Kado Akhir Tahun, Pantun Ditetapkan oleh UNESCO sebagai Warisan Budaya Tak Benda

Pantun Akhir Tahun

Oleh Thamrin Dahlan

Sawah meramba padi menguning
Petani bersahaja bebas prahara
Senin tiba angkasa bening
Semangat bekerja abdi negara

Kayuh perahu sampai ke seberang
Riak meniti ombak diterjang
Usyah risau apa kata orang
Jangan berhenti teruslah berjuang

Pria lajang wanita tambun
Tegak berdiri senyum dikulum
10 hari jelang akhir tahun
Refleksi diri apa yang belum


Jagoan Banten
. Sebuah kabar gembira menjelang tahun baru datang dari UNESCO (The United Nations Educational, Scientific And Cultural Organization). Pada tanggal 17 Desember 2020 menetapkan Tradisi Pantun sebagai Warisan Budaya Tak Benda. 

Penetapan itu berlangsung pada sidang UNESCO sesi ke-15 Intergovernmental Committee for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage di Kantor Pusat UNESCO di Paris, Prancis. 

Penetapan Tradisi Pantun sebagai Warisan Budaya Tak Benda diusulkan oleh dua negara yakni Indonesia dan Malaysia. Diterimanya tradisi pantun merupakan budaya tak benda yang ke-11 setelah sebelumnya Pencak Silat juga ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda pada tanggal 12 Desember 2019. 

UNESCO menilai Pantun memiliki arti penting bagi masyarakat Melayu bukan hanya sebagai alat komunikasi sosial namun juga kaya akan nilai-nilai yang menjadi panduan moral. Pesan yang disampaikan melalui Pantun umumnya menekankan keseimbangan dan harmoni hubungan antarmanusia.

Menurut Direktur Jenderal (Dirjen), Hilmar Farid, pantun menyediakan wadah untuk menuangkan ide, menghibur, atau berkomunikasi antar manusia, tanpa membedakan ras, kebangsaan, atau agama. Tradisi Pantun mendorong rasa saling menghormati antar komunitas, kelompok, dan individu. 

Hilmar Farid juga mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang sudah turut serta mendukung agar pantun menjadi warisan budaya tak benda. Seperti diketahui bahwa keberhasilan penetapan Pantun sebagai Warisan Budaya Takbenda tidak lepas dari keterlibatan aktif berbagai pemangku kepentingan, baik pemerintah pusat dan pemerintah daerah, maupun berbagai komunitas terkait. 

Komunitas yang intens mendorong pantun menjadi warisan budaya tak benda antara lain Asosiasi Tradisi Lisan (ATL), Lembaga Adat Melayu, Komunitas Joget Dangdung Morro, Komunitas Joget Dangdung Sungai Enam, Komunitas Gazal Pulau Penyengat, Sanggar Teater Warisan Mak Yong Kampung Kijang Keke, serta sejumlah individu dan pemantun Indonesia.

Selain berarti bagi masyarakat Indonesia, sebagai tradisi yang tersebar luas di Asia Tenggara, tentu ini juga sangat berarti bagi komunitas Melayu pada umumnya. Bagi mereka, pantun memiliki peran penting sebagai instrumen komunikasi sosial dan bimbingan moral yang menekankan keseimbangan, harmoni, dan fleksibilitas hubungan dan interaksi antarmanusia dalam syairnya. 

Hilmar Farid menjelaskan, pantun adalah bentuk lisan yang paling tersebar luas di Asia Tenggara dan telah digunakan di kawasan ini setidaknya selama 500 tahun. Pantun merupakan sarana untuk mengungkapkan rasa cinta, dengan lebih dari 70% syairnya ditujukan untuk mengungkapkan cinta terhadap pasangan, keluarga, komunitas, dan alam.

Ke depan, Indonesia dan Malaysia berkomitmen untuk terus melakukan berbagai upaya untuk memastikan pelindungan Pantun sebagai Warisan Budaya Takbenda melalui pelibatan aktif komunitas lokal di kedua negara. Pantun juga dilestarikan dengan diajarkan secara formal di sekolah dan melalui kegiatan kesenian.

Penetapan pantun sebagai warisan budaya tak benda oleh UNESCO ini tentu menjadi kado yang indah mengakhiri tahun 2020 ini. Semoga tahun-tahun berikutnya semakin banyak warisan budaya tak benda yang berasal dari Indonesia ditetapkan oleh UNESCO.


Sumber :

Siaran pers Kemendikbud yang yang tayang pada laman kemdikbud.go.id (18 Desember 2020).

No comments:

Post a Comment