahgunaan narkoba awalnya mempelajari terlebih dahulu bagaimana menjadi pengguna narkoba. Proses belajar tersebut melalui interaksi social antara teman sebaya pengguna narkoba. Dengan banyaknya frekuensi, prioritas, lamanya dan intensitas interaksi akhirnya membentuk ia untuk menjadi bagian dari para pecandu narkoba.

Selain karena proses belajar pada pecandu narkoba, diduga kuat penyalahgunaan narkoba juga terjadi bermula dari kebiasaan merokok pada remaja. Ada kebiasaan ketika acara ngariung (kenduri/selamatan) di daerah saya, para hadirin diberi jatah rokok. Tidak jarang remaja yang hadir pun diberi rokok. Hasilnya masyarakat dilingkungan saya menganggap bahwa merokok adalah hal biasa pun demikian dilakukan oleh kalangan remaja walau mungkin ada juga sebagian kecil yang sudah menyadari bahaya merokok. Dari kebiasaan merokok inilah memicu para remaja untuk mencoba narkoba dimulai dengan ganja. Biasanya mereka menggabungkan racikan ganja ke dalam rokok yang mereka hisap. Hasilnya, mereka menjadi pecandu ganja yang kemudian meningkatkan level narkoba yang mereka konsumsi ke tingkat yang lebih serius seperti heroin dan lain sebagainya.

Dalam tataran yang lebih luas, penyalahgunaan narkoba pada kalangan remaja akan berpengaruh kepada keberlangsungan sebuah negara. Bayangkan jika remaja – remaja penerus bangsa sebagian besar adalah pecandu narkoba, siapa yang akan menggantikan para pemimpin kita. Bahkan saat ini ada anggapan bahwa narkoba sengaja diberikan pada remaja suatu negara dalam rangka menghancurkan negara tersebut secara perlahan. Jika ini benar, tentu ini sangat mengkhawatirkan karena kita dapat menyaksikannya sendiri betapa banyak remaja terjerat kasus narkoba. 

Mengingat begitu berbahayanya penyalahgunaan narkoba, maka sebaiknya dilakukan langkah – langkah yang bersifat preventif. Beberapa hal yang bisa dilakukan antara lain :
  1. Sosialisasi atau kampanye secara berkesinambungan tentang bahaya narkoba oleh pihak – pihak yang berkepentingan
  2. Orang tua harus memberikan perhatian ekstra pada anaknya, jangan biarkan mereka kurang kasih sayang yang berujung broken home
  3. Arahkan remaja pada kegiatan – kegiatan positif seperti olahraga, kesenian, pecinta alam dan lain sebagainya
  4. Awasi pergaulan remaja, dengan siapa ia bergaul dan apa yang ia lakukan
  5. Maksimalkan peran pranata keluarga, pendidikan, agama dan pranata lainnya yang terkait.
c. Hubungan Seks Diluar Nikah

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Komnas Perlindungan Anak yang disampaikan dalam seminar yang bertajuk “Memahami Dahsyatnya Kerusakan Otak Anak Akibat Kecanduan Pornografi dan Narkoba dari Tinjauan Neuroscine” pada tahun 2009 (http://nasional.news.viva.co.id/news/read/35193-62-persen-remaja-indonesia-tidak-perawan) diketahui bahwa 62,7 % remaja SMP dan SMA sudah tidak perawan. Bahkan lebih miris lagi 21,2 % lainnya pernah melakukan aborsi. Data tersebut diambil dari 12 kota besar di Indonesia dengan jumlah responden 4.500 remaja. Diketahui pula bahwa 97 % lainnya pernah melihat tayangan pornografi.

Jika pada tahun 2009 saja sudah menunjukan angka yang sangat mengkhawatirkan, bagaimana dengan tahun 2017 ini? Mungkin angka tersebut lebih tinggi. Ini menjadi sebuah ironi saat Negara kita dikenal sebagai negara yang berbudaya terlebih pendudukanya mayoritas beragama Islam.

Banyaknya remaja usia sekolah yang tidak perawan tersebut adalah buah dari seks bebas yang menjadi tren di kalangan remaja. Hal ini terjadi akibat dari kemudahan para remaja dalam mengakses berbagai informasi termasuk nilai – nilai yang bersifat destruktif seperti seks bebas. Akibatnya, tingkat kehamilan diluar nikah meningkat drastis. Sebagai pembuktian, saya yang tinggal dilingkungan pedesaan, di setiap kampong ditemukan minimal satu kasus hamil diluar nikah. Jika di perkampungan saja seperti ini, bagaimana dengan di daerah perkotaan yang lebih bersifat hedonis dan liberal?

Menurut pendapat saya, seks bebas pada remaja bermula dari pacaran. Betapa mirisnya fenomena saat ini melihat anak SD pun sudah mengenal berpacaran. Dan pada tahap pacaran di SMP, perilaku remaja sudah mengarah pada penyimpangan akibat tayangan porno yang mereka saksikan. Rasa penasaran yang tinggi dengan peluang yang besar untuk mempraktekan apa yang mereka lihat dengan pacarnya, akhirnya terjadilah hubungan seks diluar nikah. Selanjutnya hal tersebut menjadi sebuah kebiasaan dan dilakukan pada pacar – pacarnya yang berbeda. Ini bukan sekedar pendapat, hal ini benar – benar terjadi walau dengan kepintaran mereka (remaja) mampu menyembunyikan dari permukaan (guru + orang tua). Seks bebas pada kalangan remaja saat ini ibarat gunung es. Dan jika survey Komnas Perlindungan Anak dilakukan lagi pada saat ini, dipastikan angkanya sangat mencengangkan.

Tidak hanya seks bebas, penyimpangan lain yang kita kenal dengan LGBT (lesbian, gay, biseksual dan transeksual) juga sudah menyerang perilaku remaja. Padahal, perilaku tersebut selain melanggar norma agama, norma susila, norma ada, juga melanggar hukum yang berlaku di Indonesia. Akibat dari penyimpangan – penyimpangan tersebut, hasilnya adalah munculnya berbagai penyakit mematikan seperti AIDS.

Untuk mengatasi fenomena kenakalan remaja berupa seks bebas membutuhkan perjuangan yang ekstra dan melibatkan banyak pihak. Kembali keluarga dituntut memaksimalkan fungsinya dalam memberikan afeksi, proteksi dan edukasi. Keluarga harus mampu membimbing remaja menjadi manusia yang patuh terhadap norma – norma yang berlaku terutama pada norma agama yang di anut karena setiap agama pasti tidak mengajarkan tentang seks bebas. Keluarga juga harus mampu membatasi perilaku pacaran pada remaja agar tidak mengarah pada pacaran tidak sehat. Akses informasi yang diterima remaja juga harus mampu disaring oleh keluarga (orang tua) jangan sampai remaja menerima informasi secara mentah – mentah tanpa mengetahui baik dan buruk. Dalam kondisi ekstrim, kalau perlu remaja dilarang berpacaran.

Selain keluarga, pranata pendidikan juga pasti akan berperan dalam mencegah terjadinya seks bebas dengan berbagai upaya sosialisasi bahaya seks bebas. Pun demikian dengan pranata agama yang harus berjuang keras agar agama tidak sekedar formalitas namun harus terimplementasi dalam wujud perilaku.

Selain beberapa pranata di atas, peran yang lebih penting dimiliki oleh pemerintah melalui kementrian komunikasi dan informatika (kemkominfo) yang seharusnya mampu memfilter berbagai muatan buadaya luar yang negative seperti pornografi dalam dunia maya. Faktanya, walau kemkominfo memblokir banyak situs porno, namun akses terhadap pornografi di dunia maya masih sangat mudah. Semisal, kita coba ketikan kata bernada “vulgar” pada search engine seperti google, maka jutaan tayangan baik bersifat gambar diam atau video dengan mudah bisa kita akses. Demikian juga dengan situs – situs porno yang katanya sudah diblokir oleh pemerintah masih dengan mudah diakses dengan hanya merubah DNS menjadi milik google. Bahkan beberapa operator seluler yang berbasis diluar negeri mendukung penggunanya untuk mengakses situs – situs porno tersebut. Tidak hanya itu, situs dalam negeri berbau pornografi terus tumbuh seperti jamur dimusim hujan. Sehingga timbul pertanyaan sejauh apa peran kemkominfo selama ini? Apakah di kementrian ini kekurangan ahli yang mampu memproteksi berbagai situs negative tersebut? Seandainya peran kemkominfo menciptakan internet sehat dapat maksimal, mungkin seks bebas sedikit banyak dapat dikurangi dengan kerjasama berbagai pihak yang ada.

Demikian tulisan tentang kenakalan remaja serta cara menanggulanginya. Semoga bermanfaat bagi mereka yang membutuhkan.

Sumber : diolah dari berbagai sumber

Kata kunci : kenakalan remaja, cara menanggulangi kenakalan remaja, jenis kenakalan remaja, seks bebas sebagai kenakalan remaja, tawuran sebagai kenakalan remaja, narkoba sebagai kenakalan remaja, penyebab terjadinya kenakalan remaja, kenakalan remaja kontemporer, bagaimana menanggulangi kenakalan remaja, jenis kenakalan remaja serta cara menanggulanginya, jenis kenakalan remaja yang mengarah kriminal

No comments:

Post a Comment