Ini Jawaban Buat Mereka Yang Mengatakan "Hidup Jangan Selalu Lurus Karena Hidup Butuh Oleng"


Siapa yang tidak pernah melakukan dosa? Jika ada yang mengaku belum pernah melakukan dosa (kecuali anak kecil), maka sungguh dia sudah berdosa karena dirinya pasti berbohong. Fitrahnya manusia berbuat salah dan berdosa.

Manusia memiliki dua sisi yang terus selalu bertolak belakang, baik dan buruk. Jika selalu baik dan tidak pernah salah, maka itu sifat malaikat. Demikian juga jika selalu salah, itu pasti setan.

Karena fitrahnya ini, kadang saat berbuat salah manusia beralasan bahwa dirinya cuma manusia biasa yang tak luput dari salah dan dosa. Ya, jawaban ini memang tidak ada yang salah, tapi jangan dijadikan alasan klasik yang terus menerus digunakan. 

Sekalipun terdapat sifat baik dan jahat pada diri manusia, tapi Allah SWT memerintahkan manusia untuk selalu berbuat baik dan berada dijalan yang lurus. Maka dari itu setiap solat kita selalu berdoa pada-Nya "Ihdinas sirotol mustaqim / tunjukilah kami jalan yang lurus".

Tapi entah mengapa sesuatu yang menyenangkan (versi manusia) banyak dilarang oleh agama. Akhirnya manusia berani menentang perintah Tuhannya demi mengejar kesenangan yang ia inginkan.

Bisa jadi kesenangan versi manusia itu cuma tipu daya. Atau sebuah ujian untuk memisahkan mana yang baik dan buruk. Mereka yang selalu taat, itu masuk kelompok yang beruntung. Sebaliknya mereka yang menentang perintah Tuhan termasuk orang yang merugi. 

Terkait dengan judul di atas, pernyataan yang mengatakan bahwa "Hidup jangan selalu lurus karena hidup butuh oleng" atau dengan bahasa lain sekali - kali berbuat dosa tidak masalah untuk menyenangkan hati semisal dengan minum khamr atau bermain perempuan. 

Argumennya biar hidup lebih berwarna dan tidak monoton. Argumen lain mumpung masih hidup nikmati kesenangan dunia. Dan masih banyak argumen lain yang disampaikan termasuk bahwa manusia tempatnya salah dan dosa. 

Dalam tulisan ini, saya ingin mengungkapkan ketidaksepahaman dengan pernyataan tersebut. Jika dosa tanpa perencanaan, okelah manusia tempatnya salah. Tapi jika bahasanya hidup juga butuh oleng atau senang-senang yang identik dengan dosa, sama saja merencanakan perbuatan dosa yang akan dilakukan. 

Kenapa saya tidak sependapat, kita bisa bercermin dari kisah sebagai berikut :

Dikisahkan pada sebuah rumah semacam rusunawa atau losmen, yang terdiri dari dua lantai. Dilantai pertama, terdapat tempat hiburan malam yang selalu ramai dengan clubing, pesta miras, obat terlarang bahkan seks bebas. Sedangkan dilantai dua terdapat semacam mushola yang diperuntukan untuk beribadah. 

Pada lantai pertama, tinggal si A yang kesehariannya tidak pernah lepas dari miras dan seks bebas. Hari - harinya di isi dengan kesenangan dunia tanpa memikirkan dosa. 

Sedangkan dilantai dua, si B tinggal dan selalu menjaga diri dari perbuatan dosa. Ia sangat aktif beribadah di mushola yang berada dilantai dua. Hari-harinya diisi dengan ibadah dan ibadah. 

Suatu ketika terbersit pada hati si A bahwa dirinya penuh dengan dosa. Ia merasa iri dengan kehidupan si B yang hari-harinya selalu diisi dengan ibadah. Ia ingin kehidupannya berubah menjadi lebih baik. 

Sementara si B yang selalu menjaga diri dari dosa, teringat si A yang selalu berbuat dosa namun oleh Allah tetap diberikan banyak nikmat. Terbersit dihati si B untuk sekali-kali mencoba kesenangan yang ada dilantai bawah. Tidak ada salahnya mencoba barang sekali dua kali pikirnya. 

Keduanya bergegas, si A naik ke lantai ke dua untuk bertobat, dan si B turun ke bawah untuk mencoba kesenangan dunia. 

Karena suasana hati yang bergemuruh hebat ingin segera bertobat menemui si B dilantai dua, si A berlari ke atas dan tanpa sadar menabrak tubuh si B hingga keduanya jatuh dan meninggal. 

Setelah mereka meninggal, siapa yang akan masuk surga, si A atau si B? Si A mati saat ia akan bertobat mendekat kepada Allah, sedangkan si B mati dengan niat akan melakukan kemaksiatan.

Saya sangat meyakini bahwa si A mati dengan khusnul khatimah, sedangkan si B suul khotimah. Si A masuk surga, sementara si B masuk neraka. Padahal si B selama hidupnya selalu beribadah.

Dari kisah di atas kita dapat belajar, bahwa kematian bisa datang kapan saja. Tidak mengenal tempat atau waktu. Beruntung si A mati ketika dia berniat melakukan pertobatan. Sedangkan si B merugi karena mati saat akan berbuat maksiat. 

Ya, kita tidak pernah tahu kapan kita mati. Bagaimana jika mati dalam keadaan bermaksiat. Sia - sia semua amal ibadah yang dilakukan. Jalan terbaik ya harus selalu berusaha agar mati dalam keadaan berbuat baik. 

Karena kita tidak tahu kapan kita mati, satu-satunya cara agar kita mati dalam keadaan baik harus istiqomah melakukan kebaikan. Hidup harus selalu lurus dan jangan coba-coba oleng. Salah-salah mati dalam keadaan berdosa. Apalagi dosanya diniati. Audzu billahi min dzalik. 

Semoga kita semua mati dalam keadaan khusnul khotimah dan mendapatkan surga. Aamiin...

No comments:

Post a Comment