Pemerintah Akan Cabut UU No. 20 Tahun 2003 Tentang Sisdiknas

Ilustrasi 

Jagoan Banten. Dalam waktu dekat Pemerintah akan mencabut Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional (UU Sisdiknas).

Selain UU Sisdiknas, pemerintah juga akan mencabut Undang-Undang Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, serta Undang-Undang Nomor 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi.

Usulan pencabutan tiga undang-undang tersebut disampaikan Pemerintah dalam Rapat Kerja Pemerintah dengan Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) pada Rabu (24/8).

Ketiga undang-undang tersebut akan di integrasikan menjadi satu undang-undang tentang Sistem Pendidikan Nasional. 

Yang menjadi latar belakang penyusunan RUU Sisdiknas yang baru yakni banyak pengaturan yang terdapat pada UU Sisdiknas dan UU Guru dan Dosen yang sudah tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat seperti tentang cakupan jam wajib belajar dan jumlah jam mengajar. Sementara sudah banyak pelajaran yang bisa diambil dari UU Dikti misalnya pengaturan tentang perguruan tinggi negeri badan hukum.

Latar Belakang RUU Sisdiknas 


Terdapat beberapa perubahan pada RUU Sisdiknas dibanding UU Sisdiknas saat ini yaitu mengenai perluasan program wajib belajar, kejelasan pendanaan wajib belajar, nomenklatur satuan pendidikan dapat disesuaikan, kemudahan mobilitas pelajar pesantren ke satuan pendidikan formal, pendidikan Pancasila menjadi mapel wajib, definisi guru yang lebih inklusif, kelayakan penghasilan guru dan dosen, fokus perguruan tinggi, penguatan otonomi perguruan tinggi, dan standar nasional pendidikan yang lebih sederhana.

Perbedaan antara sebelum dan sesudah RUU Sisdiknas dapat dijelaskan sebagai berikut :

Perluasan Program Wajib Belajar


Sebelum :
Cakupan wajib belajar pada UU Sisdiknas saat ini adalah pendidikan dasar 9 tahun. Perluasan wajib belajar ke pendidikan menengah kerap dilakukan di daerah tanpa memastikan kualitas pendidikan dasar sudah mencukupi.

Sesudah :
Wajib belajar 13 tahun dimulai dari 10 tahun pendidikan dasar (pra sekolah dan kelas 1-9) lalu 3 tahun pendidikan menengah.
Perluasan pendidikan menengah dilakukan secara bertahap pada daerah yang kualitas pendidikan dasarnya telah memenuhi standar. Pemerintah pusat akan membantu daerah yang paling membutuhkan.

Kejelasan Pendanaan Wajib Belajar


Sebelum :
Satuan pendidikan negeri biasanya sering bermasalah jika masyarakat ingin berkontribusi secara sukarela.

Sesudah :
Pemerintah mendanai penyelenggaraan wajib belajar. Satuan pendidikan negeri tidak memungut biaya, namun masyarakat boleh berkontribusi secara sukarela, tanpa paksaan dan tidak mengikat.

Nomenklatur satuan pendidikan dapat disesuaikan


Sebelum :
Penamaan satuan pendidikan seperti sekolah dasar, madrasah ibtidaiyah, sekolah menengah pertama, madrasah tsanawiyah dan sebagainya ada dalam UU Sisdiknas sehingga nomenklatur yang ada tidak bisa dirubah.

Sesudah :
Sekolah, madrasah, pesantren, dan satuan pendidikan keagamaan tingkat dasar dan menengah, diatur sebagai bentuk satuan pendidikan tingkat dasar dan menengah dalam batang tubuh RUU.

Nomenklatur sekolah dasar, madrasah ibtidaiyah, sekolah menengah pertama, madrasah tsanawiyah, dan sebagainya menjadi contoh dalam penjelasan sehingga pemerintah dapat menyesuaikan nomenklatur tersebut jika diperlukan.

Kemudahan mobilitas pelajar pesantren ke satuan pendidikan formal


Sebelum :
Pesantren diatur secara terpisah dari sistem pendidikan nasional. Lulusan pesantren formal biasanya mengalami kesulitan jika ingin pindah ke satuan pendidikan lain di luar pesantren.

Sesudah :
Standar nasional pendidikan berlaku pada keseluruhan jalur pendidikan formal termasuk pesantren formal.

Lulusan pesantren formal bisa lebih mudah pindah ke sekolah, madrasah, maupun universitas, begitu juga sebaliknya.

Pendidikan Pancasila menjadi mapel wajib


Sebelum :
Pancasila bukan merupakan muatan maupun mata pelajaran wajib di kurikulum pendidikan dasar dan menengah.

Sesudah:
Pendidik Pancasila menjadi mapel wajib bersama Pendidikan Agama dan Bahasa Indonesia.

Definisi guru yang lebih inklusif


Sebelum :
Pendidikan PAUD, pendidikan kesetaraan dan pendidik pesantren formal selama ini tidak dapat diakui sebagai guru.

Sesudah :
Individu yang menjalankan tugas selayaknya guru dan memenuhi persyaratan akan diakui sebagai guru.

Dengan demikian, pendidik PAUD 3-5 tahun, pendidik dalam satuan pendidikan kesetaraan, dan pendidik pada pesantren formal, dapat masuk dalam kategori guru.

Kelayakan penghasilan guru dan dosen


Sebelum:
Hanya guru dan dosen bersertifikasi yang berhak memperoleh tunjangan profesi.

Sesudah :
Guru dan dosen yang sudah mengajar tetapi belum memiliki sertifikat pendidik, berhak langsung mendapatkan penghasilan yang layak.

Guru dan dosen ASN berhak mendapatkan penghasilan yang layak sesuai Undang-Undang ASN. Sedangkan guru dan dosen lainnya berhak mendapatkan penghasilan sesuai Undang-Undang Ketenagakerjaan.

Fokus perguruan tinggi


Sebelum :
Tri dharma perguruan tinggi (pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat) diterapkan secara seragam pada semua perguruan tinggi.

Sesudah :
Perguruan tinggi dapat menentukan proporsi pelaksanaan Tri dharma sesuai dengan visi, misi, dan mandatnya.

Penguatan otonomi perguruan tinggi


Sebelum :
Perguruan tinggi negeri (PTN) memiliki tingkat otonomi berbeda-beda yaitu satuan kerja, badan layanan umum dan badan hukum.

Sesudah :
Semua PTN akan berbentuk badan hukum untuk mengakselerasi transformasi layanan dan kualitas pembelajaran. Hal ini tidak mengurangi dukungan pembiayaan dari pemerintah dan afirmasi terhadap calon mahasiswa dari keluarga tidak mampu.

Standar nasional pendidikan yang lebih sederhana


Sebelum:
Standar nasional pendidikan diatur secara rinci ke dalam 8 standar, sehingga peraturan turunannya terlalu mengikat dan cenderung bersifat administratif.

Pada pendidikan tinggi, standar nasional pendidikan yang berlaku berjumlah 24 yaitu 8 standar untuk masing-masing dharma pada Tridharma.

Sesudah:
Standar nasional pendidikan disederhanakan menjadi 3 standar yaitu input, proses, dan capaian.

Pada pendidikan tinggi standar nasional pendidikan yang berlaku berkurang dari 24 menjadi 9, yaitu 3 standar untuk masing-masing darma pada tridharma.

Untuk melihat infografis perbedaan antara UU Sisdiknas yang saat ini berlaku dengan RUU Sisdiknas yang diajukan pemerintah silakan buka file drive di bawah ini:

 
Terkait RUU Sisdiknas yang diajukan pemerintah pada  DPR RI, pemerintah secara terbuka akan menerima saran dan masukan dari publik sesuai amanat perundangan.

Masyarakat luas juga bisa mencermati dokumen RUU Sisdiknas serta memberi masukan melalui laman https://sisdiknas.kemdikbud.go.id/

No comments:

Post a Comment