Runtuhnya Budaya Baca Tulis Akibat Dunia Baru : Vlogging

Peringkat Baca Indonesia


Jagoan Banten. Sungguh memprihatinkan, berbagai sumber rujukan terutama media online menulis bahwa peringkat minat baca Indonesia berdasarkan data pada UNESCO menempati juara dua dari belakang. 

Dari 61 negara yang diteliti, minat baca Indonesia berada pada urutan 60 dibawah Thailand (59) dan di atas Botswana (61). Data ini merupakan hasil penelitian Central Connecticut State University di Amerika Serikat pada tahun 2016. Minat baca Indonesia menurut data tersebut hanya 0,001% atau dari 1000 orang hanya 1 orang yang rajin membaca. 

Mengapa minat baca orang Indonesia rendah? Mengutip tulisan pada gramedia.com, penyebab kurangnya minat baca di Indonesia antara lain :

1. Lingkungan sekitar tidak memiliki minat baca sehingga tidak terinspirasi untuk membaca

2. Semakin tingginya generasi serba instan yang tidak mau diribetkan oleh proses membaca secara detail

3. Berkembangnya gadget canggih yang bisa melakukan banyak hal dan juga melupakan banyak hal termasuk melupakan baca buku.

4. Kecanduan game online dan media sosial sehingga tidak ada waktu menyentuh buku untuk membaca

5. Rendahnya niat dalam diri sendiri, tidak ada ketertarikan dalam membaca, jangankan menyentuh buku, mendengar judulnya saja sudah malas. 

Rendahnya minat baca tampaknya akan semakin terpuruk dengan hadirnya dunia baru, Vlogging (Video Blogging) - disingkat vlog. 

Buku sebagai jendela dunia yang menyajikan banyak informasi, mulai ilmu pengetahuan, ekonomi, sosial, budaya dan sebagainya yang semula tergeser oleh mesin pencari semisal Google, sekarang semakin tersudut dengan hadirnya berbagai konten kreatif hasil vlogging yang tayang di Youtube. 

Informasi apapun dengan mudah dan instan ditemukan pada mesin pencari. Begitu juga berbagai fenomena di sudut -sudut dunia bisa dilihat secara jelas melalui video pada kanal YouTube. 

Parahnya, masyarakat Indonesia kebanyakan hanya sebagai penikmat, bukan sebagai produsen berbagai konten informasi yang disajikan mesin pencari. Ini kembali lagi pada rendahnya minat baca yang dimiliki. Lahap baca maka akan kenyang menulis. Jika jarang membaca, apa yang mau di tulis? Ide akan sulit berkembang menjadi tulisan. 

Begitu juga dengan beragam konten dalam kanal YouTube. Beragam video populer justru bukan bertemakan pengetahuan atau hal lain yang bermanfaat. Video populer justru lebih pada konten hiburan semisal give away, prank atau beragam konten yang menunjukan seksisme. Konten berbobot masih sangat minim. 

Apa yang ditakutkan dengan majunya dunia vlogging? Bukankah beragam konten menarik dan berjuta informasi mulai pengetahuan, ekonomi, sosial, budaya dan lain sebagainya yang biasa disajikan dalam bentuk buku bertransformasi menjadi video yang lebih menarik dan dapat dinikmati dengan mudah? Walau mungkin produsen konten berbobot yang berasal dari Indonesia masih sangat jarang. 

Dalam kondisi vlogging saling melengkapi dengan tulisan pada buku atau tulisan lain diinternet, ini merupakan kombinasi yang sempurna. Namun prakteknya, vlogging justru akan mereduksi budaya baca tulis. 

Menonton tayangan video lebih menarik dibanding membaca tulisan. Selain lebih menarik, tayangan video juga lebih mudah dipahami dibanding tulisan semisal tentang tutorial melakukan sesuatu. Video menyajikan banyak hal yang tidak bisa dituliskan dengan kata. 

Kebiasaan menonton video dari pada membaca, lambat laun akan membuat penikmatnya kehilangan minat dalam membaca yang dianggap lebih merepotkan dibanding melihat tayangan video. Apalagi membaca buku dengan banyak halaman yang berisi kalimat-kalimat panjang. Sudah pasti sangat membosankan dan dihindari. Bandingkan dengan tayangan video blog yang lebih singkat dan menghibur. 

Dengan beralihnya penikmat tulisan kepada konten berbasis video, produsen tulisan mulai kehilangan motivasi dalam menulis. Hal ini karena apresiasi atas karya berbentuk tulisan semakin berkurang. Tulisan tanpa apresiasi seperti sayur tanpa garam. 

Hasilnya, para penulis itu berbondong-bondong menjadi vlogger. Transisi ini umumnya dilakukan penulis industrialis yang berorientasi profit. Menjadi Vlogger menjanjikan keuntungan lebih jika konten kreatifnya diapresiasi jutaan subscriber. Dan tentu saja itu sangat menggiurkan. 

Berbagai konten kreatif mulai dari tentang kehidupan sehari-hari, travelling, hobby, tutorial, pengetahuan umum, ceramah agama, media pembelajaran, hiburan, aktivitas menyanyi, prank dan banyak lagi mulai membanjiri kanal YouTube. 

Apakah ini baik? Bisa jadi iya karena semua itu akan membantu memudahkan dalam menemukan berbagai solusi atau pengetahuan yang dibutuhkan. Tapi dalam sisi yang lain, dunia baru ini akan mengakibatkan semakin rendahnya budaya baca tulis. 

Video lebih singkat dan menarik dibanding membaca, hasilnya orang akan semakin malas membaca. Membuat video relatif lebih mudah dibanding menulis, belum lagi keuntungan yang menjanjikan, hasilnya orang meninggalkan budaya menulis dan beralih jadi video creator. 

Jika demikian, bisa jadi minat baca (atau budaya baca tulis) di Indonesia semakin terpuruk. Dan ini menjadi sebuah keniscayaan seiring berkembangnya teknologi informasi.

4 comments:

  1. Iyh betul tugas orang tua dan guru semakin berat. Semoga kita bisa berperan aktif menyampaikan informasi ini dengan cara menulis ini. Ttp semangat pa berbagi informasi. Tks.

    ReplyDelete
  2. Trimakasih pak, sudah menyampaikan informasi yang penting utk masyarakat. Penulis pun perlu semakin kreatif agar semakin banyak orang yang membaca. Salam literasi!

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kreativitas penulis itu penting sekali, tapi menumbuhkan nya yg sedikit agak repot buat saya hehe

      Delete