Proyek Kerja Paksa Pada Masa Belanda Di Banten

Ilustrasi Willem Herman Daendels. Sumber : dosenpendidikan.com

Jagoan Banten. Bermula dari keinginan mendapatkan rempah-rempah dari sumbernya, Cornelis De Houtman berlayar jauh dari Belanda hingga ke Banten. 

Empat kapal Belanda mendarat dipelabuhan Banten pada 23 Mei 1596 setelah menempuh perjalanan lebih dari 14 bulan. 

Penduduk Banten menyambut baik kedatangan rombongan ini. Namun sikap angkuh dan kasar ditunjukan oleh rombongan De Houtman sehingga masyarakat Banten marah. 

De Houtman dan anak buahnya ditangkap dan diminta tebusan jika ingin dilepaskan. Setelah ditebus 45 ribu gulden, mereka pun dilepaskan dan diusir dari tanah Banten. 

Pada perkembangannya, Belanda kembali ke Nusantara dan berhasil menguasai beberapa wilayah Nusantara. Kesultanan Banten pun akhirnya harus berakhir ditangan Belanda.

Selama berkuasa di Nusantara (Indonesia) Belanda memiliki berbagai proyek yang bertujuan menguatkan posisinya di Nusantara. 

Berbagai proyek itu melibatkan rakyat sebagai pekerja. Mereka bekerja dipaksa oleh Belanda tanpa upah yang jelas (kerja rodi). Bahkan ribuan orang harus kehilangan nyawanya saat bekerja untuk kepentingan Belanda. 

Berikut beberapa proyek Belanda di wilayah Banten dengan sistem kerja paksa antara lain :

Nama Proyek Tempat Bentuk Kerja Paksa
Pembangunan Jalan Raya Pos Anyer, Banten sampai Ke Panarukan, Jatim Kerja rodi (kerja paksa tanpa upah) membangun jalan sepanjang lebih dari 1000 km dari Anyer sampai Panarukan
Pembangunan Pangkalan Perang Angkatan Laut Di Ujung Kulon Ujung Kulon, Pandeglang, Banten Rakyat di Banten dipaksa membangun pangkalan perang angkatan laut di Ujung Kulon dengan mengirim 1000 orang setiap harinya untuk kerja rodi tanpa upah. Penyakit malaria membuat pekerja banyak yang mati
Tanam Paksa (Cuulturstelsel) Lebak, Banten Rakyat di paksa menanam komoditas ekspor dilahannya, jika gagal panen mereka harus membayar pajak
Pembangunan Bendungan Pamarayan Cikeusal, Serang, Banten Mengerahkan sekitar 200 ribu orang untuk dipekerjakan secara paksa dalam membangun bendungan yang mampu mengairi/irigasi lebih dari 27 hektar



1. Pembangunan Pangkalan Perang Angkatan Laut di Ujung Kulon

Setelah VOC dibubarkan, Belanda yang saat itu dikuasai Perancis mengirim Willem Herman Daendels. Daendels merupakan gubernur pertama Belanda yang ditunjuk langsung oleh Louis Napoleon sebagai penguasa Perancis di Belanda. Tugas Daendels adalah mempertahankan pulau Jawa dari Inggris karena Perancis merupakan musuh dari Inggris. 



Dalam menjalankan tugasnya, Daendels menerapkan beberapa kebijakan mulai dari bidang pertahanan, politik, pemberantasan sistem feodal VOC, sekulerisasi pemerintahan, perombakan sistem peradilan dan pengisian kas negara. 

Dalam bidang pertahanan, Daendels merekrut 18.000 hingga 20.000 rakyat untuk dijadikan serdadu. Selain itu ia juga membangun Pangkalan Perang Angkatan Laut di Ujung Kulon dan pembangunan Jalan Raya Pos dari Anyer Panarukan. 

Dalam membangun pangkalan perang angkatan laut di Ujung Kulon, Daendels memerintahkan Sultan Banten mengerahkan pekerja rodi sebanyak-banyaknya agar pembangunan cepat selesai. 

Karena lokasi pembangunan penuh rawa - rawa banyak pekerja mati karena penyakit malaria. Banyak dari pekerja melarikan diri dari proyek pembangunan pangkalan tersebut. 

Akibatnya, Daendels marah dan menuduh Mangkubumi Wargadiraja sebagai biang keladi atau penyebab kaburnya para pekerja tersebut.

Daendels kemudian memerintahkan Sultan Banten untuk mengirim 1000 pekerja rodi setiap hari dan menyerahkan Mangkubumi Wargadiraja serta memindahkan keraton ke Anyer karena Surosowan akan dijadikan benteng pertahanan Belanda. 

Tuntutan Belanda ini ditolak mentah-mentah oleh Sultan sehingga Daendels mengirim pasukan untuk meluluhlantahkan Surosowan jadi puing-puing berserakan. Sisa -sisa bangunan Keraton Surosowan bisa dilihat hingga hari ini. 

Runtuhan Keraton Surosowan

Proyek pembangunan pangkalan angkatan laut di Ujung Kulon akhirnya dihentikan karena kondisi alam yang tidak memungkinkan.


2. Pembangunan Jalan Raya Pos

Jalan Raya Pos

Kebijakan dalam bidang pertahanan dari Willem Herman Daendels berikutnya yakni membuat jalan penghubung dari Anyer ke Panarukan sepanjang lebih dari 1000 km yang disebut Jalan Raya Pos.

Tujuan pembangunan jalan raya ini adalah untuk memperlancar komunikasi antar daerah yang dikuasai Daendels disepanjang pulau Jawa dan sebagai benteng pertahanan di pantai Utara Jawa dari serangan Inggris.

Untuk membangun jalan sepanjang itu, Daendels mengharuskan sultan dan para bupati untuk mengerahkan ribuan pekerja rodi tanpa imbalan sesen pun. Jalan dibangun benar-benar dengan alat seadanya karena tentu saja saat itu belum dikenal alat berat. 

Akibatnya, berdasarkan data dari pihak Inggris, tidak kurang dari 12.000 orang mati demi ambisi besar Daendels ini. 

Pembangunan Jalan Raya Pos

Dalam jangka waktu setahun, proyek pembangunan Jalan Raya Pos ini berhasil dirampungkan dan menjadi pencapaian besar bagi Daendels. Perjalanan yang semula bisa menempuh waktu berbulan-bulan dari Anyer ke Panarukan setelah dibangun jalan ini bisa ditempuh hanya dalam waktu enam hari. 


3. Sistem Tanam Paksa di Lebak

Sistem tanam paksa atau Cuulturstelsel terjadi pada masa Gubernur Jenderal Johannes Van den Bosch pada 1830. Kebijakan dilakukan dengan mewajibkan petani menyediakan seperlima atau 20 % tanah miliknya untuk ditanami komoditas yang sangat laku dipasar Eropa. 

Komoditas tersebut antara lain gula, kopi, serta nila atau tarum. Tanaman ini wajib ditanam bersebelahan dengan padi yang ditanam petani.

Bagi mereka yang tidak memiliki lahan pertanian, diwajibkan bekerja pada lahan milik Belanda. 

Dalam pelaksanaannya, sistem Cuulturstelsel Van den Bosch ini ternyata membuat rakyat menderita. 

Yang semula diminta seperlima lahan ditanami komoditas ekspor, prakteknya diminta lebih. Jika gagal panen, para petani harus menggantinya dengan membayar pajak. Belum lagi ketika harus mengangkut hasil tanam yang disulitkan karena belum ada transportasi memadai. 

Penderitaan ditambah dengan penindasan yang dilakukan para penguasa pribumi atau bupati yang ditunjuk Belanda. Mereka melakukan berbagai cara agar bisa mencapai target yang ditetapkan Belanda untuk mendapatkan premi dari Belanda. 

Sistem tanam paksa ini mendapat kritik keras dari orang Belanda sendiri seperti yang dilakukan Eduard Douwes Dekker. Ia menulis roman tentang sistem tanam paksa di Lebak, Banten. Dalam memberikan kritik, Douwes Dekker membuat nama samaran Multatuli.

Karena kritik keras atas kebijakan ini, akhirnya Cuulturstelsel dihentikan dan diganti dengan UU Agraria pada 1870 dan UU Gula pada 1870.


4. Pembangunan Bendungan Pamarayan


Bendungan terbesar pertama yang dibangun Belanda di Indonesia

Bendungan Pamarayan Lama dibangun oleh pemerintah Belanda pada 1905 dan selesai pada 1925. 

Tujuan pembangunan bendungan ini untuk mengairi area persawahan seluas 27 ribu hektar pada masa itu.

Bendungan Pamarayan Lama merupakan bendungan terbesar pertama yang dibangun Belanda di Indonesia.

Belanda menganggarkan biaya lima juta gulden untuk membangun bendungan ini. Lebih dari 200 ribu pekerja dikerahkan untuk bisa menyelesaikan bendungan. Pekerja tersebut merupakan pekerja rodi yang tidak dibayar atau pun dibayar tidak dalam batas kewajaran. 

Bendungan Pamarayan lama yang terdapat di Cikeusal, Serang saat itu menjadi saksi bisu perbudakan yang dilakukan Belanda di Banten*

*Dari berbagai sumber

11 comments:

  1. Sungguh sedih jaman itu

    ReplyDelete
  2. Kerja rodi itu sungguh jadi masa kelam banget deh. Beruntungnya kita hidup di masa sekarang. Nggak ada penjajah.

    ReplyDelete
  3. sungguh terlalu pada jamannya..

    ReplyDelete
  4. sangat sedih mengingat pelajaran sejarah tentang penjajahan

    ReplyDelete
  5. Indonesia merdeka sebelum saya lahir😆

    ReplyDelete
  6. Kasian orang orang di jaman itu...

    ReplyDelete
  7. sumpah, baru kali ini ada yang mau bahas jaman dulu biar menjadi pelajaran ke masa depan...
    jangan lupa mas, mampir ke Opindice.com

    ReplyDelete
  8. Jadi kita bersyukur gak ngrasain kaya gitu gan

    ReplyDelete