BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Ujian nasional untuk
tingkat SMA/sederajat telah selesai dilaksanakan dengan sukses pada tanggal 14
s.d 16 April 2014 yang lalu.Kembali sejumlah permasalahan muncul terkait dengan
pelaksanaan ujian tersebut.Mulai dari adanya soal yang beraroma politis, soal
tertukar, beredarnya kunci jawaban dan praktek – praktek kecurangan
lainya.Bahkan Koran Sindo edisi Sabtu, 16 April 2014 memuat dua halaman penuh
tentang analisa pelaksanaan Ujian Nasional untuk tahun ini.
Sejak munculnya Ujian
Nasional pada tahun 2001/2002 (Ujian Akhir Nasional) yang kemudian diperkuat
dengan adanya Peraturan pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2005,
tampaknya UN tidak terlepas dari pro dan kontra. Banyak pihak – pihak
masyarakat yang merasa dan berpendapat bahwa ujian nasional tidak perlu dilaksanakan
lagi dengan berbagai alasan yang berupa keluhan, ocehan, dan pendapat lainnya,
seperti dari persiapan siswa dengan berbagai bimbingan belajar yang merepotkan
bagi siswa dan orang tua, tentang berbagai
kecurangan, dan bahkan ada yang mengatakan bahwa ujian nasional tidak lebih
dari sekedar pembodohan dan tidak ada manfaat secara langsung bagi dunia
pendidikan. Sementara di sisi yang lain, banyak pula yang menyarankan agar
ujian nasional tetap dipertahankan. Dan tentu saja pemerintah sebagai pemegang
kebijakan tetap teguh dengan pendiriannya bahwa ujian nasional harus tetap
dilaksanakan dalam rangka pemetaan mutu program satuan pendidikan, dasar
seleksi masuk jenjang pendidikan selanjutnya, penentuan kelulusan dan sebagai
dasar pemberian bantuan dan binaan dalam rangka peningkatan mutu pendidikan.
Penilaian hasil
belajar memang mutlak harus dilakukan dalam pendidikan.Tapi apakah penilaian
tersebut harus berupa ujian nasional.Ini lah yang masih terus diperbincangkan
dan diperdebatkan hingga sekarang. Untuk memberi gambaran tentang seperti apa
dan bagaimana ujian nasional tersebut, apakah masih perlu atau tidak dan
bagaimana implikasi nya terhadap dunia pendidikan sendiri, maka makalah ini
kami susun untuk menjawab semua pertanyaan tersebut.
B.
Rumusan
Masalah
Masalah pokok yang
akan dibahas dalam makalah ini adalah :
1. Apakah
yang dimaksud Penilaian Pendidikan?
2. Apakah
yang dimaksud dengan Ujian Nasional?
3. Bagaimana
Pelaksanaan Ujian Nasional?
4. Apakah
Ujian Nasional masih dianggap perlu untuk dilaksanakan?
C.
Tujuan
Penyusunan Makalah
Sejalan dengan rumusan
masalah di atas, maka tujuan penulisan makalah ini adalah :
1. Untuk
mengetahui tentang konsep Penilaian Pendidikan
2. Untuk
mengetahui konsep dan batasan Ujian Nasional
3. Untuk
mengetahui bagaimana Pelaksanaan Ujian Nasional
4. Untuk
mengetahui apakah Ujian Nasional masih dianggap perlu untuk dilaksanakan
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Konsep
Penilaian Pendidikan
1. Pengertian Penilaian Pendidikan
Untuk
dapat memberikan batasan tentang penilaian pendidikan, ada baiknya dikemukan
terlebih dahulu definisi penilaian menurut pandangan beberapa orang yang
dikutip dari situs www.zonependidkan.blogspot.com
(tersedia: 18 April 2014) sebagai berikut :
1) Menurut
Asmawi Zainul dan Nasution, penilaian adalah suatu proses mengambil keputusan
dengan menggunakan informasi yang diperoleh melalui pengukuran hasil belajar
baik yang menggunakan tes mau pun non tes
2) Suharsimi
Arikunto, penilaian adalah mengambil suatu keputusan terhadap sesuatu dengan
ukuran baik buruk. Penilaian bersifat kualitatif.
3) Menurut
Djemari Mardapi, penilaian adalah kegiatan menafsirkan atau mendeskripsikan
hasil pengukuran.
4) Menurut
Akhmat Susrajat, penilaian (assessment) adalah penerapan berbagai cara
penggunaan beragam alat penilaian untuk memperoleh informasi tentang sejauh
mana hasil belajar peserta didik atau ketercapaian kompetensi (rangkaian
kemampuan) peserta didik. Penilaian menjawab pertanyaan tentang sebaik apa
hasil prestasi belajar peserta didik.
Sedangkan dalam buku Profesi Kependidikan,
Dr. H. Syarif Hidayat, M.Pd (2012:180), mengemukankan pengertian penilaian
hasil belajar secara yaitu sebagai suatu kegiatan pendidikan terkait dengan
pengambilan putusan tentang pencapaian kompetensi atau hasil belajar peserta
didik yang mengikuti proses pembelajaran. Penilaian tersebut harus memuat
sejumlah langkah yang pada akhirnya ditujukan untuk perbaikan kualitas
pembelajaran maupun untuk menentukan keberhasilan peserta didik.
Selanjutnya Adi Suryanto, dkk (2010:18)
beranggapan bahwa terdapat dua pengertian tentang penilaian dalam dunia
pendidikan, yaitu penilaian dalam arti assesmen dan penilaian dalam arti
evaluasi. Penilaian dalam arti assesmen merupakan suatu kegiatan untuk
memperoleh informasi hasil belajar dan kemajuan belajar siswa serta
mengefektifkan penggunaan informasi tersebut untuk mencapai tujuan
pendidikan.Sedangkan penilaian dalam arti evaluasi merupakan suatu kegiatan
yang dirancang untuk mengukur kefektifan suatu system pendidikan secara
keseluruhan.Ia juga membedakan antara konsep tes, pengukuran, assesmen dan
evaluasi.
Sedangkan menurut Permendiknas nomor 20 tahun
2007 tentang Standar Penilaian Pendidikan, penilaian pendidikan adalah proses
pengumpulan dan pengolahan informasi untuk menentukan pencapaian hasil belajar
peserta didik.
Dari beberapa pengertian di atas dapat
diambil kesimpulan bahwa penilaian pendidikan bisa berarti ganda, baik sebagai
sarana assesmen dalam rangka perbaikan kualitas pembelajaran bagi peserta
didik, bisa juga sebagai sarana untuk menentukan keberhasilan pendidikan secara
keseluruhan. Pada dasarnya, penilaian pendidikan ada dalam rangka membantu
pengambilan keputusan baik dalam pelaksanaan proses pendidikan itu sendiri atau
bisa bersifat evaluasi terhadap keberhasilan pendidikan secara keseluruhan.Selanjutnya,
dalam makalah ini, penilaian pendidikan dibatasi kepada penilaian dalam arti
assesmen.
2. Prinsip Penilaian
Berdasarkan
Permendiknas RI Nomor 20 tahun 2007 tentang Standar Penilaian Pendidikan, bahwa
penilaian hasil belajar peserta didik pada jenjang pendidikan dasar dan
menengah didasarkan pada prinsip – prinsip sebagai berikut :
1) Sahih,
artinya penilaian berdasarkan data yang mencerminkan kemampuan yang diukur
2) Objektif,
berarti penilaian didasarkan pada prosedur dan criteria yang jelas, tidak
dipengaruhi subjektifitas penilai.
3) Adil,
yaitu tidak menguntungkan atau merugikan peserta didik karena berkebutuhan khusus serta perbedaan
latar belakang agama, suku, budaya, adat istiadat, status social ekonomi dan jenis
kelamin.
4) Terpadu,
yaitu penilaian oleh pendidik merupakan salah satu komponen yang tidak
terpisahkan dari kegiatan pembelajaran
5) Terbuka,
berarti prosedur penilaian, kriteria penilaian, dan dasar pengambilan putusan
dapat diketahui oleh pihak yang berkepentingan.
6) Menyeluruh
dan berkesinambungan, berarti penilaian oleh pendidik mencakup semua aspek
kompetensi dengan menggunakan berbagai teknik yang sesuai untuk memantau
perkembangan kemampuan peserta didik
7) Sistematis,
berarti penilaian dilaksanakan secara bertahap
8) Beracuan
kriteria, berarti penilaian didasarkan pada ukuran pencapaian kompetensi yang
ditetapkan
9) Akuntabel,
berarti penilaian dapat dipertanggungjawabkan baik dari segi teknik, prosedur
maupun hasilnya.
Selanjutnya, hampir sama dengan prinsip di
atas, Adi Suryanto dkk (2010 : 1.10) menyebutkan beberapa prinsip – prinsip
penilaian sebagai berikut :
1) Berorientasi
pada pencapaian kompetensi
2) Valid
3) Adil
4) Objektif
5) Berkesinambungan
6) Menyeluruh
7) Terbuka
8) Bermakna
9) Akuntabel
3. Fungsi Penilaian
Menurut
Dr. Syarif H (2012 : 183), fungsi penilaian hasil belajar adalah sebagai
berikut :
1) Menggambarkan
penguasaan peserta didik dalam pencapaian kompetensi
2) Membantu
peserta didik memahami dirinya, membuat putusan tentang langkah berikutnya,
menyelesaikan masalah, baik perencanaan program pembelajaran, pengembangan
kepribadian, maupun untuk penjurusan.
3) Menemukan
kesulitan belajar
4) Menemukan
kelemahan dan keurangan proses pembelajaran
5) Mengendalikan
kemajuan perkembangan peserta didik
6) Memotivasi
peserta didik untuk terus meningkatkan prestasi belajarnya
4. Jenis Penilaian
Jika
dilihat dari pelaksaananya, maka berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 19
Tahun 2005, jenis penilaian meliputi :
a. Penilaian
Hasil Belajar Oleh Pendidik
Penilaian hasil belajar oleh
pendidik dilakukan secara berkesinambungan untuk memanatu proses, kemajuan dan
perbaikan hasil yang digunakan dalam
rangka menilai pencapaian kompetensi peserta didik, bahan penyusunan laporan
kemajuan hasil belajar dan memperbaiki proses pembelajaran itu sendiri.
Penilaian hasil belajar oleh
pendidik terdiri dari :
1) Ulangan
harian
2) Ulangan
tengah semester
3) Ulangan
akhir semester
4) Ulangan
kenaikan kelas
b. Penilaian
Hasil Belajar oleh Satuan Pendidikan
Penilaian hasil belajar oleh
satuan pendidikan dilakukan untuk menilai pencapaian kompetensi peserta didik
pada semua mata pelajaran. Penilaian tersebut meliputi kegiatan sebagai berikut
:
1) Menentukan
KKM setiap mata pelajaran dengan memperhatikan karakteristik peserta didik,
karakteristik mata pelajaran, dan kondisi satuan pendidikan melalui rapat dewan
pendidik.
2) Mengkordinasikan
ulangan tengah semester, ulangan akhir semester, dan ulangan kenaikan kelas.
3) Menentukan
criteria kenaikan kelas bagi satuan pendidikan yang menggunakan system paket
melalui rapat dewan pendidik
4) Menentukan
criteria program pembelajaran bagi satuan pendidikan yang menggunakan system
kredit semester
5) Menentukan
nilai akhir kelompok mata pelajaran estetika dan kelompok pendidikan jasmani ,
olahraga dan kesehatan dengan mempertimbangkan hasil penilaian oleh pendidik
6) Menentukan
nilai akhir kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia dan kelompok
pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian dengan mempertimbangkan hasil
penilaian oleh pendidik
7) Melaksanakan
ujian sekolah untuk menentukan kelulusan peserta didik
8) Melaporkan
hasil penilaian kepada orang tua peserta didik
9) Melaporkan
pencapaian hasil belajar tingkat satuan pendidikan kepada dinas pendidikan
kabupaten/kota
10) Menentukan
kelulusan peserta didik
11) Menerbitkan
Surat Keterangan Hasil Ujian Nasional (SKHUN)
12) Menertibkan
ijasah setiap peserta didik yang lulus
c. Penilaian
Hasil Belajar oleh Pemerintah
Penilaian hasil belajar oleh
pemerintah bertujuan untuk menilai pencapaian kompetensi lulusan secara
nasional pada mata pelajaran tertentu dalam kelompok mata pelajaran ilmu
pengetahuan teknologi dan dilakukan dalam bentuk ujian nasional (UN).
Selanjutnya hasil UN
digunakan sebagai salah satu penentu kelulusan peserta didikdari satuan
pendidikanyang kriterianya ditetapkan oleh BSNP.
5. Teknik dan Instrumen Penilaian
Berdasarkan
permendiknas no. 20 tahun 2007 tentang standar penilaian pendidikan, teknik dan
instrumen diatur sebagai berikut :
Teknik Penilaian :
a. Penilaian
hasil belajar oleh pendidik menggunakan berbagai teknik penilaian berupates,
observasi, penugasan perseorangan atau kelompok, dan bentuk lain yang sesuai
b. Teknik
tes berupa :
1) Tes
tertulis
2) Tes
lisan
3) Tes
praktik
4) Tes
kinerja
c. Teknik
Observasi atau pengamatan dilakukan selama pembelajaran berlangsung dan atau
diluar kegiatan.
d. Teknik
Penugasan, dapat berbentuk :
- Tugas
rumah
- Tugas
proyek
Instrumen Penilaian
a. Persayaratan
instrument yang digunakan pendidik:
1) Dari
sisi substansi, harus merepresentasikan kompetensi yang dinilai
2) Dari
sisi konstruksi, harus memenuhi persyaratan teknis sesuai dengan bentuk
instrument yang digunakan
3) Dari
sisi bahasa, harus menggunakan bahasa yang baik dan benar serta komunikatif
sesuai taraf perkembangan peserta didik
b. Persayaratan
instrument yang digunakan oleh satuan pendidikan, selain dari substansi,
konstruksi dan bahasa, juga harus memiliki bukti validitas secara empiric
c. Instrumen
yang digunakan pemerintah, selain persyaratan di atas, juga harus memuat skor
yang dapat diperbadingkan antar sekolah, antar daerah dan antar tahun
B.
Ujian
Nasional
1. Sejarah Ujian Nasional
Ujian nasional mengalami beberapa kali
perubahan, baik dari sisi penggunaan istilah, sampai dengan system
pelaksanaannya.Mulai yang bersifat sentralisasi, desentralisasi atau bahkan
gabungan diantara keduanya. Berikut adalah sejarah singkat pelaksanaan ujian
nasional yang dikutip dari Koran Sindo (16 April 2014) :
a. Tahun
1950 – 1960
Pada tahun ini ujian
nasional disebut dengan istilah “ujian Penghabisan”.Dilakukan secara nasional
dan soal dibuat oleh Departemen Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan.Seluruh
soal tidak berupa pilihan ganda, tetapi berupa esay.Pemeriksaan soal
dilaksanakan di pusat rayon, bukan di sekolah.
b. Tahun
1965 – 1971
Pada kisaran tahun ini,
istilah ujian penghabisan diganti menjadi “ujian negara”.Pelaksanaannya masih
menggunakan system terpusat karena bahan serta waktu pelaksanaan ujian
ditentukan oleh pemerintah pusat.
c. Tahun
1972 – 1979
Pada kisaran ini, pemerintah
membuka kebebasan kepada setiap sekolah atau sekelompok sekolah melaksanakan
ujian sendiri.Penyusunan soal dan pelaksanaan ujian dilaksanakan oleh masing –
maisng sekolah.Pemerintah hanya menyusun pedoman dan panduan yang bersifat
umum.
d. Tahun
1980 – 2000
Pada tahun ini mulai
diselenggarakan ujian akhir nasional yang disebut Evaluasi Belajar Tahap Akhir
Nasional (Ebtanas).Model ujian akhir ini menggunakan dua bentuk yaitu Ebtanas
untuk mata pelajaran pokok, dan Ebta untuk mata pelajaran non-Ebtanas. Ebtanas
dikoordinasi pemerintah pusat dan Ebta
dikoordinasi oleh pemerintah propinsi. Kelulusan ditentukan oleh kombinasi
kedua evaluasi tadi yang ditambah nilai ujian harian yang tertera diraport.
e. Tahun
2001 – 2004
Pada tahun ini, Ebtanas
diganti menjadi Ujian Akhir Nasional (Unas). Hal yang menonjol dalam peralihan
nama Ebtanas menjadi Unas adalah penentuan kelulusan siswa yaitu dalam Ebtanas
kelulusan berdasarkan nilai 2 semester raport terakhir dan nilai Ebtanas murni,
sedangkan Unas ditentukan pada mata pelajaran secara individual.
f. Tahun
2005 – 2009
Pada tahun ini dikeluarkan
PP nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan yang didalamnya
memuat tentang Standar penilaian. Standar tersebut salah satunya mengatur
tentang pelaksanaan ujian nasional. Yang mencolok pelaksanaan Ujian nasioanl
pada kisaran tahun ini adalah harus adanya target minimal kelulusan.Target
tersebut harus dicapai siswa jika ingin mendapat kelulusan dari satuan
pendidikan tertentu.
g. Tahun
2010 – sekarang
Pada tahun ini, masih hampir
sama dengan pelaksanaan ujian nasional pada tahun sebelumnya. Hanya saja
terdapat ujian susulan bagi siswa yang tidak lulus ujian nasional. Kelulusan
masih ditentukan oleh nilai ujian nasional plus
dilihat juga dari nilai raport.
2. Pengertian Ujian Nasional
Ujian Nasional adalah kegiatan penilaian
hasil belajar peserta didik yang telah menyelesaikan jenjang pendidikan pada
jalur sekolah/madrasah yang diselenggarakan secara nasional.
Berdasarkan Prosedur Operasi Standar
Pelaksanaan UN Tahun 2014, UN adalah kegiatan pengukuran dam penilaian
pencapaian standar kompetensi lulusan pada masing – masing jenjang.
Sedangkan menurut Permendiknas No. 20 tahun
2007 tentang Standar Penilaian Pendidikan, Ujian Nasional yang selanjutnya di
sebut UN adalah kegiatan pengukuran pencapaian kompetensi peserta didik pada
beberapa mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi dalam rangka menilai
pencapaian standar nasional pendidikan.
Selanjutnya berdasarkan situs Wikipedia.co.id
(tersedia : 18 April 2014), ujian nasional biasa disingkat UN adalah system
evaluasi standar pendidikan dasar dan menengah secara nasional dan persamaan
mutu tingkat pendidikan antar daerah yang dilakukan oleh Pusat Penilaian
Pendidikan, depdiknas di Indonesia berdasarkan UU No. 20 tahun 2003 menyatakan
bahwa dalam rangka pengendalian mutu pendidikan secara nasional dilakukan
evaluasi sebagai bentuk akuntabilitas penyelenggaraan pendidikan kepada pihak
–pihak yang berkepentingan.
Dari beberapa pengertian diatas, dapat
disimpulkan bahwa secara sederhana UN merupakan alat untuk menilai ketercapaian
standar nasional pendidikan dalam rangka memberikan informasi dalam pengambilan
keputusan bagi pemegang kebijakan pendidikan di Indonesia.Selanjutnya bertujuan
akhir dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia.
3. Prinsip Ujian Nasional
Ujian
Nasional yang dilaksanakan pemerintah harus memenuhi prinsip sebagai berikut :
a. Objektif
b. Berkeadilan
c. Akuntabel
4. Dasar Hukum Ujian Nasional
Yang
menjadi dasar pelaksanaan ujian nasional diantaranya adalah :
a. Undang
– undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
b. Peraturan
pemerintah nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
c. Peraturan
Menteri nomor 20 tahun 2007 tentang Standar Penilaian Pendidikan
d. Prosedur
Operasi Standar Pelaksanaan Ujian Nasional yang ditetapkan oleh BSNP setiap
tahunnya
5. Tujuan dan Fungsi Ujian
Nasional
Ujian
nasional dilaksanakan dalam rangka :
a. Pemetaan
mutu program dan/atau satuan pendidikan;
b. Dasar
seleksi masuk jenjang pendidikan selanjutnya;
c. Penentuan
kelulusan peserta didik dari program dan/atau satuan pendidikan;
d. Pembinaan
dan pemberian bantuan kepada satuan pendidikan dalam upayanya untuk
meningkatkan mutu pendidikan.
6. Mata Pelajaran Yang Diujikan
Untuk
tingkat Sekolah dasar (SD) ada tiga mata pelajaran yang diujikan, yaitu :
a. Bahasa
Indonesia
b. Matematika
c. Ilmu
Pengetahuan Alam
Sementara
untuk tingkat SMP, ada 4 mata pelajaran yang diujikan yaitu :
a. Bahasa
Indonesia
b. Bahasa
Inggris
c. Matematika
d. Ilmu
Pengetahuan Alam
Selanjutnya
untuk tingkat SMA sederajat, mata pelajaran yang diujikan tergantung
penjurusannya, yaitu sebagai berikut :
a. Penjurusan
IPS
- Bahasa
Indonesia
- Bahasa
Inggris
- Matematika
- Ekonomi
- Geografi
- Sosiologi
b. Penjurusan
IPA
- Bahasa
Indonesia
- Bahasa
Inggris
- Matematika
- Fisika
- Kimia
- Biologi
c. Penjurusan
Bahasa
- Bahasa
Indonesia
- Bahasa
Inggris
- Matematika
- Sastra
Indonesia
- Antropologi
- Bahasa
Asing Pilihan
d. Penjurusan
Agama
- Bahasa
Indonesia
- Bahasa
Inggris
- Matematika
- Ilmu
Tafsir
- Ilmu
Hadist
- Fiqih
e. Penjurusan
Kejuruan
- Bahasa
Indonesia
- Bahasa
Inggris
- Matematika
- Teori
Kejuruan
C.
Analisis
Tentang Pelaksanaan Ujian Nasional
1. Pelaksanaan Ujian Nasional
Ujian nasional tahun 2014 diselenggarakan dengan
berpedoman kepada prosedur operasi standar yang ditetapkan oleh
BNSP.Pelaksanaan UN untuk tingkat SMA sederajat yang telah dilaksanakan pada
tanggal 14 s.d 16 April yang lalu terbilang cukup sukses walau masih diwarnai
dengan beberapa kontroversi.
Untuk member gambaran secara komprehensif, berikut ini
disajikan pelaksanaan UN untuk beberapa tahun yang lalu.
a.
Waktu
Pelaksanaan
Berikut
ini adalah jadwal pelaksanaan UN utama sejak tahun 2005 sampai dengan 2014 :
Tahun
|
SMA / SMK / MA
|
SMP / MTs
|
SD / MI
|
2005
|
30 mei – 1 Juni
|
6 Juni – 8 Juni
|
Belum ada
|
2006
|
16 Mei – 18 Mei
|
22 Mei – 24 Mei
|
Belum ada
|
2007
|
17 April – 19 April
|
24 April – 26 April
|
Belum ada
|
2008
|
22 April – 24 April
|
5 Mei – 8 Mei
|
12 Mei – 14 Mei
|
2009
|
20 April – 24 April
|
27 April – 30 April
|
4 Mei – 8 Mei
|
2010
|
22 Maret – 26 Maret
|
29 Maret – 1 April
|
5 April – 7 April
|
2011
|
18 April – 21 April
|
25 April – 28 April
|
10 Mei – 12 Mei
|
2012
|
16 April – 19 April
|
23 April – 26 April
|
7 Mei – 9 Mei
|
2013
|
15 April – 18 April
|
22 April – 25 April
|
6 Mei – 8 Mei
|
2014
|
14 April – 16 April
|
5 Mei – 8 Mei
|
-
|
Jika
melihat dari waktu pelaksanaan ujian nasional, maka sejak tahun 2005, tampaknya
tidak menemui kendala berarti.Ujian nasional dapat diselenggarakan sesuai
jadwal yang telah ditetapkan.Kecuali pada tahun 2013, pemerintah mengumumkan
pengunduran pelaksanaan ujian nasional pada jenjang SMA sederajat di 11
propinsi terkait dengan belum tuntasnya pencetakan materi ujian.
b.
Kriteria
Kelulusan Ujian Nasional
Berikut
ini adalah nilai minimal dan rata – rata minimal Ujian Nasional sebagai batas
untuk menentukan kelulusan peserta didik :
Tahun
|
Nilai Minimal
|
Rata – rata Minimal
|
2005
|
4,25
|
5,25
|
2006
|
4,50
|
|
2007
|
5,00
|
|
2008
|
4,25
|
5,25
|
2009
|
5,50
|
|
2010
|
||
2011
|
4,00
|
|
2012
|
||
2013
|
||
2014
|
Terkait
dengan nilai minimal kelulusan, tampaknya masih dirasakan terlalu berat untuk
dapat dicapai bagi sebagian besar peserta didik yang berada di daerah.Hal ini
terjadi karena beragamnya potensi atau daya dukung yang ada dimasing-masing
daerah.Tidak dapat dipungkiri, bahwa terdapat perbedaan mencolok semisal
fasilitas peserta didik yang tinggal di perkotaan seperti Jakarta dengan
peserta didik yang tinggal dipelosok pedalaman seperti Papua. Tapi nyatanya,
soal yang didapatkan dan kriteria kelulusan ternyata sama saja. Tentu saja ini
akan terasa lebih berat bagi mereka yang tinggal di pedalaman disbanding mereka
yang mendapat fasilitas lebih dalam pendidikannya.
c.
Persentase
Kelulusan Ujian Nasional
Berikut ini adalah data tentang persentase
kelulusan sejak tahun 2005 s.d 2013 yang dikutip dari www.okezone.com
(tersedia : 18 April 2014) :
2005
|
83,31 %
|
2006
|
92,50 %
|
2007
|
93,00 %
|
2008
|
91,32 %
|
2009
|
93,74 %
|
2010
|
99,04 %
|
2011
|
99,02 %
|
2012
|
99,50 %
|
2013
|
99,48 %
|
Berdasarkan data pada tabel di atas, tampak
terjadi peningkatan yang cukup signifikan persentase kelulusan ujian nasional
pada tahun 2013 (99,48 %) dibandingkan tingkat kelulusan ujian nasional pada
tahun 2005 (83,31 %). Apakah ini berarti
dunia pendidikan kita sudah menjadi lebih baik?Dalam menjawab pertanyaan ini,
sepertinya kita harus sedikit berhati – hati dan tidak terjebak pada angka-
angka tersebut.Betapa tidak, ternyata dalam ranah teknis, masih banyak ditemui
berbagai modus kecurangan dalam meningkatkan persentase kelulusan tersebut.
Logikanya seperti ini, propinsi tentu ingin
memiliki “gengsi” dengan mendapat nilai kelulusan 100 %, maka dinas terkait
melakukan pressure terhadap dinas di
kabupaten, kemudian pressure itu diteruskankepada
sekolah – sekolah penyelenggara ujian nasional. Berikutnya, bukan lagi masalah
lulus atau tidak lulus, tapi sudah masuk ranah “gengsi” dan “egoisme” dari
sekolah, dinas kabupaten, dan juga dinas propinsi. Maka, segala cara pun
dilakukan. Dan munculah beberapa (potensi) peluang modus kecurangan seperti :
- Penyelenggara
UN (sekolah) membagikan kunci jawaban
Modus ini biasanya dimulai
dari sehari sebelum pelaksanaan UN, yaitu dengan memberikan pengarahan kepada
peserta UN.Tidak hanya mengenai teknis pelaksanaan UN saja, ternyata, ditemui
pengarahan tentang bagaimana jawaban tersebut dibagikan secara merata ketika
pelaksanaan UN.Maka, pada hari H, peserta UN seolah melaksanakan UN begitu
serius, padahal, kunci jawaban yang telah dipersiapkan sekolah sudah beredar.
Kunci jawaban diperoleh biasanya dari soal yang sudah bocor dan telah
dipelajari sebelumnya bisa oleh oknum guru atau oknum dinas terkait
- Pemerintah Daerah Seolah Lepas Tangan
Jika modus pertama masih
juga belum berjalan sempurna karena masih ditemui beberapa peserta yang tidak
lulus, maka biasanya dinas terkait akan mengumpulkan kepala sekolah untuk
membicarakan dan membuat kesepakatan
tentang sesuatu agar siswa tiap
sekolah bisa lulus 100 %.
- Membuat
raport sementara
Modus berikutnya adalah
dengan membuat raport sementara.Hal ini terjadi karena penentuan kelulusan juga
dilihat dari nilai rapot.Maka, nilai yang diperoleh siswa yang seharusnya
dicantumkan dalam rapot asli, tidak segera ditulis dan hanya ditulis dalam selembar
kertas sebagai bentuk laporan kepada orang tua.Selebihnya, mendekati
pelaksanaan ujian nasional, raport asli tersebut ditulis dengan nilai
fantastis, tanpa memandang apakah siswa tersebut pintar atau bodoh.Tujuannya
tentu saja dalam membantu nilai kelulusan.
Jika benar terjadi seperti diuraikan di atas,
apalah arti kelulusan 100% kalau bukan sekedar pembodohan dan sesuatu yang
bias. Dan tentunya tidak bisa dijadikan tolak ukur untuk mengukur mutu pendidikan
kita
d.
Biaya
Pelaksanaan Ujian Nasional
Berdasarkan
data yang dihimpun dari berbagai sumber, berikut anggaran pelaksanaan ujian
nasional sejak tahun 2011 s.d 2014 :
- Tahun
2011 : 562,8 miliar
- Tahun
2012 : 600 miliar
- Tahun
2013 : 543,4 miliar
- Tahun
2014 : 545 miliar
Dengan
melihat angka di atas, betapa besarnya anggaran yang dihabiskan untuk
melaksanakan ujian nasional.Padahal kalau melihat maksud dari ujian nasional
seperti yang tertuang dalam peraturan pemerintah sebagai sarana pemetaan mutu
pendidikan, bukan meningkatkan mutu
pendidikan secara langsung, tampaknya anggaran yang mencapai setengah triliun
setiap tahunnya tersebut sangat amat disayangkan. Seharusnya anggaran sebesar
itu lebih tepat digunakan untuk membiayai berapa kegiatan yang secara langsung
meningkatkan mutu pendidikan seperti peningkatan kualitas guru melalui berbagai
pelatihan, atau mungkin membangun perpustakaan sekolah, atau pemberian beasiswa
pada siswa berprestasi, atau kegiatan lain yang secara nyata berkontribusi secara
langsung terhadap peningkatan mutu pendidikan.Tampaknya pemerintah belum bisa
menentukan skala prioritas mengingat masih kecilnya anggaran pendidikan.
2. Kelemahan Pelaksanaan Ujian
Nasional
Untuk
melihat kelemahan pelaksanaan UN dapat kita bedakan dari dua sudut pandang
yaitu secara teknis, dan non teknis.
a. Teknis
Dalam tataran teknis,
ditemui beberapa kasus dalam pelaksanaan ujian nasional diantaranya :
1) Tahun
2009
- Tertukarnya
soal paket A dan B dibeberapa wilayah
- Pengemasan
terjadi kekurangan halaman
- Naskah
soal tidak disertai lembar jawaban
- Kualitas
LJUN mudah sobek dan rusak
- Penyimpanan
soal masih disekolah (berpeluang terjadi kecurangan yang sangat besar yang
dilakukan sekolah)
2) Tahun
2010
- Kemendiknas
menemukan 900 kecurangan selama UN tingkat SMA dan SMP, 200 diantaranya terkait
dengan bocornya soal
3) Tahun
2011
Sejumlah kecurangan masih
banyak terjadi disejumlah daerah
4) Tahun
2012
- Terdapat
1000 lebih pengaduan dan sebanyak 775 merupakan laporan tentang kebocoran atau
kecurangan saat pelaksanaan UN
- BPK
menemukan penyimpangan proses lelang UN yang merugikan Negara hingga 8,2 miliar
5) Tahun
2013
Terdapat kasus terkait
dengan terlambatnya pencetakan soal UN sehingga di beberapa daerah terpaksa
pelaksanaan UN diundur. Selain masalah waktu, pelaksanaan un pada tahun ini
juga terdapat beberapa kasus di daerah seperti :
- Aceh
: nyaris terjadi insiden bocornya soal bahasa Inggris akibat tertukarnya soal
ujian di Sawang Aceh Selatan
- Sumatera
Utara : sebanyak 1641 siswa jurusan IPS tidak dapat mengikuti ujian karena
soalnya belum ada
- Sumatera
Selatan : beredarnya kunci jawaban pelajaran Bahasa Indonesia di Ogan Ilir
- Jawa
Barat : Sejumlah peserta UN di Bekasi mengerjakan soal ujian tanpa lembar
jawaban
- Jawa
Timur : distribusi soal amburadul sehingga banyak sekolah yang kekurangan soal
6) Tahun
2014
Untuk tahun 2014, kasus yang
mungkin sedikit membuat hebih dalam pelaksanaan UN adalah adanya soal yang
bernuansa politis.Dalam salah satu soal Bahasa Indonesia tercantum profil Joko
Widodo (Capres dari PDIP).Hal ini dianggap menguntungkan posisi Joko Widodo
dalam pencapresan dirinya. Entah ada unsur kesengajaan atau tidak, yang jelas
soal itu tidak pantas muncul menjelang pemilihan presiden yang akan datang.
Selain kasus masalah soal
bernuansa politis, Koran Sindo mencatat beberapa kasus yang terjadi dibeberapa
daerah sebagai berikut :
- Aceh
: Soal UN untuk tiga SMK di Kabupaten Aceh Barat Daya tertukar. Pada sampul
tertulis mata pelajaran Matematika, tapi didalamnya naskah soal bahasa Inggris.
- Garut
: Kunci jawaban beredar melalui SMS. Kunci jawaban itu keluar sehari sebelum
ujian dilaksanakan.
- Bali
: Beredar kunci jawaban UN yang diyakini peserta UN sesuai paket soal UN, yakni
pada mata pelajaran Biologi dan Bahasa Indonesia.
- Surabaya
: Kunci jawaban UN diduga beredar. Disalah satu sekolah para siswa iuran Rp
15.000 untuk mendapatkannya
- Madiun
: Pelaksanaan UN molor dari seharusnya pukul 07.30 menadi pukul 08.00 lewat
lantaran naskah soal tertukar dengan mata pelajaran lain. Kekeliruan ini
terjadi di SMAN 3 Kota Madiun pada hari pertama UN.
b. Non
teknis
Selain beberapa contoh
masalah teknis di atas, ternyata UN juga mendapatkan perdebatan dalam ranah non
teknis.
1) Asumsi
pelaksanaan UN masih perlu diuji
Asumsi yang melandasi
kebijakan UN yaitu : dengan menetapkan standar akademis yang harus dicapai
siswa dan diukur melalui tes standar , disertai konsekuensi atas keberhasilan
atau pun kegagalan mencapai standar tersebut, maka akan meningkatkan motivasi
siswa, guru, dan sekolah dalam meningkatkan prestasi mereka. Tampaknya asumsi
tersebut masih diuji kebenarannya.Betapa tidak, ternyata beberapa laporan
penelitian menyimpulkan tidak ada keterkaitan antara pelaksanaan ujian
kelulusan dengan prestasi belajar siswa.
Laporan tahunan (2012) dari
Center of Education Policy – sebuah lebaga nirlaba yang didirikan di George
Washington University, yang meneliti ujian kelulusan di sejumlah Negara bagian
Amerika Serikat sejak tahun 2002 – menyimpulkan bahwa hingga saat ini
keterkaitan antara ujian kelulusan dan peningkatan prestasi belajar siswa masih
belum terbukti. Laporan tersebut juga merujuk pada laporan penelitian yang lain
seperti yang dilakukan Grodsky dkk (2009), Reardon dkk (2009), dan Holme dkk
(2010), yang belum menemukan keterkaitan antara pelaksanaan ujian kelulusan dan
peningkatan prestasi belajar siswa.
2) Dampak
negatif ujian kelulusan (UN)
Berdasarkan dari beberapa
penelitian, dampak negatif dari ujian kelulusan antara lain sebagai berikut :
- Kesenjangan
prestasi akademis berdasarkan status social ekonomi keluarga
- Meingkatnya
resiko putus sekolah bagi siswa tak mampu dan dari kelompok minoritas
- Kreatifitas
siswa mulai tersisihkan akibat focus pada latihan – latihan
- Tekanan
berlebihan yang dirasakan siswa
- Banyaknya
modus kecurangan
3) Melanggar
prinsip penilaian pendidikan yang ditetapkan oleh pemerintah
Salah satu prinsip penilaian
pendidikan yang tertuang dalam permendiknas no. 20 tahun 2007, adalah
terpadu.Maksudnya adalah penilaian tidak boleh terpisahkan dari pembelajaran.
Atau dengan kata lain, yang dinilai adalah apa yang dipelajari. Namun pada
pelaksanaan UN, walau mengacu kepada standar kompetensi lulusan yang sudah
wajib diketahui oleh pendidik, namun pada kenyataannya tidak jarang
pembelajaran yang dilakukan disekolah tidak sama dengan sekolah lain termasuk
tentang kedalaman materi. Hingga sangat mungkin jika soal yang diujikan tidak
sama dengan apa yang dipelajari di semua sekolah mengingat begitu beragamnya
kemampuan pelaksana pembelajaran disekolah.
Prinsip penilaian yang
lainnya adalah adil, yaitu penilaian tidak menguntungkan atau merugikan peserta
didik karena berkebutuhan khusus serta perbedaan latar belakang agama, suku,
budaya, adat istiadat, status social ekonomi, dan jenis kelamin. Pada kenyataannya,
lihat saja untuk tahun ini, pelaksanaan UN ternyata tidak ada yang disediakan
khusus untuk kaum dipable seperti tidak adanya soal dengan huruf braile bagi
penderita tuna netra. Berikutnya, hasil ujian nasional sebagai tolak ukur
kelulusan seluruh siswa yang ada diwilayah Indonesia rasa-rasanya jauh dari
prinsip adil.Kita paham betul bahwa Indonesia begitu luas dengan keragaman
tingkat kehidupan. Bagaimana bisa hasil
UN dijadikan tolak ukur yang sama antara wilayah kota dengan segala fasilitas
yang ada, juga sebagai tolak ukur di daerah terpencil nun jauh tertinggal
disana?.
Terkait dengan prinsip
akuntabel, yang berarti penilaian dapat dipertanggungjawabkan baik dari segi
teknik, prosedur, maupun hasilnya, tampaknya perlu dikaji lagi.Terutama masalah
hasil dari UN (nilai) yang sangat bias dan tidak menggambarkan kondisi
sebenarnya. Kecurangan sistematik dan massif ternyata banyak ditemui dibeberapa
daerah walau mungkin tidak ter-blowup
oleh media.Nilai-nilai tersebut sangat tidak menggambarkan keadaan sebeneranya.
Buktinya, beberapa waktu lalu diberitakan bahwa terdapat beberapa siswa yang
nota bene cerdas dalam kesehariannya, nyatanya tidak lulus saat mengikuti UN.
4) Fokus
pembelajaran hanya pada mata pelajaran yang di ujikan
Semenjak adanya ujian nasional,
terjadi semacam penyempitan kurikulum.Fokus pembelajaran hanya pada mata
pelajaran yang diujikan.Ada pegeseran pandangan bahwa pelajaran yang tidak
diujikan itu tidak penting.Akhirnya berdampak pada rendahnya motivasi belajar
terhadap mata pelajaran tersebut.
5) Pengadilan
memutuskan untuk meninjau kembali pelaksanaan Ujian Nasional.
Putusan MA nomor : 2596 K/PDT/2008 Jo. Putusan Pengadilan Tinggi
Jakarta Nomor 377/PDT/2007/PT.DKI Jo.228/Pdt.G/2006/PN.JKT.PST memerintahkan
pengembalian evaluasi pendidikan ke sekolah sebagaimana yang diamanatkan dalam
pasal 58 Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas. Dengan Demikian,
selama Un terus dilaksanakan, berarti pemerintah mengabaikan putusan ini. Hal ini dapat diaggap sebagai bentuk dari
pembelajaran kepada masyarakat bahwa kita tidak perlu taat terhadap aturan atau
putusan hukum.Tentu hal tersebut menjadi kontraproduktif karena seharusnya
pemerintah merupakan teladan dalam penegakan hukum.
D.
Masih
Perlukah UN dilaksanakan?
Setelah diuraikan
tentang berbagai kelemahan dari pelaksanaan ujian nasional, lalu tibalah kita
untuk menjawab pertanyaan “masih perlukah ujian nasional dilaksanakan?Dalam
menjawab pertanyaan ini, kita juga jangan terburu-buru mengatakan bahwa ujian
nasional sudah tidak perlu dan harus segera dihapuskan.
Memang benar dalam
tataran teknis maupun non teknis begitu banyak ditemui berbagai titik kelemahan
dalam penyelenggaraan UN.Tapi dengan niatan baik (semoga saja) pemerintah dalam
penyelenggaraan UN yaitu sebagai salah satu langkah demi meningkatkan kualitas
pendidikan di Indonesia perlu mendapatkan apresiasi.Negara memang perlu
menetapkan suatu standar dalam rangka menjamin kualitas penidikannya.Maka UN
diharapkan mampu memberikan gambaran pemetaan pendidikan bagi pemerintah sebagai
dasar dalam menetapkan standar pendidikan berikutnya yang tentu saja bermuara
pada peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia. Hanya saja yang perlu
digarisbawahi disini yaitu hasil pelaksanaan UN harus mampu mencerminkan
keadaan sebenarnya, bukan seperti saat ini yang terkesan bias dan menjadi ajang
“gengsi” kepala daerah dengan klaim keberhasilan pendidikan sehingga
menimbulkan kecurangan sistematik dan massif.
Berbagai masalah
teknis yang sudah terjadi, harus segera dicarikan solusi dan jangan sampai terulang
kemabli.Begitu pun masalah – masalah yang bersifat non teknis lainnya.Ini
adalah pekerjaan rumah yang cukup berat bagi pemerintah jika terus ingin
melaksanakan kebijakan ujian nasional.
Selanjutnya mengenai
hasil ujian nasional yang digunakan sebagai dasar untuk menentukan kelulusan,
merupakan pokok permasalahan yang menimbulkan pro kontra terhadap pelaksanaan
ujian nasional.Jika hasil UN masih tetap sebagai dasar menentukan kelulusan
atas pembelajaran tiga tahun yang dilewati siswa, maka sepertinya hakikat dari
ujian nasional sebagai dasar untuk melakukan pemetaan kualitas tampaknya tidak
akan pernah berhasil. Biaya yang dikeluarkan milyaran rupiah setiap tahunnya
merupakan pemborosan saja, terlebih karena UN tidak berkontribusi langsung
terhadap peningkatan kualitas pendidikan.Tapi jika pelaksanaan ujian nasional
dikembalikan kepada khasanah yang benar yaitu sebagai dasar pemetaan mutu
pendidikan, bukan penentu kelulusan , maka ujian nasional selayaknya
dipertahankan.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
A.
Kesimpulan
Penilaian pendidikan
bisa berarti ganda, yaitu sebagai sarana assesmen dalam rangka perbaikan
kualitas pembelajaran bagi peserta didik, bisa juga sebagai sarana untuk
menentukan keberhasilan pendidikan secara keseluruhan. Penilaian pendidikan
sebagai proses assesmen adalah proses pengumpulan dan pengolahan informasi
untuk menentukan pencapaian hasil belajar peserta didik. Salah satu bentuk
penilaian pendidikan adalah Ujian Nasional.
Ujian Nasional adalah
kegiatan penilaian hasil belajar peserta didik yang telah menyelesaikan jenjang
pendidikan pada jalur sekolah/madrasah yang diselenggarakan secara nasional.Hasil
dari ujian nasional digunakan sebagai dasar bagi pemerintah untuk melakukan
pemetaan mutu program satuan pendidikan, dasar seleksi masuk ke jenjang
selanjutnya, penentuan kelulusan dan pemberian bantuan kepada satuan
penddidikan dalam meningkatkan mutu pendidikan.
Ujian nasional sudah
sejak lama diadakan dengan berbagai istilah yang berbeda, hingga sampai saat
ini di sebut ujian nasional (UN).Dalam pelaksanaanya, ternyata UN menimbulkan
pro kontra dikalangan masyarakat.Terutama mengenai hasil ujian nasional sebagai
dasar untuk menetapkan kelulusan peserta didik.Selain itu, ujian nasional yang
dilaksanakan ternyata tidak terlepas dari sejumlah permasalahan, baik yang
bersifat teknis mau pun non teknis.Pemerintah terus berupaya memperbaiki
kelemahan-kelelamahan yang ada demi penyelenggaraan ujian nasional yang sesuai
dengan khitahnya.Namun, tetap saja setiap tahun permasalahan tersebut
muncul.Bahkan banyak yang beranggapan bahwa ujian nasional sudah tidak
diperlukan lagi karena tidak berkontribusi terhadap dunia pendidikan secara
langsung.Terlebih biaya yang dikeluarkan relative besar.Biaya tersebut dianggap
terlalu besar jika dibandingkan hasil dari pelaksanaan ujian nasional yang bias
dan masih dipertanyakan lagi validitasnya.
Adanya pro kontra ini
memancing sebuah pertanyaan tentang “masih perlukah ujian nasional
dilaksanakan?”.Terlepas dari banyaknya kelemahan yang ada, ujian nasional
memang masih perlu dilaksanakan.Tapi bukan sebagai tolak ukur kelulusan peserta
didik dari satuan pendidikan.Tapi ujian ini harus dijadikan dasar dalam pemetaan
mutu pendidikan yang selanjutnya nanti digunakan sebagai dasar melakukan
kebijakan dalam peningkatan mutu pendidikan. Tapi jika ujian nasional masih
dijadikan dasar kelulusan yang menyebabkan tekanan tersendiri bagi kalangan
pendidik, peserta diidik, bahkan kepala daerah, tampaknya semua permasalahan di
atas akan terus terjadi terutama berkaitan dengan berbagai modus kecurangan.
Maka akan lebih baik jika ujian nasional dihapuskan.
B.
Saran
Berdasarkan uraian di
atas, maka dapat disarankan :
1. Penilaian
pendidikan harus tetap dilaksanakan dan harus sesuai dengan prinsip – prinsip
penilaian
2. Dengan
melihat banyaknya permasalahan teknis maupun non teknis dalam penyelenggaraan
ujian nasional, maka pemerintah harus melakukan evaluasi secara menyeluruh
tentang pelaksanaan ujian nasional
3. Pendidik
jangan terjebak pada pola penyempitan kurikulum dengan berfokus pada mata
pelajaran yang diujikan.
4. Ujian
nasional selanjutnya tidak digunakan sebagai dasar penentuan kelulusan, tapi
sebagai dasar pemetaan mutu pendidikan
5. Penyelenggara
ujian nasional (kepala daerah, dinas pendidikan, dan sekolah) jangan terjebak
konsep “gengsi” sehingga melakukan
tindakan yang justru membuat hasil ujian nasional menjadi bias. Biarkan
pemerintah dan masyarakat mengetahui gambaran yang sebenarnya tentang
pendidikan di masing – masing daerah demi melakukan perbaikan.
DAFTAR
PUSTAKA
Adi
Suryanto, et al. 2010. Evaluasi
Pembelajaran di SD. Jakarta : Universitas Terbuka
Dr.
H. Syarif Hidayat, M.Pd. 2012.Profesi
Kependidikan. Jakarta : Pustaka Mandiri
Elin
Driana. 2013. “Masih perlukan Ujian Nasional”. tersedia : edukasi.kompas.com [
20 April 2014]
Keputusan
BSNP tentang Prosedur Operasi Standar
Pelaksanaan UN Tahun 2014
Koran
Sindo.“Kecurangan dan Aroma Politik Ujian Nasional”.tanggal 16 April 2014
Peraturan
Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan
Permendiknas
Nomor 20 Tahun 2007 tentang Standar
Penilaian
_________.
“Ujian Nasional”.tersedia :id.m.wikipedia.org [18 April 2014]
Penulis : Didi Apriatna, S.Pd