Mengapa Siswa Malas Belajar Sejarah? Berikut Alternatif Cara Meningkatkan Minat Siswa Pada Sejarah

Soekarno berbincang dengan seorang anak (gambar: id.pinterest.com)


Jagoan Banten. Saat masih bersekolah di SMP, saya termasuk salah satu yang tidak menyenangi pelajaran Sejarah. Penyebab utamanya karena begitu banyak fakta yang harus saya hapalkan. 

Saya ingat betul waktu itu saya belajar materi tentang revolusi industri dan masa renaissance yang terjadi di Eropa, termasuk kebangkitan beberapa negara Asia. 

Saya pikir, untuk apa saya belajar ini? Saya tidak menganggap ini penting karena terjadi di luar negeri. 

Barulah setelah saya SMA, saya sedikit menyukai pelajaran Sejarah. Tapi bukan karena materinya. 

Saya ingat betul gaya guru yang mengajar Sejarah saat itu. Gayanya kocak. Siswa dibuat tertawa dan tertawa. Kadang saya sendiri tidak fokus dengan materi yang disampaikan, tapi lebih fokus pada joke yang dibuat guru. 

Ketika dewasa dan diberi tugas sebagai guru, ternyata saya harus mengajar IPS. Dan didalamnya ada pelajaran Sejarah yang tidak begitu saya suka. Wah, ini suatu hal yang sangat menantang buat saya. 

Pertama, saya harus kembali belajar dari awal karena saya tidak terlalu paham materi Sejarah. 

Kedua, saya harus bisa menyampaikan materi ini kepada siswa namun mereka harus bisa menikmatinya dan tidak membuat bosan. Apa bisa? 

Walau belum maksimal, setidaknya saya berusaha agar minat siswa terhadap materi sejarah meningkat.

Untuk meningkatkan minat siswa terhadap materi Sejarah, hal pertama yang saya lakukan dengan mengingat mengapa dulu saya tidak suka pelajaran Sejarah. 

Setelah saya identifikasi beberapa penyebab, barulah kemudian saya mencari beberapa alternatif pemecahan masalah tersebut. 

Berikut beberapa penyebab mengapa siswa tidak menyukai pelajaran Sejarah yang berhasil saya identifikasi berdasarkan pengalaman pribadi : 


1. Banyak yang harus dihapalkan


Berapa banyak fakta sejarah yang ada? Wah pasti sangat banyak dan tidak terhitung. 

Sebut saja semisal tanggal - tanggal peristiwa penting pada masa persiapan kemerdekaan hingga usaha mempertahankan kemerdekaan.

Mulai dari kapan BPUPKI dan PPKI terbentuk, kapan peristiwa Rengasdengkok, kapan agresi militer Belanda I dan II, kapan Soekarno tertanggap Belanda pada agresi militer Belanda, kapan berdirinya PDRI, kapan perjanjian Renville, dan masih banyak tanggal peristiwa penting yang terjadi. 

Bayangkan jika siswa harus menghapal semua tanggal peristiwa tersebut. Mereka yang termasuk kategori "kurang" pasti akan sulit untuk mengingat semua tanggal tersebut. 

Pun saya tidak yakin jika siswa dengan kecerdasan di atas rata-rata juga sanggup melakukannya. 

Saya paling benci jika harus mengikuti ulangan pelajaran Sejarah. Selain harus menghapal banyak fakta penting, catatan di buku juga penuh dengan narasi peristiwa Sejarah. Dan semua catatan tersebut harus saya baca seluruhnya saat akan menghadapi ulangan. 

Dengan sistem kebut semalam, hasilnya pasti mudah ditebak. Ya, sebut saja tidak maksimal daripada saya bilang "hancur". 


2. Sulit memposisikan diri pada kejadian masa lalu karena rentang waktu yang panjang dengan saat ini


Materi Sejarah pasti terkait dengan masa lalu. Kondisi saat ini pasti berbeda dengan yang ada pada masa lalu. Terlebih jika memiliki rentang waktu yang jauh.

Semisal saat mempelajari kedatangan Cornelis De Houtman di Banten. Seperti apa kondisi Banten saat itu susah dibayangkan. Bagaimana kondisi pelabuhan, bentuk kapal dan gambaran lainnya tidak mudah untuk diidentifikasi. 

Mengapa? Ya karena kondisinya jauh berbeda dengan saat ini. 

Sulitnya membuat deskripsi situasi peristiwa sejarah terjadi karena siswa tidak ada pada peristiwa tersebut. 

Hasilnya mereka membentuk imajinasi sendiri dan terkadang siswa akan kesulitan melakukan hal tersebut. 

Implikasinya rasa malas untuk melanjutkan berpikir serta menimbulkan rasa  malas mempelajari materi Sejarah secara keseluruhan.


3. Masa lalu tidak penting untuk masa depan


Saya kira pelajaran Sejarah memegang peranan penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. 

Dengan belajar Sejarah, siswa diajak untuk bisa memahami dan menghargai perjuangan para pahlawan sampai bisa menjadi bangsa yang merdeka. Hasil akhirnya meningkatkan jiwa nasionalisme siswa. 

Dengan Sejarah pula kita bisa belajar bagaimana kesalahan masa lalu tidak boleh terulang di masa sekarang.

Walau Sejarah begitu penting, namun sebagai siswa tampaknya saya belum menyadarinya. 

Saya pikir buat apa belajar tentang masa lalu yang sudah terjadi. Bukankah apa yang sudah terjadi tidak bisa dirubah kembali. 

Saat itu saya beranggapan pelajaran Sejarah tidak penting untuk kehidupan sekarang atau masa depan. 


4. Penyampaian guru yang tidak menarik


Ini mungkin penyebab utama mengapa dulu saya tidak menyukai pelajaran Sejarah. Ya, gurunya bikin 'boring'. 

Dengan metode ceramah monoton yang dominan, saya beserta teman lain sewaktu SMP dibuat terkantuk - kantuk. 

Saya sudah berusaha untuk tetap fokus. Tapi kenyataannya saya tidak bisa menyembunyikan rasa bosan dan kantuk yang mendera. 

Setiap kali memasuki pelajaran Sejarah, sudah terbayang situasi kelas yang tidak nyaman.

Berbeda halnya saat saya SMA. Guru Sejarahnya "gokil". Dia selalu buat siswanya tertawa. Hanya saja, konten materi kadang terlupakan. Tapi kami menyukainya. 

Walau demikian, stigma Sejarah sebagai pelajaran yang membosankan mungkin masih berkembang sampai saat ini. 


5. Penuh teks panjang


Pernah baca buku paket Sejarah? Ya, buku Sejarah pasti penuh teks dengan kalimat panjang yang membosankan. Butuh waktu lebih banyak untuk bisa membaca dan memahami berbagai fakta sejarah. 

Hasilnya, buku Sejarah termasuk buku yang jarang disentuh. Kecuali saat menjelang ujian dengan sistem kebut semalam. Dan itu bukan perkara mudah untuk bisa menyelesaikan membaca dan menyimpulkan teks narasi pada buku Sejarah.

6. Pengetahuan prasyarat yang kurang


Sewaktu SMP saya sempat mempelajari materi tentang Revolusi Industri di Inggris atau Perancis. 

Padahal saya tidak tahu Inggris atau Perancis itu negara di mana dan bagaimana. Saya tidak bisa membayangkan bagaimana keadaan di negara tersebut. 

Ketika mempelajari tersebut, pikiran saya "ngawang-ngawang" atau membangun imajinasi tanpa dasar karena tanpa pengetahuan sebelumnya. 


7. Banyak istilah asing yang baru di dengar


Pada materi manusia purba, berapa banyak konsep yang berasal dari bahasa Asing dan mungkin baru didengar saat mempelajari materi ini. 

Semisal paleolitikum, mesolitikum, neolitikum, megalitikum, pithecanthropus erectus, homo sapien, menhir, dolmen dan banyak lagi. 

Bukan perkara mudah menghapal apalagi sampai menahami beberapa konsep baru tersebut. 

Terlebih pada usia SMP. Untuk membacanya saja sudah kerepotan. Apalagi harus memahami. 

Pun demikian jika harus mengimajinasikan seperti apa sih manusia purba itu, bagaimana bentuk dolmen, menhir, sarkofagus jika hanya dijelaskan melalui metode ceramah. 

Jadi, jika kita pada posisi ini, apakah akan tetap bersemangat mempelajari materi Sejarah? Atau justru menyerah?

Selain beberapa masalah di atas, bisa jadi masih banyak penyebab lain mengapa siswa tidak suka atau memiliki minat yang rendah terhadap pelajaran Sejarah. 


Cara Meningkatkan Minat Belajar Sejarah


Apa yang dulu saya rasakan, bisa jadi siswa sekarang mengalami hal yang sama ketika harus belajar materi Sejarah atau IPS. 

Sebagai guru, saat itu saya coba menemukan beberapa solusi agar pelajaran Sejarah atau IPS tidak lagi membosankan. 

Fokus utama saya saat itu bukan pada peningkatan hasil belajar, namun lebih pada bagaimana meningkatkan minat terhadap materi Sejarah. 

Setelah minat meningkat, saya berkeyakinan akan memberikan pengaruh positif terhadap hasil belajar. 

Berikut beberapa cara yang saya lakukan untuk meningkatkan minat siswa dalam materi Sejarah ( IPS) : 


1. Variasi metode


Jika anda diminta menunjukan metode pembelajaran terbaik, metode mana yang paling baik? 

Saya kira tidak ada satu metode pun yang sempurna. Setiap metode pembelajaran memiliki kelebihan dan kekurangan masing - masing. 

Dan saya berpendapat semua metode pembelajaran bisa menjadi metode terbaik jika memenuhi beberapa syarat semisal berkesesuaian dengan situasi, kondisi dan juga materi yang disampaikan. 


Nah, terkait pembelajaran Sejarah, variasi metode juga diperlukan. Ceramah bukanlah metode tabu untuk digunakan. Jika penggunaannya tepat, metode ini pun bisa efektif. 

Metode ceramah pasti diperlukan dalam pembelajaran Sejarah. Utamanya ketika harus mendeskripsikan suatu peristiwa. 

Namun yang harus menjadi perhatian, jangan sampai pemanfaatannya mengakibatkan pembelajaran yang monoton dan membosankan. 

Caranya, dengan mengatur intonasi, ritme dan tidak terlalu bertele-tele. Ajak interaksi siswa dalam pembelajaran dengan mengajukan pertanyaan sederhana yang sanggup mereka jawab ditengah-tengah penjelasan. 

Pertanyaan bisa terkait kehidupan sehari-hari namun nanti disintesiskan dalam konsep Sejarah yang sedang dipelajari.

Metode diskusi juga bisa digunakan dalam pembelajaran Sejarah. Selain mengumpulkan informasi tentang suatu peristiwa, mereka juga diajak menilai mengapa suatu tindakan dilakukan oleh pelaku Sejarah. 

Semisal mengapa Ahmad Subardjo tidak menghadiri pembacaan teks proklamasi kemerdekaan padahal ia merupakan salah satu perumus teks tersebut? 

Atau apa yang mungkin terjadi jika tidak ada PDRI pada saat Soekarno berhasil ditangkap Belanda? Dan saya kira masih banyak materi lain yang bisa didiskusikan. 

Saya kira metode lain pun bisa digunakan dalam pembelajaran Sejarah. Tentu dengan menganalisis terlebih dahulu kesesuaian metode tersebut dengan materi dan kondisi yang ada. 

Pada intinya, guru jangan hanya bergantung pada satu metode saja. Sebaik apapun metode yang digunakan, jika dilakukan terus menerus tanpa variasi akan menyebabkan siswa bosan mengikuti pembelajaran yang dilakukan. 


2. Menggunakan media pembelajaran untuk memperjelas konsep


Bagaimana siswa tahu bentuk pithecanthropus erectus jika tidak ada visual yang mereka lihat. 

Imajinasi akan kabur bahkan sulit dibentuk jika hanya mengandalkan deskripsi kata-kata (kecuali yang pernah mereka lihat dan alami). 

Oleh karenanya guru perlu menggunakan alat bantu. Dalam kasus tersebut, guru bisa menggunakan beberapa media yang mampu memvisualisasi manusia purba tersebut. Bisa berupa gambar poster, gambar slide, video dan sebagainya. 

Siswa diberi gambaran secara eksplisit mengenai fakta sejarah walau hanya melalui sebuah ilustrasi atau video rekaan. 

Contoh lain ketika menjelaskan perang dunia, tidak ada salahnya guru menggunakan potongan film yang berlatarbelakang peristiwa sejarah tersebut. Tujuannya agar siswa bisa membayangkan apa yang terjadi saat itu. 

Saya kira pilihan media yang bisa digunakan guru Sejarah atau IPS sangatlah beragam. Tinggal bagaimana kreativitas guru dalam memilih media terbaik. 


3. Menyampaikan materi dengan bahasa sederhana


Pasti pernah ada seorang siswa ketika dijelaskan sebuah materi bukannya paham malah tambah bingung. Apa yang terjadi? 

Bisa jadi penjelasan yang diberikan guru berbelit-belit dengan konsep - konsep yang jarang siswa temui pada kehidupan sehari - hari.

Saya sendiri sering mencoba menyampaikan materi Sejarah dengan bahasa yang sederhana. Bahasa yang mudah siswa pahami. Kalau perlu kadang menggunakan bahasa daerah agar siswa merasa lebih dekat. 

Selain menggunakan bahasa sederhana, materi juga diintisarikan dengan memilih poin - poin penting yang saling terhubung. 

Melalui poin yang tersusun dalam sebuah kronologi, siswa diajak memahami apa yang terjadi pada suatu peristiwa Sejarah tahap demi tahap. 

Tapi ingat, tahapan ini hanya intinya saja. Jangan terlalu detail sebelum siswa memiliki kerangka berpikir yang guru harapkan. 

Jika siswa sudah siap dengan kerangka berpikir yang memuat intisari kronologi sebuah peristiwa, barulah guru menjelaskan lebih rinci apa yang harus siswa kuasai. 

Oia, setiap pertemuan, jangan berikan siswa dengan banyak materi. Cukup sedikit materi namun siswa paham. Itu lebih baik daripada banyak materi namun tak satupun tersampaikan.


4. Selingi humor namun tidak mendominasi


Saya ingat betul, guru Sejarah SMA saya begitu "gokil". Kami dibuat tertawa dan tertawa. Kami senang diajar beliau.

Namun satu hal yang saya pelajari dari gaya mengajarnya, guru tersebut kadang lupa materi apa yang seharusnya dipelajari. 

Humor memang perlu digunakan. Namun tetap dengan frekeunsi dan situasi yang tepat. 

Materi pokok harus bisa disampaikan dengan baik. Siswa jangan terlalu larut dalam euforia sampai melupakan intisari pembelajaran. Guru harus pintar-pintar mengembalikan situasi ke dalam kondisi pembelajaran.

Perlu diingat, humor yang dibuat tidak boleh terkesan dibuat-buat. Humor harus alami sesuai dengan situasi yang terjadi. 

Catatan penting : jangan jadikan siswa objek bullying hanya untuk membuat siswa lain tertawa sekalipun siswa tersebut memiliki kekurangan/keterbatasan atau sering membuat jengkel guru.


5. Mendramatisir cerita (dongeng)


Waktu kecil saya sering kali didengarkan dongeng oleh almarhum bapak saya. Ia sangat bisa mendramatisir isi cerita melalui percakapan antara si kancil, kura atau monyet. 

Tokoh dalam dongeng yang ada dalam cerita seolah hidup dan hanya dengan kata - kata saya seolah menyaksikan apa yang dilakukan tokoh - tokoh tersebut. Bahkan, ketika alm. bapak bercerita tentang anak yang nakal hingga ibunya pergi, saya beserta teteh dan adik saya yang mendengar dibuat menangis karenanya. 

Ternyata hanya dengan kata, anak bisa diajak berimajinasi dan membayangkan sebuah peristiwa. Tentu bukan sembarang kata. 

Kata yang didalamnya dibumbui dengan sentuhan emosi yang membuat pendengarnya ikut merasakan. Dan itu berkesan bahkan membekas hingga hari ini. 

Dan itu bisa digunakan dalam pembelajaran Sejarah. Walau materi Sejarah bukan dongeng, namun gaya penyampaian yang didramatisir kayaknya mendongeng mampu membuat imajinasi anak bekerja. 

Saya sering mempraktekan ini di kelas saya. Semisal ketika menjelaskan materi Perang Dunia II. Tokoh - tokoh semisal Hitler, Musolini, atau Hirohito saya gambarkan dengan dialog-dialog "sleng" diantara mereka. 

Siswa tahu tokoh itu tidak seperti dialog yang saya buat. Tapi dengan sedikit kekonyolan dan dramatisir, siswa menyenanginya. Mereka tersenyum, tertawa, namun tetap dalam jalur pembelajaran. 

Konfirmasi selalu saya berikan setelahnya agar tidak terjadi misspersepsi. 

Begitu juga saat saya bercerita tentang kekejaman Romusha misalnya, saya meminta siswa untuk membayangkan jika mereka pada posisi tersebut.

Atau ketika bercerita tentang bom atom, saya gambarkan secara rinci mulai dari ukuran bom, berat bom, korban dari ledakan yang ditimbulkan. Dan semua teknik yang saya lakukan berhasil.

Ya, dengan mendramatisir atau bercerita layaknya mendongeng, perhatian siswa meningkat. Minat siswa terhadap materi yang saya ajarkan pun meningkat. Indikatornya, ketika saya tanya ulang apa yang sudah disampaikan, mereka bisa menyebutkan kembali.

Ya teknik ini mungkin berhasil pada saya, dan belum tentu pada guru lain. Mengajar hakekatnya merupakan seni. Unik dan terkadang harus ada bakat bawaan. Tapi tentu saja semua bisa dipelajari. Saya kira, teknik ini pun tidak ada salahnya anda coba.


6. Fokus pada apa, mengapa dan bagaimana, bukan pada kapan, siapa dan dimana


Bagi saya, hakekat belajar sejarah selain menumbuhkan nasionalisme, adalah belajar dari kejadian masa lalu untuk kehidupan sekarang dan masa depan.

Hal terpenting dari fakta sejarah menurut saya bukan tentang kapan, siapa dan dimana. Tapi tentang apa, mengapa dan bagaimana. 

Jika siswa diajak mempelajari kapan, siapa dan dimana, betapa banyak fakta Sejarah tentang ini. Dan jika itu semua harus dihapal, saya pastikan siswa anda akan stress. 

Terlebih jika nanti muncul dalam soal ulangan. Ini termasuk kategori berpikir tingkat rendah karena hanya mengingat. 

Saya kira saatnya beralih untuk memberi keterampilan siswa dengan berpikir tingkat tinggi dengan memberikan materi tentang mengapa dan bagaimana.

Selebihnya ajak siswa melakukan analisa, sintesis dan evaluasi terhadap fakta sejarah. Tentu semua harus dengan bantuan guru. 

Selain menantang, pembelajaran model ini akan lebih menarik minat siswa terhadap pelajaran Sejarah. Dengan catatan, jangan berikan terlalu banyak beban materi. Buat batasan materi agar mudah diterima otak siswa. 


7. Mengecek kemampuan awal siswa sebelum memulai dengan konsep baru


Bagi siswa, suatu pelajaran tidak menyenangkan jika menurut anggapan mereka sulit untuk diikuti. Hal ini berlaku pula pada pelajaran Sejarah. 

Walau tidak seperti Matematika yang membutuhkan pengetahuan awal sebagai syarat mutlak, namun Sejarah juga membutuhkan beberapa pengetahuan awal untuk bisa meneruskan materi yang akan disampaikannya. 

Semisal siswa di ajak belajar materi tentang RIS. Namun siswa belum tahu konsep bentuk negara. 

Terdapat gap / celah antara konsep yang dipelajari dengan pengetahuan awal. Hal ini membuat siswa tidak bisa mengikuti pembelajaran yang diberikan. Implikasinya ia malas untuk mengikuti pembelajaran.

Akan lebih baik jika sebelum menyampaikan materi tersebut, beri sekilas info tentang bentuk negara yang ada di dunia. 

Hal ini berlaku pula pada peristiwa Sejarah yang membutuhkan pengetahuan awal yang terkait. Beri informasi awal yang dapat mendukung pembelajaran yang dilakukan. 


8. Lakukan penilaian secara bertahap dan berjenjang


Sewaktu sekolah, saya paling benci jika menemukan soal Sejarah atau IPS yang menanyakan tanggal sebuah peristiwa Sejarah.

Bukan tanpa sebab, saya adalah pengingat yang buruk. Susah ingat dan gampang lupa adalah tipe saya. 

Saat menghadapi ulangan Sejarah, saya kesulitan jika harus menghapal banyak tanggal peristiwa bersejarah.

Dan saat jadi guru, saya jarang sekali membuat soal terkait hal itu. Selain pertanyaan seperti itu termasuk soal kategori Lower Order Thinking Skill (LOTS), juga tidak memberikan pembelajaran yang berarti pada siswa. 

Selain jarang memberikan soal terkait tanggal peristiwa, saya juga menerapkan penilaian dengan cara bertahap.

Maksudnya soal yang diberikan termasuk kategori Higher Order Thinking Skill (HOTS) tapi mudah untuk diselesaikan sampai soal HOTS dengan tingkat kesukaran yang lebih tinggi.

Pemberian soal penilaian tersebut tidak dibarengkan pada satu waktu.

Semisal pada ulangan harian pertama, soal didominasi kategori HOTS mudah dengan tujuan agar siswa memperoleh nilai besar. 

Dan saat siswa mendapatkan nilai besar, itu sangat berarti sekali dalam meningkatkan minat dan motivasi belajar Sejarah atau IPS. 

Walau ini masih bersifat hipotesis, saya sangat berkeyakinan dengan dasar apa yang pernah terjadi pada hidup saya. Juga pada hasil pengamatan yang saya lakukan pada siswa saya. 

Minat siswa terhadap pelajaran yang saya berikan meningkat dengan indikator perhatian siswa tertuju pada saya dan materi yang saya sampaikan ketika pembelajaran berlangsung. 

Semakin mereka sering memperoleh nilai baik pada pelajaran saya (padahal di setting agar mereka mendapat nilai baik), semakin meningkat motivasi dan minat belajar siswa pada materi pelajaran yang saya berikan.

Barulah kemudian pada ulangan - ulangan berikutnya level kesukaran soal saya terus tingkatkan secara perlahan.


Penutup


Saya kira uraian di atas bersifat kasus spesifik dan mungkin tidak berlaku secara umum. 

Semua uraian tersebut didasarkan pada pengalaman pribadi yang mungkin akan berbeda dengan pengalaman orang lain. 

Namun demikian, saya kira tidak ada salahnya anda mencoba beberapa cara di atas untuk bisa meningkatkan minat siswa dalam belajar Sejarah atau IPS. 

Selebihnya, sebagai guru tentu kreativitas dalam mengidentifikasi dan memodifikasi berbagai permasalahan serta menemukan alternatif solusi yang mungkin akan sangat diperlukan.

Silahkan tambahkan pada kolom komentar beberapa alternatif lain sebagai bagian dari cara meningkatkan minat siswa dalam belajar Sejarah atau IPS. 

Semoga bermanfaat.

No comments:

Post a Comment